tag:blogger.com,1999:blog-55668559911117020472024-03-12T16:32:10.736-07:00Menuntut Ilmu Dien (Syar'ie)Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.comBlogger27125tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-34149463212198810302011-11-15T00:14:00.001-08:002011-11-15T00:34:59.567-08:00PENGUMUMAN!!!!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Dikarenakan Blog Menuntut Ilmu Dien (Syar'ie) sering terkena "galat" walaupun sudah di remove all cookies maupun berulang kali di repair.....maka admin akhirnya membuat Blog baru yang bernama <span style="color: red;">"JEJAK PENA MAYA"</span> dengan alamat<a href="http://isnadalammaya.wordpress.com/a/"> http://isnadalammaya.wordpress.com/a/ </a><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLmLonpmafKa1S6Ybajr3GjVNVENVdmnl2pxTSVEaXLqI1N8ct0y6graWDCDG9C-bM5i5ioFSO17OIoE6TrHDxS_WwoCcmGem3HByBzaEPSagmnHDoKDMB7PKVLH3OvYyyx5hlvgwMrPI/s1600/jejak.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="185" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLmLonpmafKa1S6Ybajr3GjVNVENVdmnl2pxTSVEaXLqI1N8ct0y6graWDCDG9C-bM5i5ioFSO17OIoE6TrHDxS_WwoCcmGem3HByBzaEPSagmnHDoKDMB7PKVLH3OvYyyx5hlvgwMrPI/s400/jejak.png" width="400" /></a></div>
<br />
Atas perhatiannya jazaakumullahu khoyron katsiiro.... </div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-76936398714936498002011-10-21T16:08:00.000-07:002011-10-24T05:39:09.506-07:00Nasihat untukku dikala berkurang usiaku....<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="Apple-style-span" style="background-color: #fafcff; color: #2a2a2a;"></span><br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;">
<em><span style="font-family: Arial; font-size: 9pt;"><br /></span></em></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0HITRKyszuWROQBsym15ddYQeRg7dMbDi-kURACZsTji-bRP9WVxvD7a8Gx53enR11DxqTRRGlk7CqwqzXefx3co1RDCTXyZDRLjd_555n6Mtg0KXMkKsUqpMCaPRaS4ylcYmPN7lxXw/s1600/jam.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0HITRKyszuWROQBsym15ddYQeRg7dMbDi-kURACZsTji-bRP9WVxvD7a8Gx53enR11DxqTRRGlk7CqwqzXefx3co1RDCTXyZDRLjd_555n6Mtg0KXMkKsUqpMCaPRaS4ylcYmPN7lxXw/s320/jam.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;">
<em><span style="font-family: Arial; font-size: 9pt;"><br /></span></em></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: center;">
<em><span style="font-family: Arial; font-size: 9pt;"><br /></span></em></div>
<span class="Apple-style-span" style="background-color: #fafcff; color: #2a2a2a; font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 16px;"><em><span style="font-family: Arial; font-size: 9pt;">Oleh Dr Shalih bin Fauzan Al Fauzan</span></em></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="color: #2a2a2a; font-family: Arial;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 12px; line-height: 16px;"><i><br /></i></span></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: #fafcff; color: #2a2a2a;"></span><br />
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Segala puji bagi Allah yang telah menetapkan sifat fana bagi dunia ini dan mengabarkan bahwa <a href="http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/12/23/menyimak-nasehat-ulama-di-akhir-tahun/" style="color: #4e4e4e; font-weight: bold; text-decoration: none;" target="_blank">akhirat adalah negeri abadi,</a> dengan kematian dia membinasakan usia yang panjang.<span id="more-2183"></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Saya memuji-Nya atas segenap nikmat-Nya yang tercurah dan saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah semata, Dzat Yang Menundukkan segala sesuatu. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Dia telah memperingatkan dari condong kepada negeri ini, shalawat serta salam semoga tercurah kepada beliau dan keluarganya beserta para shahabatnya yang taat dan suci sepanjang siang dan malam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan pikirkanlah dunia kalian dan betapa cepat dia berlalu. Bersiap-siaplah menyambut akhirat dan kengeriannya. Setiap bulan yang menghampiri seseorang semakin menyeret dia mendekati ajal dan akhiratnya. Sebaik-baik kalian adalah yang panjang umurnya lagi baik amalannya, dan sejelek-jelek kalian adalah yang panjang umurnya lagi buruk amalannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Tidak ada selain apakah seseorang diberi pahala atas ketaatan dan kebaikannya atau diganjar dengan dosa atas kejelekan dan kemaksiatannya, kecuali apabila dikatakan fulan telah wafat. Alangkah dekatnya kehidupan dengan kematian. Dan segala yang akan datang pasti datang. Dan kalian sekarang akan meninggalkan tahun yang telah usai dan usia kalian pun semakin berkurang dan akan menyambut tahun yang kalian tidak tahu apakah kalian akan menyelesaikannya ataukah tidak?! Maka hisablah diri-diri kalian apa yang telah kita perbuat pada tahun yang lalu? Apabila kebaikan, bersyukurlah kepada Allah dan sambunglah kebaikan itu dengan kebaikan. Sedangkan apabila buruk, bertaubatlah kepada Allah darinya dan isi sisa-sisa usia kita (dengan kebaikan) sebelum luput darinya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Berkata Maimun bin Mihran, “<em><span style="text-decoration: underline;">Tidak ada kebaikan dalam kehidupan kecuali bagi orang yang bertaubat atau seseorang yang beramal shalih mencari derajat yang tinggi</span></em>.” Yakni orang yang bertaubat, kesalahan-kesalahannya gugur disebabkan taubatnya dan orang yang beramal shalih bersungguh-sungguh dalam menggapai derajat yang tinggi dan selain mereka merugi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sebagaimana firman Allah Ta’ala,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">“<em><span style="text-decoration: underline;">Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling nasihat menasihati di dalam kebenaran dan saling nasihat menasihati di dalam kesabaran</span></em>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pada ayat ini Allah bersumpah dengan waktu yang merupakan zaman dimana manusia tinggal, bahwa setiap manusia berada di dalam kerugian. Kecuali mereka yang memiliki 4 sifat yang disebutkan; <em><span style="text-decoration: underline;">iman, amal shalih, saling nasihat-menasihati di dalam kebenaran dan saling nasihat menasihati di dalam kesabaran di atas kebenaran</span></em>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Surat</span><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> yang agung ini merupakan tolok ukur amal perbuatan, dengannya seorang mukmin menimbang dirinya sehingga jelaslah baginya apakah dia termasuk golongan yang beruntung atau merugi. Oleh karena itu Al Imam Asy-Syafi’i berkata, “<em>Seandainya setiap orang mentadabburi surat ini pastilah cukup baginya.” Dan sebagian ulama berkata, “Dahulu orang-orang yang shiddiq merasa malu kepada Allah apabila di hari itu (kualitas) amalannya seperti kemarin hari.” Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak rela hari berganti kecuali amalan kebajikannya bertambah. Dan mereka malu apabila tidak ada kebajikan yang bertambah dan mereka menganggap hal itu sebagai kerugian. Maka dengan bertambah usia seorang mukmin bertambah pula kebaikannya. Barangsiapa kondisinya seperti ini kehidupan lebih baik darinya daripada kematian. Dan pada doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Allah jadikanlah kehidupan sebagai penambah kebaikan bagiku dan (jadikanlah) kematian sebagai penghenti kejelekan dariku</em>”. HR Muslim.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Rhadiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “<em><span style="text-decoration: underline;">Tidaklah seseorang wafat kecuali dia menyesal, apabila dia orang yang baik dia menyesal kenapa tidak lebih baik dan apabila dia orang jahat dia menyesal kenapa dia tidak bertaubat</span></em>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Dan ditampakkan orang-orang yang telah wafat di dalam tidur, ia berkata, <em>“Tidak ada pada kami yang lebih banyak daripada penyesalan dan tidak ada pada kalian yang lebih banyak daripada kelalaian.” Dan sebagian mereka melihat di dalam tidurnya, ia berkata, “Kami menyesal atas suatu yang besar, kami mengetahui tapi kami tidak berbuat sedangkan kalian berbuat tapi tidak mengetahui. Sungguh demi Allah sekali tasbih atau dua kali atau satu rakaat atau dua rakaat yang terdapat di lembaran (amalan kami) lebih kami cintai daripada dunia dan seisinya</em>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya setiap amalan tergantung penutupannya. Barangsiapa berbuat baik pada sisa umurnya akan diampuni kesalahannya yang telah lalu, dan barangsiapa berbuat buruk pada sisa umurnya akan dihukum atas kesalahan yang telah lalu dan kesalahan di sisa umurnya. Orang-orang yang telah wafat menyesal atas apa yang telah luput dari berbagai kesenangan dunia yang fana. Apa yang telah berlalu dari dunia walaupun pada masa yang lampau sungguh telah hilang kelezatannya dan tinggal sisa-sisanya dan apabila kematian telah datang seolah-olah itu semua tidak ada.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Allah Ta’ala berfirman,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">“<em><span style="text-decoration: underline;">Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya</span></em>.” (QS. Asy-Syuara’: 205-207)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Dan pada Shahih Muslim dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda, “<em>Allah mengangkat udzur dari hambanya yang Dia panjangkan umurnya sampai enam puluh tahun</em>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Dan di dalam Sunan At-Tirmidzi, “<em><span style="text-decoration: underline;">Usia ummatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sedikir dari mereka yang melewati itu.</span></em>” Wahai yang bergembira dengan bertambahnya usia, sesungguhnya engkau bergembira atas berkurangnya usiamu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Berkata sebagian ahli hikmah, “<em>Bagaimana bisa bergembira seseorang yang harinya membinasakan bulannya dan bulannya membinasakan tahunnya dan tahunnya membinasakan umurnya. Bagaimana bisa bergembira seseorang yang umurnya menggiringnya kepada ajalnya dan kehidupannya menggiringnya kepada kematiannya</em>.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Akan didatangkan di hari kiamat seseorang yang paling panjang umurnya di dunia dari golongan kelas atas yang menelantarkan ketaatan kepada Allah dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan, <em>kemudian dicelup di neraka sekali celup, kemudian dikatakan padanya, “Apa engkau pernah merasakan kesenangan di dunia sekali saja? Apa pernah engkau melalui kegembiraan di dunia sebentar saja? Maka ia berkata, “Sungguh tidak pernah wahai Rabb! Lupa segala macam kenikmatan dunia pada awal dirasakan padanya azab. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang diberikan pada mereka kesempatan hidup kemudian mereka telantarkan dalam kelalaian dan kesenangan. Dan diberikan pada mereka harta kemudian mereka hambur-hamburkan di jalan syahwat-syahwat yang haram. Ketika mereka merasakan balasan mereka yang pertama, mereka lupa setiap apa yang pernah mereka miliki di dunia dari waktu dan harta dan semua apa yang pernah mereka rasakan dari kelezatan dan syahwat. Merekalah orang-orang yang memusatkan akal-akalnya dan aktifitasnya serta perhatiannya untuk dunia mereka dan mengikuti syahwat perut dan kemaluan mereka dan meninggalkan kewajiban terhadap Rabb mereka dan melupakan akhirat mereka</em>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Hingga datang kepada mereka kematian sehingga mereka keluar dari dunia dalam keadaan tercela, merugi dari kebaikan-kebaikan, sehingga bersatulah pada mereka sakratulmaut dan ruginya kematian. Maka mereka pun menyesal di saat penyesalan tidak lagi bermanfaat, “dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam, dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” <em>Maka, pada hari itu tiada seorangpun menyiksa seperti siksa-Nya</em>, (QS. Al Fajr: 25)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Maka pikirkanlah wahai manusia sekalian! Dengan habisnya tahun habis pula umur seseorang dan pikirkanlah, dengan berpindahnya tahun perpindahan ke negeri akhirat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS. Ghafir: 39-40)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana, Tahoma, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 15px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-align: justify;">
<span style="color: navy; font-family: Arial; font-size: 8pt;">Dikutip dari: http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=411 Sumber : Sahab.net, Oleh Dr Shalih bin Fauzan Al Fauzan Judul:<a href="http://qurandansunnah.wordpress.com/semua-artikel-islam/" style="color: #4e4e4e; font-weight: bold; text-decoration: none;" target="_blank"> Nasihat Penutup Tahun</a></span></div>
</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-73401774005694665352011-10-17T22:52:00.000-07:002011-10-22T21:53:20.860-07:00MISTERI PENEMUAN BAHTERA NABI NUH 'alaihissalam<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0tD4hB7Wk05LRLD3fPy-Ie8ZA-dSlenRt_P5zyZA0_zdiNSlBrzToLw81BgepeEqn6OT982mZ9TxlU_y8tfZ63jrjieDbHaY1Y_cTXG0_CTJ9UVKneWaELjKyUGImqOmUhGDN5EAOdUA/s1600/kapal.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0tD4hB7Wk05LRLD3fPy-Ie8ZA-dSlenRt_P5zyZA0_zdiNSlBrzToLw81BgepeEqn6OT982mZ9TxlU_y8tfZ63jrjieDbHaY1Y_cTXG0_CTJ9UVKneWaELjKyUGImqOmUhGDN5EAOdUA/s400/kapal.jpg" width="310" /></a></div>
<br />
Allah subhanawata'ala berfirman dalam Surah Hud : ayat 36-49<br />
<br />
Bismillahirrahmanirrahim..<br />
<br />
Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman
diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu
janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang telah beriman (saja),
karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka
kerjakan. (QS. 11:36)<br />
<br />
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan
dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan. (QS. 11:37)<br />
<br />
Dan mulailah Nuh membuat bahtera.
Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka
mengejeknya. Berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya
kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (QS.
11:38) <br />
<br />
Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh
azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal". (QS.
11:39)<br />
<br />
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah
memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari
masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu
kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan
pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh
itu kecuali sedikit. (QS. 11:40)<br />
<br />
Dan Nuh berkata: "Naiklah kamu
sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan
berlabuhnya". Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. 11:41)<br />
<br />
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.
Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh
terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah
kamu berada bersama orang-orang yang kafir". (QS. 11:42)<br />
<br />
Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindunganke gunung yang dapat
memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari
ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". Dan
gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu
termasuk orang-orang yang ditenggelamkan, (QS. 11:43)<br />
<br />
Dan
difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan)
berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan
bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi 721, dan dikatakan:
"Binasalah orang-orang yang zalim". (QS. 11:44)<br />
<br />
Dan Nuh berseru
kepada Rabbnya sambil berkata: "Ya Rabbku sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau
adalah Hakim yang seadil-adilnya". (QS. 11:45)<br />
<br />
Allah berfirman:
"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang
dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan
yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang
kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnnya Aku memperingatkan
kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan". (QS. 11:46)<br />
<br />
Nuh berkata: "Ya Rabbku,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau sesuatu yang aku tiada
mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun
kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan
termasuk orang-orang yang merugi". (QS. 11:47) <br />
<br />
Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh
keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari
orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri
kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan
ditimpa azab yang pedih dari Kami". (QS. 11:48)<br />
<br />
Itu adalah di
antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula)
kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik
adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. 11:49) <br />
( Surah Hud : ayat 36-49 )<br />
<br />
<br />
* * *<br />
<br />
<br />
Kurang lebih 12.000 tahun silam, peradaban manusia sebelum peradaban
kita sekarang pernah mengalami suatu serangan banjir yang sangat
dahsyat, dan banjir waktu itu juga mengakibatkan tenggelamnya daratan. <br />
<br />
Secara berturut-turut arkeolog menemukan sejumlah besar bukti yang
secara langsung atau pun tidak mengenai banjir dahsyat yang terjadi
waktu itu.<br />
<br />
Ikhtisar dalam Alkitab yang berhubungan dengan
banjir dahsyat yang terjadi waktu itu menyebutkan, “Banjir meluap dan
menggenang selama 40 malam, air pasang menuju atas, perahu mengambang
dari atas permukaan bumi” : “Arus air meluap dahsyat di atas permukaan
bumi, seluruh pegunungan tergenang oleh air pasang”: “5 bulan kemudian,
perahu berhenti di atas gunung Ararat; dan setelah 4 bulan berlalu,
ketika daratan sudah kering, Nabi Nuh meninggalkan perahunya.”<br />
<br />
Sejumlah besar bekas peninggalan prasejarah yang belakangan ini
ditemukan arkeolog, seperti misalnya, daratan Atlantis, budaya Yunani,
bangunan di dasar laut dan lain sebagainya kemungkinan besar tenggelam
karena banjir dahsyat waktu itu. Ada yang memperkirakan banjir dahsyat
itu terjadi 5.000 tahun yang lalu, mengikuti perkiraan ahli anstronomi,
perahu Nabi Nuh mulai dibuat pada 2465 SM dan hujan mulai turun pada
2345 SM.<br />
<br />
Setelah perahu Nabi Nuh mendarat di gunung Ararat,
dimulailah kehidupan baru manusia. Mereka yang selamat mulai menyebar.
Begitu pula binatang-binatang. Biji-biji tanaman kembali disemaikan. <br />
<br />
Karena dianggap melahirkan generasi baru manusia setelah Nabi Adam,
Nabi Nuh mendapat gelar The Second Father of Human Being –Bapak Manusia
Kedua. Oleh generasi inilah, kebudayaan dan peradaban manusia
dikembangkan. Selain di kawasan Ararat, juga di Mesopotamia yang ribuan
tahun kemudian menjadi pusat kejayaan Babilonia.<br />
<br />
Sekelompok
peneliti underwater surveyors yang diketuai oleh Dr. Robert Ballard,
yang juga telah menemukan Titanic, telah menemukan sebuah bangunan lama
berusia kira-kira 7.500 tahun di dasar Laut Hitam, dekat pantai Turki.
Mereka telah menemukan struktur bangunan dari batu dan kayu di kedalaman
beberapa ratus kaki. Penemuan mereka menjadi bukti dari kejadian banjir
besar di zaman Nabi Nuh seperti diceritakan di dalam Alkitab dan
Al-Qur”an.<br />
<br />
Menurut teori mereka, banjir besar tersebut
disebabkan oleh adanya pencairan gletser dari tanah tinggi di Eropa.“Ini
merupakan penemuan yang sangat menakjubkan,” kata Dr. Ballard di dalam
rancangan National Geographic Society bertajuk “Research Ship Northern
Horizon”.<br />
<br />
Ballard menerangkan, “Banyak kasus yang terjadi
apabila air tawar dari sebuah telaga berubah menjadi air asin dan dampak
banjir besar tersebut menyebabkan kawasan daratan yang sangat luas
berubah menjadi dasar laut”.<br />
<br />
<br />
MISTERI BAHTERA NABI NUH 'alaihissalam<br />
<br />
Sebuah pasukan yang melibatkan ilmuwan dari Amerika dan Turki akan
mengadakan penyelidikan terhadap misteri gunung Ararat pada Juli
mendatang. Mereka akan mencari perahu Nabi Nuh.<br />
Apakah kisah perahu
besar Nabi Nuh yang tercatat dalam kitab suci merupakan peristiwa nyata
atau mitos? Selama ini para ahli dan sarjana selalu berdebat, tidak
sedikit yang beranggapan, bahwa hingga saat ini sisa-sisa peninggalan
perahu Nabi Nuh masih tersimpan di puncak gunung Ararat Turki.<br />
<br />
Menurut laporan media cetak Amerika pada 26 April 2004, sebuah tim
peneliti beranggotakan 10 orang yang dibentuk oleh petualang Amerika dan
Turki akan mendekati puncak gunung yang misterius itu pada Juli tahun
ini, untuk mencari jejak “perahu besar Nabi Nuh” (The Great Noah Ark).<br />
<br />
McGivern, pimpinan The Trinity Corporation of Honolulu, Hawaii
mengatakan, bahwa sebelum mereka memasuki pegunungan Ararat, para
anggota tim masih harus melakukan sejumlah besar persiapan kerja,
seperti misalnya, mempelajari data-data yang berhubungan dengan ciri
geografis dan bentuk permukaan bumi serta adat istiadat humanisme di
daerah sekitar gunung Ararat.<br />
<br />
Menurutnya, problem terbesar yang
dihadapi mereka saat ini adalah bagaimana mengadakan komunikasi dengan
penduduk asli setempat. Karena gunung-gunung yang tinggi itu dianggap
keramat oleh para penduduk asli setempat, dan mereka yakin akan
eksistensi “Perahu Nabi Nuh”, oleh karena itu selama berabad-abad,
mereka tidak pernah bersedia menceritakan tentang misteri yang
berhubungan dengan gunung-gunung itu kepada orang luar.<br />
<br />
Kalau
mereka berhasil mendekati apa yang diduga sebagai struktur raksasa
setinggi 45 kaki, lebar 75 kaki dan panjangnya sampai 450 kaki yang
sempat tersingkap akibat gelombang panas dahsyat yang melanda Eropa pada
musim panas yang baru lalu, itu berarti akan memperkuat dugaan
sebelumnya. <br />
<br />
Sebagian besar anggota tim penyelidik mengatakan, bahwa bagi mereka yang
memahami kitab Injil, jika keberadaan “Perahu Nabi Nuh” benar-benar
terbukti, maka itu akan menjadi simbol legendaris sepanjang sejarah
manusia, dan menjadi sebuah rekor perkembangan evolusi manusia. Seperti
diketahui kisah Nabi Nuh dan perahunya yang selamat dalam banjir besar
tercantum dalam Alkitab dan Al-Qur’an.<br />
<br />
<br />
PENEMUAN AWAL<br />
<br />
Sebenarnya, pencarian terhadap perahu Nabi Nuh sudah cukup lama
dilakukan. Setahun setelah terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi
dahsyat pada 2 Mei 1883 yang telah memorak-porandakan kampung di kaki
gunung Ararat, kerajaan Turki mengirim tim ekspedisi untuk melihat
akibat yang ditimbulkannya. Kapten Gayscoyne, duta Inggris di Istambul,
turut dalam ekspedisi itu. Saat itu mereka melihat “Perahu Nabi Nuh”.<br />
<br />
Menindak lanjuti temuan itu, pada 1917, Kaisar Rusia Tsar Nicholas II
telah mengirim 150 orang pakar dari berbagai bidang dan tentara untuk
mencari dan menyelidiki perahu Nabi Nuh. Setelah sebulan, tim ekspedisi
itu baru sampai ke puncak Ararat.<br />
<br />
Segala kesukaran telah
berhasil mereka lewati, dan akhirnya menemukan perahu Nuh tersebut.
Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin. Mereka
mencoba mengukur panjang perahu Nuh dan didapati berukuran panjang 500
kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki, sebagian lainnya tenggelam di
dalam salju.<br />
<br />
Hasil dari perjalanan itu dibawa pulang dan mau
diserahkan kepada Tsar, malangnya sebelum sempat melaporkan temuan itu
ke tangan kaisar, Revolusi Bolshevik Komunis (1917) meletus. Laporan itu
akhirnya jatuh ke tangan Jenderal Leon Trotsky. Sehingga sampai
sekarang masih belum diketahui, apakah laporan itu masih disimpan atau
dimusnahkan.<br />
<br />
Tahun 1957, beberapa pilot Angkatan Udara Turki
sempat menyelidiki puncak Ararat, dan mendapati obyek di Provinsi Agri
menunjukkan bentuk sebuah perahu. <br />
<br />
Namun, karena perang dingin Uni Soviet vs. AS, penemuan itu tidak
ditindaklanjuti dengan alasan “mencegah mata-mata AS mendekat”, Uni
Soviet melarang pesawat setiap negara memasuki di sekitar pegunungan
Ararat. Larangan itu baru dicabut pada 1982, dan sejak itu berbagai tim
ekspedisi mulai berdatangan lagi, namun tidak ada yang mampu
membuktikan.<br />
<br />
Baru kemudian pada 1995, analis gambar satelit
Amerika Bolsey Taylor mulai memperhatikan obyek misterius yang disebut
“keajaiban gunung Ararat” itu. Ia menghabiskan beberapa tahun lamanya,
mengumpulkan sejumlah besar gambar dari satelit, dan mengklasifikasi
foto satelit tersebut, akhirnya didapati, bahwa itu adalah sebuah benda
raksasa yang panjangnya 180 meter. <br />
<br />
Namun, mereka juga tidak
tahu persis benda apa sebenarnya, menurutnya bisa saja itu merupakan
benteng kuno Turki, atau mungkin reruntuhan sebuah pesawat, dan
kemungkinan juga itu adalah “Perahu Nabi Nuh”.<br />
<br />
Sekitar tiga
tahun lalu, seperti ditulis G. Joseph, arkeolog Ron Wyatt dan David
Fasold menyatakan telah menemukan pendaratan “Perahu Nabi Nuh”. Penemuan
ini menyatakan juga bahwa jejak itu tidak berada di puncak Ararat
tetapi sekitar 20 mil dari puncak Ararat, dekat sisi dari Turki dan
Iran. Tetapi mereka percaya bahwa pasti benar apa yang dikatakan Alkitab
bahwa bahtera Nuh mendarat di puncak Ararat.<br />
<br />
Pergeseran tanah
selama ribuan tahun, gempa bumi, adanya gunung baru, dapat mengakibatkan
bergesernya lokasi pendaratan tersebut dari puncak gunung Ararat ke
posisi sekarang. Lihat gambar berikut, adalah penandaan yang dilakukan
oleh para arkelog. Karena dengan mata telanjang, tanda tersebut sama
sekali tidak akan tampak. Penandaan tersebut diambil dari sebuah radar
khusus untuk mengidentifikasikan struktur tanah yang membentuk suatu
obyek.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0tD4hB7Wk05LRLD3fPy-Ie8ZA-dSlenRt_P5zyZA0_zdiNSlBrzToLw81BgepeEqn6OT982mZ9TxlU_y8tfZ63jrjieDbHaY1Y_cTXG0_CTJ9UVKneWaELjKyUGImqOmUhGDN5EAOdUA/s1600/kapal.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a></div>
Pengukuran
obyek yang ditandai mempunyai altitude 7.546 kaki. Panjangnya, 558
kaki, dan lebarnya 148 kaki. Ukuran tersebut hampir tepat seperti dalam
Alkitab di mana Allah memerintahkan Nuh untuk membuat suatu perahu yang
besar. Di sekitar obyek tersebut, juga ditemukan oleh Ron Wyatt sebuah
batu besar dengan lubang pahatan.<br />
<br />
Mereka percaya bahwa batu
tersebut adalah “drogue-stones”, di mana pada zaman dahulu biasanya
dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu.
Radar dan peralatan mereka menemukan sesuatu yang tidak lazim pada level
“iron oxide” atau seperti molekul baja. Struktur baja tersebut setelah
dilakukan penelitian bahwa jenis “vessel” ini telah berumur lebih dari
100.000 tahun, dan terbukti bahwa struktur dibuat oleh tangan manusia.
Mereka percaya bahwa itu adalah jejak pendaratan perahu Nuh.<br />
<br />
Disalin dengan sedikit ubahsuai dari : <a href="http://www.zuarxpdc.com/2011/03/misteri-penemuan-bahtera-nabi-nuhthe.html#ixzz1NQF8emBt" rel="nofollow nofollow" target="_blank">http://www.zuarxpdc.com/20<wbr></wbr><span class="word_break"></span>11/03/misteri-penemuan-bah<wbr></wbr><span class="word_break"></span>tera-nabi-nuhthe.html#ixzz<wbr></wbr><span class="word_break"></span>1NQF8emBt</a><br />
<br />
Lagi gambar dan atikel berkaitan : <a href="http://moeflich.wordpress.com/2007/11/24/perahu-nabi-nuh-ditemukan/" rel="nofollow nofollow" target="_blank">http://moeflich.wordpress.<wbr></wbr><span class="word_break"></span>com/2007/11/24/perahu-nabi<wbr></wbr><span class="word_break"></span>-nuh-ditemukan/</a><br />
<br />
Sesungguhnya orang yang beriman itu ialah orang yang apabila disebutkan
Allah akan gementar hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
(ayat-ayat Allah) akan bertambahlah iman mereka, dan kepada Rab (Tuhan)
mereka bertawakal. ( Surah an-Anfal : Ayat 2 )<br />
<br />
Wallahua'lam<span class="fcg"> </span><br />
</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-71935666862764210392011-10-17T10:23:00.000-07:002011-10-17T22:34:14.886-07:00Bukti Mukjizat Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi wassalam Membelah Bulan!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<span class="Apple-style-span" style="color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px; line-height: 14px;"><br /></span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwVfGzJPPSWUlCtnDXKfcNoEoqgWS2aLKz3RvYW4bsFpohZw10Gay4Pi7F_QgpVnCEXAENCMMSipko7LawK44P5KvP_WvpZVDYzc8OriMDwjNXO4pPyqYPbg_PpzADTlZPYdJgn6NZckM/s1600/rille_apollo10.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="281" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwVfGzJPPSWUlCtnDXKfcNoEoqgWS2aLKz3RvYW4bsFpohZw10Gay4Pi7F_QgpVnCEXAENCMMSipko7LawK44P5KvP_WvpZVDYzc8OriMDwjNXO4pPyqYPbg_PpzADTlZPYdJgn6NZckM/s400/rille_apollo10.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<span class="Apple-style-span" style="background-color: black; color: yellow;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;">Dalam Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab2 hadits yang terkenal lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum Rasulullah </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> shalallahu'alaihi wassalam</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> hijrah, berkumpullah tokoh2 kafir Quraiy, seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah dan Al ‘Ash bin Qail. Mereka meminta kepada nabi Muhammad </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> shalallahu'alaihi wassalam</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> untuk membelah bulan.<br /><br />Kata mereka, “Seandainya kamu benar2 seorang nabi, maka belahlah bulan menjadi dua.” Rasulullah </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> shalallahu'alaihi wassalam</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> berkata kepada mereka, “Apakah kalian akan masuk Islam jika aku sanggup melakukannya?” Mereka menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> shalallahu'alaihi wassalam</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> berdoa kepada Allah agar bulan terbelah menjadi dua.<br /><br />Rasulullah </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> shalallahu'alaihi wassalam</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> memberi isyarat dengan jarinya, maka bulanpun terbelah menjadi dua.<br /><br />Selanjutnya sambil menyebut nama setiap orang kafir yang hadir, Rasulullah </span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> shalallahu'alaihi wassalam</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"> berkata, “Hai Fulan, bersaksilah kamu. Hai Fulan, bersaksilah kamu.” Demikian jauh jarak belahan bulan itu sehingga gunung Hira nampak berada diantara keduanya.<br /><br />Akan tetapi orang2 kafir yang hadir berkata, “Ini sihir!” padahal semua orang yang hadir menyaksikan pembelahan bulan tersebut dengan seksama. Atas peristiwa ini Allah subhanawata'ala</span></b></span><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: black; color: yellow;"><b> menurunkan ayat Al Qur’an: ” Telah dekat saat itu (datangnya kiamat) dan bulan telah terbelah. Dan jika orang2 (kafir) menyaksikan suatu tanda (mukjizat), mereka mengingkarinya dan mengatakan bahwa itu adalah sihir.” (QS Al Qomar 54:1-2) Subhanallah.<br /><br /><br />* * *<br /><br /><br />Subhan ibn Abdullah Laem Chabang, 09/02/2005 . Telah Dekat Kiamat, Bulan Telah Terbelah Allah berfirman: “Sungguh telah dekat hari kiamat, dan bulan pun telah terbelah.” (Q.S. Al-Qamar: 1) Apakah kalian akan membenarkan ayat Al-Qur’an ini yang menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris? Di bawah ini adalah kisahnya.<br /><br />Dalam temu wicara di televisyen bersama pakar Geologi Muslim, Prof.Dr.Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah?<br /><br />Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut: Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan hal itu di University Cardif, Inggris bagian Barat. Para peserta yang hadir ber-macam2, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim.<br /><br />Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, ” Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah” mengandung mukjizat secara ilmiah?<br /><br />Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka hal itu adalah mukjizat yang terjadi pada masa Rasul terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi2 sebelumnya. Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits2 Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan hadits2 Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta’alaa benar2 maha berkuasa atas segala sesuatu.<br /><br />Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. ( sepertimana yang diceritakan di atas ) Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar.<br /><br />Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai Tuan, bolehkah aku menambahkan?”<br /><br />Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab:”Dipersilahkan dengan senang hati.”<br /><br />Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama2 (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna2 Al-Qur’an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku mem-buka2 terjemahan Al-Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya: “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah…” Aku bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu? Maka, aku pun berhenti membaca ayat2 selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan se-hari2.<br /><br />Akan tetapi Allah maha tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Suatu hari aku duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi antara seorang presenter Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut bercerita tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan.<br /><br />Presenter berkata, “Andaikan dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak gunanya.”<br /><br />Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Projek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik pada segi kedokteran, industri ataupun pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia2, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.”<br /><br />Dalam diskusi tersebut dibahas tentang turunnya astronot hingga menjejakkan kakinya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar.<br /><br />Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana yang begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan? ”<br /><br />Mereka pun menjawab, “Tidak! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.”<br /><br />Mendengar hal itu, presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai hingga demikian mahal taruhannya?” Mereka menjawab, ” Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali! Presenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batu2-an yang terpisah (katrena) terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Kami meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali!”<br /><br />Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, ” Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, ‘Mukjizat (kehebatan) benar2 telah terjadi pada diri Muhammad shallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar2 telah meng-olok2 AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, hingga 100 juta dollar, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin! Agama Islam ini tidak mungkin salah… Lalu aku pun kembali membuka Mushhaf Al-Qur’an dan aku baca surat Al-Qamar. Dan saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.”</b></span><br /><br /><br /><b><span class="Apple-style-span" style="background-color: black; color: yellow;">Disalin dengan sedikit pengubahan dari</span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;"> </span><a href="http://kharda.wordpress.com/2009/02/19/mukjizat-nabi-muhammad-saw-membelah-bulan/" rel="nofollow nofollow" style="cursor: pointer; text-decoration: none;" target="_blank"><span class="Apple-style-span" style="color: blue;">http://kharda.wordpress.co<wbr></wbr><span class="word_break" style="display: inline-block;"></span>m/2009/02/19/mukjizat-nabi<wbr></wbr><span class="word_break" style="display: inline-block;"></span>-muhammad-saw-membelah-bul<wbr></wbr><span class="word_break" style="display: inline-block;"></span>an/</span></a></span></b></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #333333; font-family: 'lucida grande',tahoma,verdana,arial,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"><br /></span><br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: #ccddbb; color: #333333; font-family: Verdana,sans-serif; font-size: 11px; line-height: 14px;"></span><br />
<br />
<div align="justify">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="background-attachment: scroll; background-color: transparent; background-position: 0% 0%; background-repeat: no-repeat no-repeat; line-height: 1.3em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">
</div>
</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-56702178476412385872011-10-15T19:50:00.000-07:002011-10-15T20:10:05.925-07:00Peledakan demi peledakan… Inikah Jihad ??<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv2IyGTcKfs3O5ehHuwB5fa6miqtfiw2kNztAViM9cfg4DO5-ERBt6tGjYN1g24YgXPf-1-sQClDpm1c-dliVsXxihJEgifwbNbaKqcYTBhSvDErYR4jwFEmbLwomolb8MtDWo2GgaoYk/s1600/bom.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhv2IyGTcKfs3O5ehHuwB5fa6miqtfiw2kNztAViM9cfg4DO5-ERBt6tGjYN1g24YgXPf-1-sQClDpm1c-dliVsXxihJEgifwbNbaKqcYTBhSvDErYR4jwFEmbLwomolb8MtDWo2GgaoYk/s320/bom.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<div style="margin-bottom: 4.5pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 4.5pt;">
<div style="line-height: 21.6pt;">
<span class="Apple-style-span" style="background-color: #f7fff7; color: white; font-family: 'Lucida Grande', Arial, verdana, Helvetica, sans-serif; line-height: 17px;"></span></div>
<div style="color: black; line-height: 21.6pt; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong></strong></span></div>
<div style="line-height: 21.6pt; margin-bottom: 4.5pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 4.5pt;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Bismillah...banyaknya
fitnah dan kebodohan akan ilmu agama menyebabkan banyak manusia yang mempelajari islam
setengah-setengah (tidak kaffah)...." <span class="apple-style-span" style="font-size: medium;"><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: red; background-image: initial; background-origin: initial; font-family: Tahoma, sans-serif; font-size: 10pt;">"Ahlus Sunnah itu adalah ummat
pertengahan....tidak bermudah-mudahan dan tidak melampaui batas.Ahlus
Sunnah itu bersikap dengan ilmu bukan dengan zhon bukan pula dengan taqlid."</span></span><span style="font-size: 13.5pt;"><o:p></o:p></span></strong></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: Tahoma, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 14px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">---------------------------------------</span>::Simak Wacana Berikut Ini::<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">--------------------------------------</span></b></span></span><br />
<div style="line-height: 21.6pt;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;">
</span></span></div>
<div style="line-height: 21.6pt; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Sebagian orang yang terpengaruh dengan paham Khawarij menyangka bahwa semua tindak teror tersebut adalah ibadah jihad</strong> yang mendapatkan ganjaran pahala yang amat besar di sisi Allah -<em>Azza wa Jalla</em>-. Tapi, <strong><em>demikiankah jihad??!</em></strong><span id="more-597"></span></span></span></div>
<div style="line-height: 21.6pt;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium;">
</span></div>
<div style="line-height: 21.6pt; margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;">Para pembaca yang budiman, apa yang dilakukan oleh para teroris tersebut bukanlah jihad sedikitpun!! Bahkan ia adalah sebuah bentuk pemberontakan kepada pemerintah muslim, dalam hal ini Bapak <strong>SBY</strong> –<em>semoga Allah selalu memberinya petunjuk dan kekuatan</em>-. Sedangkan pemberontakan kepada seorang pemerintah muslim adalah amat haram!!!</span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;">Kalian jangan tertipu dengan pengakuan batil mereka yang menyatakan bahwa perbuatan mereka adalah <strong>JIHAD</strong>, walaupun mereka menghiasi perbuatan batil mereka dengan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang JIHAD. Demikianlah kebiasaan buruk mereka dari zaman ke zaman, mereka senantiasa berdalih dengan ayat atau hadits, padahal ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut menjadi bumerang atas diri mereka yang tidak menempatkannya pada tempatnya. Sebab ayat-ayat atau hadits-hadits JIHAD menjelaskan bahwa jihad yang dimaksudkan adalah <strong>JIHAD bersama pemerintah</strong> dan atas izinnya, bukan kembali kepada ide dan hawa nafsu setiap orang, walaupun ia melantik dirinya sebagai <strong><em>"MUJAHIDIN"</em></strong>!!!</span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thohawiy</strong><em>-rahimahullah-</em> berkata saat menyebutkan aqidah Ahlus Sunnah,<em>"Haji, dan jihad akan terus berjalan bersama pemerintah dari kalangan kaum muslimin, yang baik maupun yang fajir sampai tegaknya hari kiamat, tak akan dibatalkan dan digugurkan oleh sesuatu apapun". </em>[Lihat <strong><em>Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah</em></strong> (hal. 50)]</span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;">Para teroris menganggap perbuatan mereka merupakan perbaikan yang membawa kemaslahatan.<strong>Ini adalah sangkaan batil</strong>, sebab bagaimana mungkin suatu perusakan dikatakan perbaikan. Cukuplah kerusakan dari tindak jahat mereka tersebut, jauhnya manusia dari Islam, dan banyaknya persangkaan buruk kepada Islam beserta pemeluknya. Belum lagi akibat buruk lainnya, berupa sempitnya gerak dakwah Islam di berbagai tempat. Mereka inilah yang disebutkan oleh Allah -<em>Azza wa Jalla</em>- di dalam firman-Nya,</span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;">
</span><br />
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;"><span class="Apple-style-span" style="color: white;"><em>"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya dalam kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. Padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk <strong>mengadakan kerusakan </strong><strong>padanya</strong>, dan membinasakan tanaman-tanaman dan binatang ternak. Sedangkan Allah tidak menyukai kerusakan. Dan apabila dikatakan kepadanya: <strong>"Bertakwalah kepada Allah"</strong>, maka bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah baginya neraka jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya".</em><strong> (Al-Baqoroh : 204-206)</strong></span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-size: medium; line-height: 21.6pt;">
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Ketika menafsirkan ayat ini, <strong>Ahli Tafsir Jazirah Arab, Al-Imam Abdur Rahman Ibn Nashir As-Sa’diy</strong>-<em>rahimahullah</em>- berkata, <em>"Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa ucapan-ucapan yang muncul dari orang-orang, bukanlah dalil tentang kejujuran atau kedustaan, kebajikan atau kefajiran sampai ada perbuatan yang membenarkan ucapannya atau membersihkannya. Seyogyanya menguji kondisi orang-orang yang memberi kesaksian, para pejuang kebenaran, dan para pejuang kebatilan dari kalangan manusia dengan meneliti perbuatan-perbuatan mereka, memperhatikan korelasi-korelasi dari kondisi mereka, serta jangan tertipu dengan kecohan mereka, dan penyucian mereka terhadap diri mereka sendiri". </em>[Lihat <strong><em>Taisir Al-Karim Ar-Rahman min Kalam Al-Mannan </em></strong>(hal. 94) oleh As-Sa'diy]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Seorang teroris (walaupun ia mengaku sebagai <strong><em>"mujahid"</em></strong>) jika niatnya ingin melakukan perbaikan di muka bumi dengan tindak terornya, maka ucapannya tidak boleh kita benarkan begitu saja, sebab apa yang mereka lakukan bukanlah sesuatu yang benar, bahkan perbuatan batil. Mana ada dalil dalam Al-Qur’an atau Sunnah yang menyatakan bahwa jihad boleh dikumandangkan tanpa ada izin dari pemerintah muslim?! Mana hujjahnya (dalil) bahwa membunuh orang kafir mu’ahad atau musta’min atau kafir dzimmi adalah sesuatu yang dibenarkan?! Tolong datangkan dalilnya -<span style="font-size: medium;"><strong>wahai para teroris</strong></span>- bahwa jihad adalah membunuh kaum muslimin?!</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Semua pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan mampu dijawab oleh kaum <strong>KHAWARIJ-TERORIS</strong>, kecuali mereka harus berdusta dan menipu kaum muslimin dengan silat lidah mereka yang licik.</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Membunuh orang-orang kafir di luar medan jihad, dan tanpa ada izin dari pemerintah adalah perbuatan kezhaliman di sisi Allah, sebab perbuatan itu akan melahirkan kerusakan besar bagi kaum muslimin. Inilah yang pernah dikatakan oleh Allah -<em>Azza wa Jalla</em>- dalam firman-Nya,</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong><em>“</em></strong><em> Oleh Karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi".</em><strong>(QS. Al-Maa’idah: 32)</strong></span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Inilah hukum yang Allah tetapkan bagi Bani Isra’il, suatu kaum yang suka membunuh manusia. Perlu diketahui bahwa hukuman dan ancaman dalam ayat ini tidak terkhusus bagi Bani Isra’il, tapi mencakup semua umat. Hanya saja Allah mengaitkan ayat ini dengan Bani Isra’il, karena mereka adalah kaum jahat yang amat gemar membunuh manusia, sampai para nabi-nabi pun mereka bunuh.</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Ulama Negeri Yaman, <strong>Al-Imam Muhammad Ibn Ali Asy-Syaukaniy</strong> -<em>rahimahullah</em>- berkata, <em>"Allah menyebutkan Bani Isra’il secara khusus, karena konteks ayat menyebutkan kejahatan-kejahatan mereka (Bani Isra’il); karena mereka umat pertama yang turun atasnya ancaman dalam hal pembunuhan jiwa. Lantaran itu, lahirlah kecaman keras atas mereka, karena seringnya mereka menumpahkan darah, dan seringnya membunuh para nabi".</em> [Lihat <strong>Fath Al-Qodir</strong> (2/298)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Jika orang-orang kafir tinggal bersama kaum muslimin (kafir <em>dzimmi</em>) atau masuk ke negeri kita (kafir <em>mu’ahad</em> atau <em>musta’min</em>) dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah kita, maka kita tidak boleh menzhalimi mereka dan menyakitinya, kecuali jika ia melakukan pelanggaran, maka ia diberi hukuman setimpal dengan perbuatannya. Namun hukuman tersebut tidak dilakukan oleh orang perorangan, tapi kembali kepada pemerintah.</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Selain kafir <em>harbi</em> (yang memerangi kaum muslimin), orang-orang kafir tersebut di atas (kafir<em>dzimmi</em>, <em>mu’ahad</em>, dan <em>musta’min</em>) tidak boleh kita bunuh, dan tidak boleh pula dizhalimi. Inilah yang pernah dipraktekkan oleh Nabi -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>- dan para sahabatnya -<em>radhiyallahu anhum</em>-. Kaum kafir di zaman Nabi -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>- banyak yang keluar masuk ke negeri Madinah dan Makkah, tapi tak ada sejarahnya Nabi -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>- membunuh atau menzhalimi mereka. Adapun kafir harbi atau kaum Yahudi (Bani Isra’il) yang suka membatalkan isi perjanjian, maka Nabi -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>- memerangi mereka demi mencapai kemaslahatan dan menciptakan keamanan. Sebab mereka adalah kaum yang suka berbuat onar sebagaimana juga yang anda lihat sampai hari ini di Negeri Palestina –<em>semoga Allah membersihkannya dari cengkeraman zhalim Bani Isra’il</em>-.</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Di dalam sebuah hadits, Nabi -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>- bersabda dalam menjelaskan bahwa orang-orang kafir (selain kafir harbi) tidak boleh dibunuh,</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span style="font-size: medium;"><strong><span style="color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, serif;">مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا</span></strong></span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><em>"</em><em> Barangsiapa yang membunuh kafir mu’ahad, ia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan 40 tahun</em><em> "</em><em> .</em> [HR. Al-Bukhary dalam <strong><em>Shohih</em></strong>-nya (3166)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Nabi <em>-Shollallahu ‘alaihi wasallam-</em> bersabda,</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span style="color: white; font-size: medium;"><strong><span style="font-family: 'Times New Roman', Times, serif;">أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهَدًا أَوْ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ</span></strong><strong></strong></span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><em>“Ingatlah, siapa yang menzholimi seorang kafir mu’ahad, merendahkannya, membebani di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya, tanpa keridhoan dirinya, maka saya adalah lawan bertikainya pada hari kiamat </em>[HR. Abu Dawud dalam <strong><em>As-Sunan</em></strong> (3052). Hadits ini di-<em>shohih</em>-kan oleh Al-Albaniy dalam <strong><em>Ash-Shohihah</em></strong> (445)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Hadits ini adalah dalil bantahan atas para teroris yang semena-mena mengganggu orang-orang kafir, seperti menyakitinya, menakut-nakutinya, menghalalkan harta mereka, bahkan membunuh mereka sebagaimana yang terjadi di Legian, Bali, dan daerah lainnya.</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Abdur Ra’uf Al-Munawiy Asy-Syafi’iy </strong>-<em>rahimahullah</em>- berkata ketika menerangkan hadits yang semakna dengan hadits di atas, <em>"Orang kafir yang diberi jaminan keamanan (oleh pemerintah muslim), dan orang mukmin, tidak boleh diganggu jiwa, anggota badan, dan hartanya selama masih ada ikatan perjanjian dan jaminan keamanan. Bagi permasalahan ini ada syarat-syarat dan hukum-hukumnya yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab furu’ (fiqih)".</em> [Lihat <strong><em>Faidhul Qodir</em></strong> (6/318)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Jadi, menganggu, dan menzhalimi kaum kafir tersebut –apalagi membunuhnya- adalah perkara yang diharamkan oleh Allah dan Rasulullah -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>-. Bukan seperti yang dipahami oleh para teroris-Khawarij bahwa semua jenis orang kafir boleh dibunuh. Demi Allah, ini adalah bukti kedunguan dan kedangkalan akal mereka. [Lihat <strong><em>Badzl An-Nushhi wa At-Tadzkir li Baqoya Al-Maftunin bi At-Takfir wa At-Tafjir</em></strong> (hal. 42-43) karya Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad, cet. Mathba'ah Safir, 1426 H]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Para pembaca budiman, para teroris dalam aksi kejinya, bukan hanya menzhalimi dan membunuh orang kafir saja, tapi KAUM MUSLIMIN pun tak lepas darinya. Membunuh seorang muslim dengan sengaja, dan tanpa alasan syar’iy merupakan dosa besar yang mendapatkan lima ancaman dalam sebuah nas ayat,</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><em>“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya”.</em> (<strong>QS. An-Nisa`: 93</strong>)</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Ibnu Nashir As-Sa’diy</strong> berkata, <em>"Tak ada ancaman yang lebih besar dalam semua jenis dosa besar, bahkan tidak pula semisalnya dibandingkan ancaman ini, yaitu pengabaran bahwa balasan orang yang membunuh adalah Jahannam. Maksudnya, cukuplah dosa yang besar ini saja untuk dibalasi pelakunya dengan Jahannam, beserta siksaan yang besar di dalamnya, kerugian yang hina, murkanya Al-Jabbar (Allah), luputnya keberuntungan, dan terjadinya kegagalan, dan kerugian. Kami berlindung kepada Allah dari segala sebab yang menjauhkan dari rahmat-Nya".</em> [Lihat <strong><em>Taisir Al-Karim </em></strong>(hal.193-194)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Lihatlah pembaca yang budiman!! Allah mengancamnya di dalam ayat ini dengan neraka Jahannam dan tidak sampai disitu saja, bahkan ia akan lama di dalamnya, Allah murka kepadanya, mengutuknya dan menyediakan siksa yang pedih baginya. Tak heran jika Nabi <em>-Shollallahu ‘alaihi wasallam-</em> bersabda,</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span style="font-size: medium;"><strong><span style="color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, serif;">لَزَوَالُ لدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ</span></strong></span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><em>“Sungguh hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh seorang muslim”.</em> [HR. At-Tirmidzy dalam <strong><em>As-Sunan </em></strong>(1399), dan An-Nasa`iy dalam <strong><em>As-Sunan </em></strong>(7/82). Hadits ini di-<em>shohih</em>-kan oleh Syaikh Al-Albany dalam <strong><em>Ghoyatul Maram</em></strong> (4390)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Para pembaca yang budiman, saking bodohnya para teroris tersebut, mereka rela membunuh diri dengan bom. Padahal Nabi -<em>Shallallahu alaihi wa sallam</em>- bersabda,</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span style="font-size: medium;"><strong><span style="color: white; font-family: 'Times New Roman', Times, serif;">وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ فِي الدُّنْيَا عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ</span></strong></span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><em>"Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka kelak ia akan disiksa dengan sesuatu tersebut pada hari kiamat". </em>[HR. Al-Bukhoriy (no. 6047), dan Muslim (no. 176)]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Semua ayat-ayat dan hadits-hadits di atas meruntuhkan persangkaan batil para teroris-Khawarij yang menyatakan bahwa tindak teror dan peledakan yang mereka lakukan adalah JIHAD!!! Padahal bukan jihad, bahkan perusakan, bunuh diri dan mati konyol !!!</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Ulama Negeri Madinah, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad</strong> -<em>hafizhohullah</em>- berkata setelah peledakan di kota Riyadh yang dilakukan oleh para teroris, <em>"Peristiwa peledakan yang telah terjadi termasuk perkara yang amat buruk dalam hal kejahatan dan perusakan di muka bumi. Perkara yang lebih buruk lagi, setan menghias-hiasi bagi para teroris yang telah melakukan perbuatan itu bahwa perbuatan jahat itu adalah JIHAD. Berdasarkan akal dan agama apakah sehingga JIHAD bisa berupa bunuh diri, membunuh kaum muslimin, dan kaum kafir yang mendapatkan jaminan keamanan, menakut-nakuti masyarakat, membuat para wanita menjadi janda, anak-anak menjadi yatim, merobohkan bangunan bersama orang-orang ada di dalamnya".</em> [Lihat <strong><em>Bi Ayyi Aqlin wa Diin Yakunu At-Tafjir wa At-Tadmir Jihadan?!</em></strong> (hal. 16), oleh Syaikh Al-Abbad]</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;">Mereka berteriak ketika kaum kuffar <strong>AS</strong> dan sekutunya membantai jutaan kaum muslimin dengan menyatakan bahwa nyawa seorang muslim itu sangat mahal di sisi Allah. Namun di sisi lain, mereka sendiri ternyata juga turut menumpahkan darah kaum muslimin. Parahnya lagi, kesalahan tersebut berusaha ditutupi dan dibenarkan dengan berjuta dalih: <strong><em>“Ini kan jihad”, </em></strong>dan <strong><em>“Mereka mati syahid”. </em></strong>Seorang yang membunuh dirinya, membunuh kaum muslimin, atau kaum kafir yang tak layak dibunuh, merusak harta benda orang lain, dan membangkang melawan pemerintah.<strong><em>Demikiankah jihad?!</em></strong> Sama sekali bukan jihad, tapi ia adalah teror dan pemberontakan yang diharamkan dalam Islam!!</span></div>
<div style="margin-bottom: 10px; margin-top: 10px;">
<div style="text-align: center;">
<span class="Apple-style-span" style="color: white;"><strong>Sumber : </strong><em>Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 125 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). </em></span></div>
</div>
</span><br />
<div style="line-height: 21.6pt;">
</div>
</div>
</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-38843487299766183932011-10-07T21:17:00.000-07:002011-10-07T21:22:19.952-07:00Majelis Ilmu Ummu Salamah Al Wadi’iyyah (Istri Asy Syaikh Muqbil Al Wadi’i)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP-4FWh1EGKxRKDrG-01d-R1Qrwf-zapkBC0rBnpqvLopjLlwJfkPB3JqamGdQbivwaWtH0BmC5h5Cd7TtkI4l5MRWxrnggShg7QDXAq0FjNSzKTSQEm7qin0HM9S6kr00sXPH34XRoDE/s1600/darul+hadis%252C+dammaj.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="246" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP-4FWh1EGKxRKDrG-01d-R1Qrwf-zapkBC0rBnpqvLopjLlwJfkPB3JqamGdQbivwaWtH0BmC5h5Cd7TtkI4l5MRWxrnggShg7QDXAq0FjNSzKTSQEm7qin0HM9S6kr00sXPH34XRoDE/s320/darul+hadis%252C+dammaj.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bismillaah....</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ummu Mujahid Khadijah, salah seorang
akhawat yang pernah belajar di majelis Ummu Salamah (seorang ‘alimah
Yamaniyyah yang merupakan istri dari mendiang Asy Syaikh Muqbil bin Hadi<i> rahimahullah</i>)<span id="more-692"></span> pada tahun 1424 H pernah menuturkan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Waktu
itu kami hadir di majelisnya Ummu Salamah. Ruangan tempat kami belajar
di masjid tidaklah terlalu besar, namun penuh dengan akhawat yang ingin
mengambil ilmu dari Ummu Salamah. Ya, kami datang ke sana bukanlah
karena beliau (Ummu Salamah), tapi karena beliau adalah seorang yang
berilmu, dan berkenan untuk membagi ilmunya dengan akhawat yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Ummu
Salamah adalah seorang ulama wanita yang belajar langsung dari Asy
Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, suaminya, yang juga salah seorang
ulama besar Islam di masa kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau
masuk ke dalam masjid dengan penampilan yang biasa-biasa saja, sama
dengan akhawat lainnya. Tidak ada yang istimewa dengan penampilan
beliau. Beliau lalu shalat dua rakaat, lalu duduk di dekatku dan
putriku, Sukhailah.</div>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Perkara lainnya yang membuatku takjub adalah pelajaran yang beliau berikan. <span style="text-decoration: underline;"><i>Para
akhawat sering terjebak dengan stigma bahwa akhwat itu hanya
mempelajari tema-tema yang berkaitan dengan wanita seperti pernikahan,
keluarga, fiqih haid, pendidikan anak, masalah hijab, dll.</i></span> Padahal, seluruh perkara di dalam agama itu berkaitan dengan wanita secara langsung, apalagi aqidah.</div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Di <i>dars (pelajaran)</i>, beliau mengajari para akhawat <i>khauf</i> dan <i>raja’</i>, yaitu rasa takut dan berharap kepada Allah <i>‘azza wajalla</i>.
Beliau mengingatkan bahwa Allah mengawasi kita dan tahu apa yang kita
kerjakan walaupun kita merasa sendirian, tanpa ada orang yang melihat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah
beliau menyelesaikan pemberian materi, akhawat pun menulis pertanyaan
kepada beliau. Satu hal yang kembali membuatku takjub, ternyata
permasalahan akhawat itu di mana-mana hampir sama. Mereka bertanya
tentang shalat, thaharah, aqidah dan perkara yang lainnya.</div>
<blockquote>
<div style="text-align: justify;">
Ada juga seorang pertanyaan dari seorang ukhti yang kuliah di sebuah Universitas di kota Shan’a tentang <span style="text-decoration: underline;"><i>kondisi studinya yang bercampur antara mahasiswa dan mahasiswi di suatu ruangan</i></span>. Ummu Salamah pun menjawab dengan tegas bahwa <b>perkara tersebut haram</b> dengan membawakan dalil-dalilnya. Aku masih ingat <i>ukhti</i> yang bertanya tersebut hampir saja meneteskan air mata mendengar jawaban Ummu Salamah. <span style="text-decoration: underline;"><i>Dia pun mengatakan akan mencari jalan yang lain untuk mendapatkan ilmu</i>.</span></div>
</blockquote>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Selesai
majelis, aku dan putriku Sukhailah pun berbincang-bincang dengan Ummu
Salamah. Beliau adalah sosok yang baik dan ramah. Perkara pertama yang
beliau tanyakan adalah di mana kami belajar agama. Beliau pun memberikan
semangat kepada kami untuk senantiasa menuntut ilmu sebisa mungkin dan
di mana pun kami berada.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau
pun lalu melayani semua akhwat yang ingin berbicara kepada beliau dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka sebelum akhirnya beliau
berpamitan. Demikianlah Ummu Salamah wahai para akhawat. Alhamdulillah…</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku
nasehatkan pada diriku dan kepada para akhawat untuk senantiasa
menuntut ilmu agama ini. Dengannya kita akan mengetahui indahnya syariat
dan melahirkan qalbu yang tenang dan selalu <i>fresh</i>, serta membuat kita mensyukuri anugerah Islam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: white;">‘</span></div>
<div style="text-align: justify;">
_______________</div>
<div style="text-align: justify;">
Maroji’ :</div>
<ol style="color: white; text-align: justify;">
<li>Blog Thuwailibul Ilmi (Status Facebook dari <a href="http://www.facebook.com/home.php?sk=group_223352947680038&ap=1#%21/wira.mandiri" target="_blank">Al Akh Wira Mandiri Bachrun</a> <i>hafizhahullah</i> <i>(Penuntut Ilmu di Darul Hadits Syihr Yaman, markiz Asy Syaikh ‘Abdullah Al Mar’i hafizhahullah) </i>yang beliau terjemahkan dari <i><a href="http://www.turntoislam.com/forum/attachment.php?s=8376a6848512ee584eb27a929b1b6bfd&attachmentid=5808&d=1241631172" target="_blank">List of Female Students of Shaikh Muqbeel</a> </i>karya Umm Mujahid Khadijah Bint Lacina.)</li>
</ol>
</div>
Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-83586173373201087312011-09-01T03:30:00.000-07:002011-09-01T03:31:24.142-07:00Memaknai "Idul Fithri" dengan "Kembali kepada fithrah (kembali suci)", adalah SALAH KAPRAH, baik secara lughah maupun syara'.<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhZ2ItNMray5btDWXciJh3kMUkMiFDGVKkSNjNEv49kwh4PDhSA5SVYk7nCD2RyqGO8gxh2Ncx3BdRajDAdPCmZusCPWcK6AugPg6I2I098Vw9VUieKQkPAJAiWhiEMt_8ygbcmVC9cDY/s1600/selamat-idul-fitri.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="232" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhZ2ItNMray5btDWXciJh3kMUkMiFDGVKkSNjNEv49kwh4PDhSA5SVYk7nCD2RyqGO8gxh2Ncx3BdRajDAdPCmZusCPWcK6AugPg6I2I098Vw9VUieKQkPAJAiWhiEMt_8ygbcmVC9cDY/s320/selamat-idul-fitri.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
Kesalahan memaknai Idul Fithri dengan "Kembali kepada Fithrah (kembali suci)", dapat dijelaskan sebagai berikut:<br />
<br />
I. Kesalahan Secara Lughah (Bahasa)<br />
<br />
Kata "Fithri" dalam Idul Fithri, diambil dari lafazh "fithru/ifthaar", yang artinya menurut bahasa adalah berbuka (berbuka puasa jika terkait dengan puasa).<br />
<br />
Jadi, Idul Fithri artinya "hari raya berbuka puasa". Yakni, hari di mana kita kembali berbuka (tidak puasa lagi) setelah selama sebulan berpuasa. Fithri di sini ditulis dengan huruf "fa-tha-ra"<br />
<br />
Adapun kata Fithrah yang juga memiliki arti suci, ditulis dengan huruf "fa-tha-ra dan ta marbuthah".<br />
<br />
Sedangkan kata Fithri yang dipakai dalam kata Idul Fithri adalah yang ditulis denga huruf"fa-tha-ra" (ﻒﻄﺮ) yang berarti berbuka. Dari sini sudah jelas kesalahan mereka yang memaknai Idul Fithri secara lughah (bahasa).<br />
<br />
II. Kesalahan Secara Syara'<br />
<br />
Makna Idul Fithri telah dijelaskan secara syara' oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits berikut:<br />
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ"<br />
Puasa itu pada hari (ketika) kalian semua berpuasa, Idul Fithri pada hari ketika kalian semua ber-Idul Fithri (berbuka)dan Idul Adha ketika kalian semua ber-Idul Adha (menyembelih/berkurban)."<br />
<br />
[Hadits Riwayat at-Tirmidzi dalam Sunannya (no: 633), dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah ash-Shahihah (no: 224)].<br />
<br />
Hadits di atas dengan tegas menyatakan bahwa Idul Fithri ialah hari raya di mana kita kembali berbuka puasa (tidak berpuasa lagi setelah selama sebulan berpuasa).<br />
<br />
Oleh karena itu, disunahkan makan terlebih dahulu pada pagi harinya, sebelum kita pergi ke tanah lapang untuk mendirikan shalat 'Ied. Supaya umat mengetahui bahwa Ramadhan telah selesai dan hari ini adalah hari kita berbuka bersama-sama. Itulah arti Idul Fithri.Demikian pemahaman dan keterangan ahli-ahli ilmu dan TIDAK ADA KHILAF di antara mereka.<br />
<br />
Bukan artinya "kembali kepada fithrah (suci)", karena kalau demikian niscaya terjemahan hadits menjadi:<br />
"Al-Fithru (suci) itu ialah pada hari ketika kalian semua bersuci."<br />
Tidak ada yang menterjemahkan dan memahami demikian kecuali orang-orang yang benar-benar Jahil tentang Dalil-dalil Sunnah dan lughah/bahasa.<br />
<br />
Adapun ucapan yang diucapkan oleh kaum muslimin ketika mereka bertemu di hari ied adalah "Taqobbalallaah minnaa wa minkum" bukan minal aidzin wal faidzin seperti yang banyak di lakukan oleh kaum muslimin kebanyakan sekarang ini karena itu pula yang di contohkan para sahabat Rosulullaah shallallaahu 'alaihi wasallam.<br />
<br />
Dari Jubair bin Nufair rahimahullaah berkata:"dahulu para shahabat Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wasallam radhiyallaahu 'anhum jika mereka bertemu pada hari 'ied,sebagian mereka berkata kepada sebagian yg lainnya 'taqabbalallaah minnaa wa minkum (dihasankan oleh As-Suyuuthii di Wushuul Al-Amaani Bi Ushuul At-Tahaanii hal 57 dan Asy-Syaikh Albani di Tamaam Al-Minnah hal 355 rahimahumullaah).<br />
<br />
Ucapan Selamat Pada Hari Raya oleh : Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi<br />
<br />
بسم الله الرحمن الرحيمالتهنئة يوم العيدلا أعرف في ذلك شيئا عن السلف إلا أن يكون مبادلة للتهنئة بالتهنئة. وكان أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يتبادلون التهاني يأخذ بعضهم بيد بعض ويهني بعضهم بعضا. وقد ذكر ذلك ابن قدامة في المغني 3/294-295 :"قال أحمد, -رحمه الله-: ولا بأس أن يقول الرجل للرجل : يوم العيد: تقبل الله منا ومنك, وقال حرب: سئل أحمد عن قول الناس في العيدين تقبل الله منا ومنكم قال: لا بأس به, يرويه أهل الشام عن أبي أمامة قيل: واثلة بن الأسقع؟ قال: نعم, قيل: فلا تكره أن يقال هذا يوم العيد قال: لا, وذكر ابن عقيل في تهنئة العيد أحاديث منها, أن محمد بن زياد قال: كنت مع أبي أمامة الباهلى وغيره من أصحاب النبي - صلى الله عليه وسلم- فكانوا إذا رجعوا من العيد يقول بعضهم لبعض تقبل الله منا ومنك, وقال أحمد: إسناد حديث أبي أمامة إسناد جيد وقال علي بن ثابت: سألت مالك بن أنس منذ خمس وثلاثين سنة وقال: لم نزل نعرف هذا بالمدينة, وروي عن أحمد أنه قال: لا أبتدى به أحدا, وإن قاله أحد رددته عليه". وبالله التوفيق.أملى هذه الفتوىفضيلة الشيخ أحمد بن يحيى النجميبسم الله الرحمن الرحيم<br />
<br />
Ucapan Selamat Pada Hari Raya<br />
Syaikh kami Mufti KSA bagian selatan Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhahullah<br />
berkata : “Saya tidak mengetahui tentang hal tersebut dari salaf sedikit-pun selain dalam rangka saling mengucapkan selamat.<br />
<br />
Dahulu para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saling mengucapkan selamat. Sebagian mereka menggandeng tangan sebagian lainnya dan saling mengucapkan selamat.<br />
<br />
Ibnu Qudamah menyebutkan hal tersebut dalam Al Mughni 3/294-295 :<br />
“Ahmad rahimahullah berkata : “Tidak mengapa seseorang mengucapkan taqabbalallahu minna waminkum terhadap saudaranya pada hari raya”.<br />
<br />
Harb berkata : Ahmad pernah ditanya tentang ucapan manusia taqabbalallahu minna waminkum pada dua hari raya. Dia menjawab : “Tidak mengapa. Salah seorang penduduk Syam meriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili”.<br />
<br />
Ditanyakan : (Apakah) Watsilah bin Al Asqa’ ? Ahmad menjawab : “Ya”. Ditanyakan : Apakah anda tidak memakhruhkan ucapan ini diucapkan pada hari raya ?<br />
Ahmad menjawab : “Tidak”.Ibnu ‘Aqil menyebutkan beberapa hadits tentang ucapan selamat pada hari raya,<br />
<br />
diantaranya adalah bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : Saya pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dahulu apabila mereka kembali dari berhari raya, mereka saling mengucapkan taqabbalallahu minna waminka.<br />
Ahmad berkata : “Isnad hadits Abu Umamah adalah isnad yang baik.<br />
<br />
Ali bin Tsabit berkata : “Saya bertanya kepada Malik bin Anas sejak 35 tahun yang lalu dan dia menjawab : “Kami selalu mengetahui hal ini di Madinah”.<br />
<br />
Dan diriwayatkan dari Ahmad bahwa dia berkata : “Saya tidak memulai untuk mengucapkan salam kepada seorang-pun, tetapi jika ada seseorang mengucapkannya, maka aku balas dengan balasan serupa”.<br />
<br />
Selesai.<br />
<br />
Wabillahit-taufiq.<br />
Yang mendikte fatwa ini Yang mulia Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi<br />
(ttd)09 Syawal 1428 H<br />
Alih bahasa olehAbu Abdillah Muhammad Yahya<br />
09 Syawal 1428 H/20 Oktober 2007<br />
Nijamiyah-Shamithah-JazanSumber : salafi-indonesia@yahoogroups.com</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-64429622336377962712011-08-30T00:23:00.000-07:002011-08-30T00:23:45.535-07:00Orang Yang Melihat Hilal Sendirian, Apa Yang Wajib Dia Lakukan?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSMa5dOOZVYRKJCsKyTpbZ3rAO-LDhhh8AEaeB-3JvT-jlpmo2Pd_SG8jCOEDXrdHjJ0FHgb0dlWFEizn4I6Dck064-DHyuNd6ZpqK3oTDGvMx3htT7REKCKOiOJH6sW6Svz-K_Mk_Xd8/s1600/ramadhan-mubarak1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="216" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSMa5dOOZVYRKJCsKyTpbZ3rAO-LDhhh8AEaeB-3JvT-jlpmo2Pd_SG8jCOEDXrdHjJ0FHgb0dlWFEizn4I6Dck064-DHyuNd6ZpqK3oTDGvMx3htT7REKCKOiOJH6sW6Svz-K_Mk_Xd8/s320/ramadhan-mubarak1.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;"><span data-jsid="text"> </span></div><br />
<br />
<span data-jsid="text">Misalnya dia melapor ke pemerintah bahwa dia melihat hilal akan tetapi pemerintah tidak menerima persaksiannya. Kalau yang dia lihat adalah hilal ramadhan maka ada dua pendapat di kalangan ulama:<br />
<br />
1. Wajib atasnya berpuasa walaupun dia sendirian. Ini adalah mazhab Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad dan mayoritas ulama. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Imam Ash-Shan’ani dan Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin. Mereka berdalil dengan keumuman ayat dan hadits yang memerintahkan berpuasa bagi orang yang melihat hilal, sementara orang ini telah melihatnya.<br />
<br />
2. Dia harus ikut kepada orang-orang di negerinya. Ini adalah pendapat Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Ibnu Sirin dan salah satu riwayat dari Ahmad. Ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Al-Albani. Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah riwayat At-Tirmizi di atas.<br />
<br />
Yang kuat adalah pendapat mayoritas ulama. Adapun dalil pendapat kedua dijawab bahwa hadits itu berlaku bagi orang yang tidak mengetahui adanya hilal yang berbeda dengan hilal negerinya atau dia belum yakin akan munculnya hilal, sebagaimana telah diterangkan di atas.<br />
<br />
Adapun kalau yang dia lihat adalah hilal syawal, maka juga ada dua pendapat di kalangan ulama:<br />
<br />
1. Dia tetap berbuka akan tetapi tidak terang-terangan untuk menjaga persatuan dan jangan sampai disangka dia tidak mau taat kepada pemerintah. Ini adalah mazhab Asy-Syafi’i, salah satu riwayat dari Ahmad, dan yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Hazm. Adapun masalah shalat, maka hendaknya dia shalat bersama pemerintah di negerinya. Mereka berdalilkan dengan keumuman perintah berbuka ketika melihat hilal syawal.<br />
<br />
2. Dia tidak boleh berbuka dan harus tetap berpuasa bersama penduduk negerinya. Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat At-Tirmizi di atas.<br />
<br />
Yang kuat adalah pendapat pertama. Jawaban atas dalil pendapat kedua telah disebutkan di atas.<br />
<br />
[Majmu' Al-Fatawa: 25/114-118, Al-Mughni: 3/47, At-Tamhid: 7/158-159, As-Subul: 3/217-218, Al-Muhalla no. 757, Kitab Ash-Shiyam: 1/154, dan Asy-Syarhul Mumti': 6/328-330]<br />
<br />
Jika Dia Mendapat Kabar Dari Orang Lain Bahwa Hilal Sudah Nampak.<br />
<br />
Sekelompok ulama Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa dia tetap wajib untuk berpuasa walaupun pemerintah tidak menerima persaksian orang itu, selama orang yang mengabarinya adalah jujur, walaupun dia sendirian.<br />
<br />
Adapun pada hilal syawal, maka dipersyaratkan saksi atau yang mengabarinya harus minimal dua orang. Ini adalah pendapat Malik, Al-Laits, Al-Auzai, Ats-Tsauri, salah satu dari dua pendapat Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ibnu Al-Mubarak dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.<br />
<br />
[Al-Majmu': 6/277, Al-Mughni: 3/48, dan Al-Muhalla no. 757]<br />
<br />
Orang Yang Terlambat Mendapatkan Kabar Tentang Adanya Hilal<br />
<br />
Jika hilalnya ramadhan, yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan hendaknya dia langsung berpuasa walaupun dia telah makan sebelumnya, dan itu sudah syah baginya, tidak perlu diqadha`. Ini adalah pendapat Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiah dan yang dikuatkan oleh Asy-Syaukani dan Shiddiq Hasan Khan dalam Ar-Raudhah.<br />
<br />
Mereka berdalilkan kisah ketika diwajibkannya puasa asyura yang ketika itu Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- umumkan di pagi hari dimana beliau bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa maka hendaknya dia melanjutkan puasanya, dan barangsiapa yang telah berbuka (makan sebelumnya) maka hendaknya dia menyempurnakan berpuasa pada sisa harinya.” (HR. Muslim dari Salamah bin Al-Akwa’)<br />
<br />
Jika hilalnya syawal, maka Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (7/161) menukil ijma’ ulama akan wajibnya mereka berbuka ketika itu juga dan langsung mengerjakan shalat id jika kabarnya diterima sebelum tergelincirnya matahari. Adapun jika kabarnya diterima setelah matahari tergelincir maka yang kuat adalah bahwa shalat id dikerjakan keesokan paginya karena para ulama bersepakat bahwa shalat id tidak boleh dikerjakan setelah tergelincirnya matahari. Ini adalah pendapat Ats-Tsauri dan yang dikuatkan oleh Syaikh Muqbil rahimahullah.<br />
<br />
[Al-Mughni: 3/33, Al-Majmu': 6/271, Al-Muhalla: 4/293-294, dan Al-Inshaf: 3/254]<br />
<br />
Dinukil dari: <a href="http://al-atsariyyah.com/seputar-hilal.html" rel="nofollow" target="_blank"><span>http://al-atsariyyah.com/s</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>eputar-hilal.html</a></span></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-7299250743359299772011-08-30T00:18:00.000-07:002011-08-30T00:18:16.168-07:00Jika Ada Sebuah Negeri Yang Melihat Hilal (Ramadhan/Syawal), Apakah Wajib Atas Negeri Lainnya Untuk Mengikutinya (Berpuasa/Berbuka)?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi00OQ5c5ZvH5oYebKrQA6Ys1xH_ZF04j3KpkZZlnOO7rIm45pNB2-t5DWaaC2u8mFoUw_CXZwi-xLOlDm2dNPLAazi06R1Ot1-7Aa78l0kVJf78OloOxhBxp8rrq1PrVr0sIbZHlwPuU4/s1600/ramadhan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi00OQ5c5ZvH5oYebKrQA6Ys1xH_ZF04j3KpkZZlnOO7rIm45pNB2-t5DWaaC2u8mFoUw_CXZwi-xLOlDm2dNPLAazi06R1Ot1-7Aa78l0kVJf78OloOxhBxp8rrq1PrVr0sIbZHlwPuU4/s320/ramadhan.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><span data-jsid="text"><br />
Tidak ada seorang ulama pun yang mengingkari bahwa setiap negeri mempunyai hilal tersendiri, karena hal itu adalah kenyataan dan juga sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Kuraib yang akan datang. Hanya saja yang mereka perselisihkan adalah, jika sudah ada sebuah negeri yang lebih dahulu melihat hilal lantas dia mereka mengabarkannya ke negeri-negeri lain, apakah semua negeri tersebut harus mengikutinya ataukah mereka menunggu hilal di negeri mereka masing-masing?<br />
<br />
Ada beberapa pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini, di antaranya:<br />
<br />
1. Wajib atas seluruh negeri lainnya untuk mengikutinya. Ini adalah pendapat Al-Hanafiah, Al-Malikiah, Asy-Syafi’i dan sebagian Asy-Syafi’iyah, dan yang masyhur dalam mazhab Imam Ahmad, juga merupakan mazhab Al-Laits bin Sa’ad. Ini yang dikuatkan oleh banyak ulama di antaranya: Ibnu Taimiah sebagaimana dalam Majmu’ Al-Fatawa, Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, Syaikh Al-Albani dan Syaikh Ibnu Baz.<br />
<br />
Mereka berdalil dengan ayat 185 dari surah Al-Baqarah, “Maka barangsiapa di antara kalian yang melihatnya (hilal ramadhan) maka hendaknya dia berpuasa.” Dan juga hadits Abu Hurairah secara marfu’, “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal ramadhan) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal syawal).” (HR. Al-Bukhari no. 1909 dan Muslim no. 1081) Dan juga hadits Ibnu Umar yang telah berlalu.<br />
<br />
Mereka mengatakan bahwa perintah dalam hadits ini ditujukan kepada seluruh kaum muslimin tanpa ada pengkhususan pada daerah tertentu. Sama seperti ketika diperintah shalat maka perintahnya berlaku umum untuk seluruh kaum muslimin di berbagai negeri, tidak terkhusus pada kaum muslimin di tempat tertentu. Lihat ucapan Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (4/194)<br />
<br />
Mereka juga mengatakan bahwa pendapat ini lebih menyatukan kaum muslimin dan menampakkan syiar Islam di berbagai negeri tatkala secara serentak mereka semua berpuasa, dan itu memberikan pengaruh tersendiri kepada musuh-musuh Islam.<br />
<br />
2. Yang wajib mengikutinya hanyalah negeri yang semathla’ (tempat terbitnya matahari) dengan negeri yang melihatnya. Ini adalah mazhab Asy-Syafi’iyah, sebagian Al-Malikiah dan Al-Hanafiah, dan salah satu pendapat Ahmad. Ini adalah pilihan Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid dan Ibnu Taimiah dalam Al-Ikhtiyarat, serta yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Muqbil dan Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin.<br />
<br />
Mereka juga berdalil dengan dalil yang sama dengan pendapat pertama, hanya saja mereka mengatakan perintah pada dalil-dalil tersebut ditujukan kepada negeri-negeri yang semathla’ dengannya.</span><br />
<br />
<span data-jsid="text">3. Setiap negeri tidak wajib mengikutinya, tapi mereka menunggu hilal di negeri mereka masing-masing. Ibnu Al-Mundzir menukil pendapat ini dari Ikrimah, Al-Qasim bin Muhammad, Salim bin Abdillah bin Umar, dan Ishaq bin Rahawaih.<br />
<br />
Mereka berdalilkan dengan kisah Abu Kuraib yang diutus oleh Ibnu Abbas yang berada di Madinah untuk menuju Syam. Dia diutus pada bulan sya’ban kemudian kembali ke Madinah di akhir bulan ramadhan. Lalu Ibnu Abbas bertanya kepadanya, “Kapan kalian melihat hilal (ramadhan)?” dia menjawab, “Kami melihatnya pada malam jumat,” Ibnu Abbas berkata, “Akan tetapi kami melihatnya pada malam sabtu. Maka kami akan tetap berpuasa sampai 30 hari atau kami melihatnya (hilal syawal).” Maka Kuraib berkata, “Kenapa kamu tidak mencukupkan dengan (baca: mengikuti) rukyat dan puasanya Muawiah (Amirul Mukminin yang ketika itu berdiam di Syam)?” Ibnu Abbas menjawab, “Tidak, demikianlah yang Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- perintahkan kepada kami.” (HR. Muslim no. 1078)<br />
<br />
4. Setiap negeri mengikuti pemimpinnya, kalau dia berpuasa maka mereka juga ikut berpuasa, dan kalau tidak maka mereka tidak boleh berpuasa. Demikian pula halnya dalam idul fithr. Kalau umat Islam mempunyai khalifah lantas dia menetapkan berpuasa maka wajib atas seluruh kaum muslimin untuk mengikutinya.<br />
<br />
Mereka berdalil dengan hadits:<br />
<br />
الصَّوْمُ يَوْمَ يَصُوْمُ النَّاسُ وَالْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ<br />
<br />
“Waktu berpuasa adalah hari ketika semua orang berpuasa dan hari berbuka adalah hari ketika semua orang berbuka.” (HR. At-Tirmizi no. 697 dari Abu Hurairah)<br />
<br />
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata dalam Asy-Syarhul Mumti’ (6/311), “Yang diamalkan oleh manusia pada umumnya di zaman ini adalah pendapat ini, yaitu jika pemerintah sudah menetapkan maka wajib atas seluruh rakyat yang berada di bawah wilayahnya untuk mengikutinya dalam hal berpuasa dan berbuka (lebaran).”</span><br />
<br />
<span data-jsid="text">Tarjih:<br />
<br />
Pendapat yang paling tepat adalah pendapat yang pertama.<br />
<br />
Adapun pendapat yang kedua maka kita katakan bahwa perbedaan mathla’ adalah perkara yang tidak bisa ditetapkan dengan batasan dan ukuran tertentu. Apa yang menjadi batasan dalam menggolongkan sebuah negeri ikut ke mathla’ ini dan yang lainnya tidak?! Karenanya Syaikh Al-Albani berkata dalam Tamamul Minnah, “Mathla-mathla’ adalah perkara nisbi, dia tidak mempunyai batasan nyata yang dengannya manusia bisa mengetahuinya dengan jelas.”<br />
<br />
Adapun dalil pendapat ketiga maka itu hanyalah ijtihad dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- semata dan beliau tidak membawakan dalil dari Nabi. Adapun ucapannya, “Tidak, demikianlah yang Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- perintahkan kepada kami,” maka yang dimaksudkan dengannya adalah hadits Ibnu Umar dan Abu Hurairah tentang perintah berpuasa dan berbuka karena melihat hilal. Demikian yang diterangkan oleh Ibnu Taimiah, Ibnu Daqiqil Id, Asy-Syaukani, dan selainnya.<br />
<br />
Adapun pendapat yang keempat, maka dalil mereka itu berlaku bagi orang yang berpuasa dengan rukyat negerinya, kemudian di tengah ramadhan datang kabar bahwa hilal di negeri lain terlihat sehari atau dua hari sebelum negerinya. Maka dalam keadaan seperti itu hendaknya dia melanjutkan puasanya bersama penduduk negerinya hingga 30 hari atau mereka melihat hilal. Jawaban semisal ini disebutkan oleh Ash-Shan’ani dalam Subulus Salam<br />
<br />
Catatan:<br />
<br />
Walaupun pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama, akan tetapi yang berpendapat dengannya hendaknya tidak menampakkan penyelisihannya terhadap pemerintah, guna menjaga persatuan kaum muslimin, sebagaimana yang akan ditengkan setelah ini.<br />
<br />
[Al-Majmu': 6/273-274, Al-Mughni: 3/5, Kitab Ash-Shiyam dari Syarhul Umdah: 1/170-175, Fathul Bari no. 1911, Syarh Musllim: 7/197, Majmu' Al-Fatawa: 25/103, Ar-Raudhah An-Nadiyah: 1/224-225, Tamamul Minnah hal. 398, Asy-Syarhul Mumti’: 6/308-312, Taudhihul Ahkam: 3/140, dan Shahih Fiqhus Sunnah: 2/95-96]</span><span data-jsid="text"> </span><span data-jsid="text"> </span></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-32126897167538235112011-08-28T06:21:00.000-07:002011-08-28T06:24:46.432-07:00RINGTONE DENGAN AYAT AYAT AL-QUR’AN<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><img src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSdaikdtpMxfctb9iIoZux3W4jhHU1poilop-eNEZimaeHxzN68fQ" /></div></div><div style="text-align: justify;">Semakin maraknya penggunaan telepon selular (Handphone) dikalangan manusia, menyebabkan terjadinya banyak penyalahgunaan yang menyelisihi syariat pada saat menggunakannya. Diantaranya adalah menggunakan ringtone (nada sambung) dengan lantunan musik, lagu, dan yang semisalnya. Sebailknya, sebagian kaum muslimin ada yang enggan menggunakan ringtone dari musik, namun terjatuh dalam kesalahan lain, yaitu menggunakan bacaan ayat-ayat al-qur’an, azan, dan yang semisalnya sebagai ringtone, yang ini juga merupakan bentuk merendahkan ayat-ayat Allah Azza Wajalla tersebut. Walhamdulillah maih banyak ringtone lainnya yang lebih selamat, seperti suara burung, suara dering telepon biasa, atau yang semisalnya yang lebih selamat dan tidak terjatuh dalam perbuatan yang diharamkan. Berikut kami nukilkan fatwa Ulama dalam masalah ini.</div><div style="text-align: justify;">FATWA SYAIKH IBRAHIM AR-RUHAILI HAFIZHAHULLAH TA’ALA</div><div style="text-align: justify;">Berkata Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah Ta’ala:</div><div style="text-align: justify;">Termasuk yang dikhawatirkan menjadikan agama sebagai permainan dan perbuatan sia-sia,apa yang muncul belakangan ini dan menyebar–sangat disayangkan sekali-diantara banyak dari orang-orang yang mulia dan memiliki keutamaan, bahkan kami katakan: tidak terlepas pula sebagian penuntut ilmu, yang menjadikan al-qur’an di telepo-telepon selular mereka sebagai tanda masuknya deringan telepon (ringtone) yaitu potongan (ringtone) untuk menunggu panggilan tatkala ada yang menghubunginya. Sehingga tatkala tersambung, ayat-ayat dari kitabullah inipun muncul. Tatkala dia ingin menjawabnya, ayat-ayat tersebut terputus ,sehingga seakan-akan kitab Allah dijadikan sebagai hiburan semata, dan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam diejek dan dihinakan. Kami tidak berprasangka bahwa orang yang menjadikan hal ini dari mereka yang memiliki kebaikan bahwa dia ingin mengejek. Namun kami katakan: Sesungguhnya kedudukan kitab Allah sepantasnya dibersihkan dari hal-hal seperti ini, demikian pula sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sepantasnya dibersihkan, demikian pula do’a-do’a yang diucapkan oleh para imam, tidak boleh digunakan untuk alat seperti ini.Jika orang yang menggunakanya itu meyakini bahwa itu agama, maka ini termasuk bid’ah, dan jika dia mengetahui bahwa hal itu tidak termasuk agama, namun dia hanya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut sebagai pengganti ringtone yang bermusik, maka ini termasuk merendahkan kitab Allah Azza Wajalla. Maka sepantasnya kita bersikap pertengahan antara mereka yang berlebihan dan melampaui batas, dengan orang-orang yang fasik yang menggunakan potongan-potongan ringtone musik, dan mengganggu kaum muslimin hingga di masjid-masjid mereka.Alat (HP) ini merupakan nikmat dari Allah Azza Wajalla, sepantasnya digunakan dengan cara yang benar. Ada banyak ringtone yang tidak ada unsur musiknya yang bisa digunakan sebagai tanda masuknya panggilan. Adapun sikap berlebihan dalam perkara ini, sehingga kalian melihat diantara manusia penuh keanehan dalam hal ini, terkadang muncul suara-suara hewan, terkadang anak-anak menangis atau tertawa, demi Allah ini perkara-perkara yang membuat tertawa, menangis, yang muncul dari orang-orang yang kami menyangka mereka memiliki keutamaan, terlebih lagi orang awam. Agama Allah sepantasnya disucikan,kitab Allah sepantasnya disucikan, sunnah sepantasnya disucikan pula, demikian pula do’a, demikian pula ini yang engkau dengarkan sepantasnya dibersihkan dari menjadikannya sebagai alat untuk datangnya panggilan atau menjawabnya melalui alat (HP) ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">FATWA SYAIKH SALEH AL-FAUZAN HAFIZHAHULLAH</div><div style="text-align: justify;">Beliau ditanya : apa pendapatmu tentang orang yang menjadikan handphone-nya sebagai pengganti musik dengan adzan atau bacaa al-qur’an al-karim ?</div><div style="text-align: justify;">Beliau menjawab :</div><div style="text-align: justify;">“ini termasuk merendahkan azan, zikir, dan al-qur’an al-karim,maka tidak boleh dijadikan sebagai alarm (ringtone). Al-qur’an tidak boleh digunakan sebagai alarm, lalu dikatakan: ini lebih baik dari musik. Apakah anda diharuskan melakukannya? Tinggalkan musik, gunakan alarm yang tidak ada musik padanya dan tidak pula al-qur’an, sekedar pemberi peringatan.Iya”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber:http://sahab.net/forums/showthread.php?t=362872</div><div style="text-align: justify;">Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal</div><div style="text-align: justify;">(Dikutip dari http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=82:ringtone-dengan-ayat-ayat-al-quran&catid=25:fataawa&Itemid=53)</div></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-50147501067270735402011-06-19T23:08:00.000-07:002011-06-19T23:08:48.044-07:00Ralat Jadwal Dauroh Masyaikh 2011 M / 1432 H<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGe_ZMKMJiC1DmA6UwEXa6kXY98zz35RcJkqgPZ_yj10HTOXOfBFc7a5sPxN70ibQ9SUKH3GhDIRKaCamPxUjmApeEK20jFpfL-oPKvr8VG7sqPN2f1Q_6IVgxslHgjsbF5KHotjTRNVY/s1600/dauroh.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGe_ZMKMJiC1DmA6UwEXa6kXY98zz35RcJkqgPZ_yj10HTOXOfBFc7a5sPxN70ibQ9SUKH3GhDIRKaCamPxUjmApeEK20jFpfL-oPKvr8VG7sqPN2f1Q_6IVgxslHgjsbF5KHotjTRNVY/s320/dauroh.jpg" width="210" /></a></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><br />
<span class="fbPhotoCaptionText">Bismillaah...<br />
<br />
Ralat Waktu Pelaksanaan Dauroh Nasional 2011 (16-17/07/2011)<br />
<br />
Dikirim oleh pengelola, Rabu 15 Juni 2011, kategori Info Dakwah<br />
<br />
Penulis: Redaksi salafy.or.id<br />
<br />
<br />
<br />
.: :.<br />
<br />
RALAT: PERUBAHAN TANGGAL PELAKSANAAN DAURAH MASYAYIKH 1432 H/2011 M<br />
<br />
<br />
<br />
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, keluarganya, shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau n hingga akhir zaman.<br />
<br />
<br />
<br />
Terkait dengan pengumuman pelaksanaan Kajian Islam Ilmiah Ahlus Sunnah wal Jamaah 1432 H/ 2011 M beberapa waktu yang lalu, ada perubahan tanggal, insya Allah menjadi:<br />
<br />
<br />
<br />
Haril : Sabtu—Ahad,<br />
<br />
Tanggal : 14—15 Sya’ban 1432 H/<br />
<br />
16—17 Juli 2011 M<br />
<br />
Waktu : 09.00—selesai<br />
<br />
Tempat : Masjid Agung Manunggal, Bantul, Yogyakarta.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Alhamdulillah, sebuah kabar gembira bagi kaum muslimin di Indonesia. Pada tahun 1432 H (2011 M) ini, kembali akan dilaksanakan daurah ilmiah bersama para ulama dari Timur Tengah.<br />
<br />
</span><br />
<span class="fbPhotoCaptionText"></span><br />
<span class="fbPhotoCaptionText"></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><span class="fbPhotoCaptionText"><br />
Di antara masyayikh yang insya Allah akan hadir adalah:<br />
<br />
<br />
<br />
1. Asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri (Madinah)<br />
<br />
2. Asy-Syaikh Dr. Khalid azh-Zhafiri (lulusan Universitas Islam Madinah)<br />
<br />
3. Asy Syaikh Muhammad Ghalib (mahasiswa program doktoral Universitas Islam Madinah), dan<br />
<br />
4. Asy-Syaikh Khalid bin Abdirrahman Jad.</span></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-74122351457283451362011-06-08T22:06:00.000-07:002011-06-08T22:06:56.980-07:00Abdullah Ibnu Mubarak (Buah Cinta yang Berasaskan Ketaqwaan)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNCXK-YRxou_JdX-hJR6RAixRf3eKh3oky4gzVH8WcMaV5N410PLyOVjN_dywAjrrfdvRkDjQhyphenhyphenf_aNnHlDPSoRGPI1rKqEDiT02KLORry_dMui6ggpDLDa8ykjZOhfpDSEPz_VEqr-64/s1600/Love.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNCXK-YRxou_JdX-hJR6RAixRf3eKh3oky4gzVH8WcMaV5N410PLyOVjN_dywAjrrfdvRkDjQhyphenhyphenf_aNnHlDPSoRGPI1rKqEDiT02KLORry_dMui6ggpDLDa8ykjZOhfpDSEPz_VEqr-64/s320/Love.jpg" width="213" /></a></div><br />
<br />
<br />
Inilah kisah indah percintaan seorang tabi’in mulia. Namanya Mubarak.<br />
Dulu, Mubarak itu seorang hamba. Tuannya memerdekakannya kerana keluhuran pekerti dan kejujurannya. Setelah merdeka ia bekerja pada seorang kaya raya yang memiliki kebun delima yang cukup luas. Ia bekerja sebagai penjaga kebun itu. Keramahan dan kehalusan tutur sapanya, membuatnya disenangi semua temannya dan penduduk di sekitar kebun.<br />
<br />
Suatu hari pemilik kebun itu memanggilnya dan berkata: “Mubarak, tolong petikkan buah delima yang manis dan masak!”<br />
Mubarak seketika itu bergegas ke kebun. Ia memetikkan beberapa buah dan membawanya pada Tuannya. Ia menyerahkan pada Tuannya. Majikannya mencuba delima itu dengan penuh semangat. Namun apa yang terjadi, ternyata delima yang dipetik Mubarak rasanya masam dan belum masak. Ia mencuba satu persatu dan semuanya tidak ada yang manis dan masak..<br />
<br />
Pemilik kebun itu gusar dan berkata: ”Apakah kau tidak dapat membedakan mana yang masak dan yang belum masak? Mana yang manis dan mana yang masam?”<br />
<br />
<br />
“Maafkan saya Tuan, saya sama sekali belum pernah merasakan delima. Bagaimana saya boleh merasakan yang manis dan yang kecut,” jawab Mubarak.<br />
<br />
<br />
“Apa? Kamu sudah sekian tahun bekerja di weesini dan menjaga kebun delima yang luas yang telah berpuluh kali berbuah dan kau katakan belum merasakan delima. Kau berani berkata seperti itu!” Pemilik kebun itu marah merasa dipermainkan.<br />
<br />
“Demi Allah Tuan, saya tidak pernah memetik satu butir buah delima pun. Bukankah anda hanya memerintahkan saya menjaganya dan tidak memberi izin pada saya untuk memakannya?” lirih Mubarak.<br />
<br />
<br />
Mendengar ucapan itu pemilik kebun itu tersentak. Namun ia tidak langsung percaya begitu saja. Ia lalu pergi bertanya kepada teman-teman Mubarak dan tetangga disekitarnya tentang kebenaran ucapan Mubarak. Teman-temannya mengakui tidak pernah melihat Mubarak makan buah delima. Juga tetangganya.<br />
<br />
Seorang temannya bersaksi: “Ia seorang yang jujur, selama ini tidak pernah berbohong. Jika ia tidak pernah makan satu buah pun sejak bekerja disini bererti itu benar.”<br />
<br />
<br />
<strong>***</strong><br />
<br />
Kejadian itu benar-benar menyentuh hati sang pemilik kebun. Diam-diam ia kagum dengan kejujuran pekerjanya itu.<br />
<br />
Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia kembali memanggil Mubarak:<br />
<br />
<br />
“Mubarak, sekali lagi, apakah benar kau tidak makan satu buah pun selama menjaga kebun ini?”<br />
<br />
<br />
“Benar Tuan.”<br />
<br />
<br />
“Berilah aku alasan yang boleh aku terima!”<br />
<br />
<br />
“Aku tidak tahu apakah Tuan akan menerima penjelasanku apa tidak. Saat aku pertama kali datang untuk bekerja menjaga kebun ini, Tuan mengatakan tugas saya hanya menjaga. Itu aqadnya. Tuan tidak mengatakan aku boleh merasakan delima yang aku jaga. Selama ini aku menjaga agar perutku tidak dimasuki makanan yang syubhat apalagi haram. Bagiku kerana tidak ada izin yang jelas dari Tuan, maka aku tidak boleh memakannya.”<br />
<br />
<br />
“Meskipun itu delima yang jatuh di tanah, Mubarak?”<br />
<br />
<br />
“Ya, meskipun delima yang jatuh ditanah. Sebab itu bukan milikku, tidak halal bagiku. Kecuali jika pemiliknya mengizinkan aku boleh memakannya.”<br />
<br />
<br />
Kedua mata pemilik kebun itu berkaca-kaca. Ia sangat tersentuh dan terharu. Ia mengusap air matanya dengan sapu tangan dan berkata, “Hai Mubarak, aku hanya memiliki seorang anak perempuan. Menurutmu aku mengahwinkannya dengan siapa?”<br />
<br />
<br />
Mubarak menjawab:<br />
<br />
“Orang-orang Yahudi mengahwinkan anaknya dengan seseorang kerana harta. Orang Nasrani mengahwinkan kerana keindahan. Dan orang Arab mengahwinkan kerana nasab dan keturunannya. Sedangkan orang Muslim mengahwinkan anaknya pada seseorang kerana melihat iman dan taqwanya. Anda tinggal memilih, mahu masuk golongan yang mana? Dan kahwinkanlah puterimu dengan orang yang kau anggap satu golongan denganmu.”<br />
<br />
<br />
Pemilik kebun berkata: ”Aku rasa tak ada orang yang lebih bertakwa darimu.”<br />
<br />
Akhirnya pemilik kebun itu mengahwinkan puterinya dengan Mubarak. Puteri pemilik kebun itu ternyata gadis cantik yang solehah dan cerdas. Ia hafal kitab Allah dan mengerti sunnah NabiNya. Dengan kejujuran dan ketaqwaan, Mubarak memperoleh nikmat yang agung dari Allah Subhana wa ta'ala. Ia hidup dalam syurga cinta. Dari percintaan pasangan mulia itu lahirlah seorang anak lelaki yang diberi nama<em>“Abdullah”</em>. Setelah dewasa anak ini dikenal dengan sebutan <em>“Imam Abdullah bin Mubarak”</em> atau <em>“Ibnu Mubarak”</em>, seorang ulama di kalangan tabi’in yang sangat terkenal. Selain dikenali sebagai ahli hadis, Imam Abdullah bin Mubarak juga dikenali sebagai ahli zuhud. Kedalaman ilmu dan ketaqwaannya banyak diakui ulama pada zamannya.<br />
<br />
<br />
Inilah Buah cinta yang Berasaskan Ketaqwaan, semoga kita dianugerahkan cinta yang disertai ketaqwaan...<br />
<br />
Sumber: Copas dari note teman...^^</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-84687776324287300792011-06-08T18:40:00.001-07:002011-06-08T18:40:22.166-07:00Lebih Baik Punya Suami dalam Kenyataan daripada Punya Pangeran dalam Impian<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><h2><a href="http://nikahmudayuk.wordpress.com/2010/09/13/lebih-baik-punya-suami-dalam-kenyataan-daripada-punya-pangeran-dalam-impian/" rel="bookmark" title="Read Lebih Baik Punya Suami dalam Kenyataan daripada Punya Pangeran dalam Impian"><br />
</a></h2><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtj1dtG7hriQNdakpPuwYtgiKuJdxdJgaiDSrApDTyC-GbrCQHjcyJlXY9q0rzb-gbVzXGcZzeocvIUeHuxJrPC5WtTh9HHUZR9vwx2wYZY8MUo-ZRDBRl8WkRoAdTlBmes27X-cLoW3E/s1600/heart.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtj1dtG7hriQNdakpPuwYtgiKuJdxdJgaiDSrApDTyC-GbrCQHjcyJlXY9q0rzb-gbVzXGcZzeocvIUeHuxJrPC5WtTh9HHUZR9vwx2wYZY8MUo-ZRDBRl8WkRoAdTlBmes27X-cLoW3E/s1600/heart.jpg" /></a></div><h2 style="font-weight: normal;"> Bismillahiirrahmaanirrahiim..........</h2><h2 style="text-align: left;"><span style="color: green;"><i>Oleh : Abu Ibrahim Abdullah</i></span></h2><div style="text-align: justify;">Diantara realita yang dijumpai pada sebagian wanita yang terlambat menikah terutama dikota metropolitan, dikarenakan sebagian mereka terbuai oleh idealisme mimpi, padahal tidak sedikit dari mereka yang umurnya mendekati atau mencapai kepala tiga. Sebagian mereka ada yang berkata, mengomentari temannya yang jauh umurnya dibawahnya ketika ia hendak menikah dengan berkata : “ apa tidak ada pilihan yang lain?” mengometari pilihan calon suami temannya. Padahal calonnya secara pisik termasuk orang yang Allah karuniakan fisik yang baik dan tidak sedikit yang bilang ganteng. Kalau dari sisi tanggung jawab, maka dia orang yang berusaha berpegang teguh pada agamanya dan orang yang bertanggung jawab. Adapun wanita tersebut tetap dalam mimpinya menanti pangeran dengan segala kreteria kesempuranaan daripada mempunyai suami dalam kenyataan walaupun umurnya telah mencapai 32 tahun.</div><div style="text-align: justify;">Dan ada diantara mereka yang tidak menerima tawaran untuk proses sama seorang ikhwan sambil berkata : “ kreteria suamiku nanti yang tingginya diatas 170 cm” padahal dia sendiri tingginya jauh dibawah kriterianya disamping umurnya telah mencapai kepala tiga.</div><div style="text-align: justify;">atau sebuah kisah yang diceritakan oleh orangnya sendiri. <i>“ Walaupun usiaku mendekati 40 tahun tetapi saya tetap menginginkan agar suami kelak adalah seorang yang memilki kemuliaan, kemampuan materinya diatas pertengahan dan dia memiliki gelar yang tinggi. Tetapi sebenarnya saya setelah umur ini ketika saudara-saudara perempuanku mengunjungiku bersama para suami dan anak-anak mereka, saya merasakan kesedihan yang sangat dahsyat dan saya ingin seperti mereka, saya bisa mengunjungi kelurgaku dan bisa berpergian bersama suami dan anak-anakku.”</i></div><div style="text-align: justify;">Atau kisah seorang wanita yang tetap memimpikan seorang pangeran daripada mempunyai seorang suami dalam kenyataan.</div><div style="text-align: justify;"><i>“ Karena saya adalah wanita yang beruntung maka pemberian Allah kepadaku tidaklah berhenti sebatas ini, tetapi Dia (Allah) menumbuhkan saya ditengah-tengah keluarga kaya dan bangsawan, dan Dia menambahiku dengan akal yang cerdas, akal yang menjadikanku mampu menyelesaikan studiku dikuliah kedokteran dengan cepat. Dan selama seperti ini keadaanku maka saya berhak untuk memilih suami yang pantas, orang yang memiliki keutamaan yang dia sukses dengan semua ini, kesatria, tinggi dibandingkan orang-orang lain yang ingin menikah, semakin hari semakin tinggi yang akan memuaskan duniaku. Dan telah membuatku takut ketika ibuku sering mengulang perkataannya yang merupakan pribahasa : “ Barangsiapa yang banyak pelamarnya maka dia akan gagal.” Tetapi saya tidak mau mengalah dan saya tidak perduli dengan bergugurannya hari-hari disekitarku, serta usiaku yang telah melewati batas yang diperbolehkan. Maka mudah-mudahan saya akan mendapatkan kesatria yang lain yaitu pangeran impianku yang wajahnya bermain-main didalam angan-anganku dan yang dia berhak mendaptakan diriku.”</i></div><div style="text-align: justify;">Inilah diantara wanita-wanita yang tertipu dengan idealisme mimpi. Bukan berarti seseorang tidak boleh memilih atau mempunyai kriteria tertentu untuk pendamping hidupnya, selama tidak menyelisihi syar’i dan tidak berlebihan dan dengan melihat realita. Misalnya seseorang yang hidupnya sederhana, fisiknya dan tingginya pas-pasan ingin mendapatkan seorang jutawan yang ganteng bertubuh tinggi, walaupun banyak orang yang shaleh datang meminangnya lalu dia menolaknya…??. Mungkin ada pertanyaan yang menggelitik hati kita, sendainya dia menemukan pria impiannya apakah pria itu mau dengannya??. Bagaimana ketika seandainya ia menemukan pangeran impiannya sedangkan umurnya telah menacapai kepala tiga, sedangkan pangeran yang bertubuh tinggi, kaya dan genteng itu mencari seorang pendamping yang berumur 20 tahun ???. Disamping seharusnya yang menjadi patokan seseorang memilih pendamping hidupnya adalah seorang yang shaleh setelah itu boleh bagi dia memiliki kriteria tertentu asal tidak berlebihan dan melihat reliata. Rasulullah <i>shalallahu ‘alahi wasallam</i> bersabda : <i>“ Jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai <b>agama dan akhlaknya</b>, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dibumi dan kerusakkan yang besar “</i> <b>(HR. At Tirmidzi, Al Baihaqi dan ini lafadznya, dihasankan oleh syaikh Al Al Bani)</b></div><div style="text-align: justify;">Hasan Al Basri pernah ditanya “ Pria manakah yang engkau suruh untuk aku menikahkannya dengan putriku ? ” <b>Hasan Al Basri</b> <i>Rahimahullah</i> menjawab : <i>“ Nikahkanlah ia dengan pria yang beriman karena bila ia mencintainya maka ia akan memuliakannya. Dan bila ia tidak mencintainnya maka dia tidak akan mendzaliminya “.</i></div><div style="text-align: justify;">Tidak mengapa seorang mempunyai kreteria tertentu selama tidak menyelisihi syar’i, akan tetapi ingat patokannya adalah agamanya. Jika baik agamanya lalu ia mempunyai kriteri ingin mencari suami yang ganteng atau pondokkan tidak mengapa. Kalau seandainya sebagian kriterianya yang sangat penting telah terpenuhi, setelah istiqarah dia merasa cenderung dengannya, lalu ada kriteria lain yang tidak terpenuhi pada diri seseorang yang datang mengkhitbahnya kenapa dia harus menolaknya?. Misalnya seorang akhwat mencari ikhwan yang shaleh, ganteng dan pondokkan dan kalau bisa sudah mapan. Lalu ada seorang ikhwan yang mau mengkhitbahnya, seorang yang shaleh, pondokkan akan tetapi wajahnya biasa saja, tidak ganteng dan tidak juga jelek dan ia cenderung kepadanya setelah istiqarah walaupun juga belum mapan, lalu kenapa dia tidak menerimanya dan mengalah dengan sebagian dari syarat-syaratnya atau kriterianya…!!! Kalau dia menginginkan seluruh kriteria kesempurnaan dia ada pada calonnya, hal ini sangatlah sulit dan jika seandainya ada, mungkin diapun mencari orang yang sepertinya, apakah saudari termasuk kriterianya, seorang yang sholehah, cantik, hapalan minimal 5 juz, cerdas, dari keturunan yang baik, kaya, minimal tinggi 160 cm dan kriteria kesempurnaan lainnya…??</div><div style="text-align: justify;">Lalu kenapa harus tetap menanti pangeran dalam impian daripada suami dalam kenyataan.</div><div style="text-align: justify;">Wahai saudariku…, tidak inginkah kalian segera menikah dengan laki-laki shaleh pilihan kalian, hidup menjadi tenang yang dengan itu kalian menyalurkan kebutuhan biologis dengan cara yang halal dan aman sehingga terhindar dari maksiat dan mempunyai keturunan yang shaleh, buah hati kalian sebagaimana saudari-saudari kalian yang telah menikah.</div><h2 style="text-align: right;"><b>وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ</b></h2><div style="text-align: justify;"><i>“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, <b>supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya</b>, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.</i> <b>(Qs. Ar-Ruum : 21).</b></div><div style="text-align: justify;">Rasullullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : ” <i>Wahai para pemuda barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng baginya </i><b><i>“</i></b><b> ( HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu )</b></div><div style="text-align: justify;"><b>Tentu beda antara mempunyai seorang suami dalam kenyataan dari mempunyai pangeran dalam impian. Yang satu keberuntungan dan kebahagian dan yang satu ketertipuan dan kesengsaraan.</b></div><h3 style="text-align: justify;"><b><span style="color: magenta;">Wallaahu A’lam</span></b></h3></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-26184272633240597122011-06-07T21:15:00.000-07:002011-06-07T21:15:03.734-07:00DAUROH MASYAIKH 1432 H (2011 M)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSV2t1Euu64DpiP7v_RYTFmxaIpjpiGKTMJ3J_6pQhCNhulhgOgNGBmuDcYe1cHWUdXWY4sOTHNsAzwCGv442S_B3dgqricaubRsWU3bo1bL2Oj6LoeKmd0Kd1yFGR4iNNs-wzSM_MSCE/s1600/dauroh.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSV2t1Euu64DpiP7v_RYTFmxaIpjpiGKTMJ3J_6pQhCNhulhgOgNGBmuDcYe1cHWUdXWY4sOTHNsAzwCGv442S_B3dgqricaubRsWU3bo1bL2Oj6LoeKmd0Kd1yFGR4iNNs-wzSM_MSCE/s320/dauroh.JPG" width="226" /></a></div>Bismillaahirrahmaanirrahiim.....<br />
<span data-jsid="text"></span><br />
<div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_4deef648bd88a4907351889">Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam, keluarganya, shahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti beliau shallallahu’alaihi wasallam hingga akhir<span class="text_exposed_show"> zaman.<br />
<br />
Alhamdulillah, sebuah kabar gembira bagi kaum Muslimin di Indonesia. Pada tahun 1432 H (2011 M) ini, kembali akan dilaksanakan majelis ilmu bersama para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dari Timur Tengah.<br />
<br />
Di antara masyayikh yang insyaallah akan hadir adalah:<br />
<br />
1. Asy Syaikh Ubaid Al Jabiri<br />
2. Asy Syaikh Khalid Azh Zhafiri<br />
3. Asy Syaikh Muhammad Ghalib, dan<br />
4. Asy Syaikh Khalid bin Abdirrahman Jad<br />
<br />
TEMA<br />
<br />
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DALAM ISLAM BUKAN ANARKISME<br />
<br />
Adapun pelaksanaannya sebagai berikut:<br />
<br />
Majelis Khusus Asatidzah<br />
<br />
Hari/Tanggal: Jumat-Jumat, 14-21 Sya’ban 1432 H | 15-22 Juli 2011<br />
Tempat: Ma’had Al Anshar, Sleman, Yogyakarta<br />
<br />
Majelis Umum<br />
<br />
Hari/Tanggal: Sabtu-Ahad, 22-23 Sya’ban 1432 H | 23-24 Juli 2011<br />
Waktu: Pkl. 09.00 sd selesai<br />
Tempat: Masjid Agung Manunggal, Bantul, Yogyakarta<br />
<br />
Penyelenggara:<br />
<br />
Panitia Majelis Ilmu Nasional Ahlus Sunnah wal Jamaah<br />
<span>Jl. Godean KM. 5 Gg. Kenanga 268, Patran Rt.01/01 – Banyuraden-Gamping-Sleman-</span><wbr></wbr><span class="word_break"></span>DI. Yogyakarta<br />
Info Contact: 085747566736</span></div><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-44640135179043502242011-06-07T21:07:00.000-07:002011-06-07T21:07:08.712-07:00HAID DAN SHOLAT<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOzr_vFl0bfRgB52fL5dru1lk72UhHJSPIYZ9uIZJAq2XG2SO8SUbDhURUQFg0Sx0bRFtKMlbUvlcLap74qjAMqz_s-kcERJ7hej0eFyEnnJuWDJITs_PcYd3gMUeW-y3N3sy_SqIbrcw/s1600/fiqhmenstruation.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="305" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOzr_vFl0bfRgB52fL5dru1lk72UhHJSPIYZ9uIZJAq2XG2SO8SUbDhURUQFg0Sx0bRFtKMlbUvlcLap74qjAMqz_s-kcERJ7hej0eFyEnnJuWDJITs_PcYd3gMUeW-y3N3sy_SqIbrcw/s320/fiqhmenstruation.jpg" width="320" /></a></div> Bismillah..........<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kita tahu, syariat telah menetapkan bahwa wanita yang sedang haid haram mengerjakan ibadah shalat. Kalau <em>toh</em> si wanita tetap mengerjakannya maka shalatnya tidak sah. Karenanya Rasulullah n bersabda kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy <span>x:</span></div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; text-indent: -0.35pt; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">فَإِذَا أَقبَلَتْ حَيضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><em>"Apabila datang haidmu tinggalkanlah shalat, dan bila telah berlalu mandilah kemudian shalatlah."</em> (<strong>HR. Al-Bukhari</strong> no. 228 dan <strong>Muslim </strong>no. 751)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Rasulullah n juga bersabda menjelaskan sebab wanita dikatakan kurang agamanya:</div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تَصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><em>"Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak puasa?" </em>(<strong>HR. Al-Bukhari</strong> no. 304)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Shalat yang ditinggalkan selama masa haid tersebut tidak wajib diqadha. Tidak ada yang menyelisihi hal ini kecuali Khawarij, namun penyelisihan mereka tidaklah teranggap. Karenanya, ketika Mu'adzah, seorang wanita tabi'in, bertanya kepada Aisyah <span>x:</span></div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">ماَ بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِي الصَّلاَةَ؟ فَقَالَت: أَحَرُوْرِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلتُ: لَسْتُ بِحَرُوْرِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><em>Kenapa wanita haid mengqadha puasa tapi tidak mengqadha shalat? Berkatalah Aisyah, “Apakah engkau wanita Haruriyyah<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn1" name="_ftnref1"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><strong><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[1]</span></strong></span></span></span></a>?” Aku menjawab, “Aku bukan wanita Haruriyyah, aku hanya bertanya<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn2" name="_ftnref2"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><strong><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[2]</span></strong></span></span></span></a>.” Aisyah berkata, “Dulu kami ditimpa haid, maka kami diperintah untuk mengqadha puasa dan tidak diperintah mengqadha shalat.” </em>(<strong>HR. Al-Bukhari </strong>no. 321 dan <strong>Muslim </strong>no. 761)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong> </strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Mendapati suci sebelum habis waktu shalat</strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mayoritas ahlul ilmi berpendapat wajib bagi wanita yang semula haid kemudian mendapati suci sebelum habis waktu sebuah shalat fardhu untuk mengerjakan shalat fardhu tersebut. Misalnya, ia suci 20 menit sebelum keluar waktu dhuhur (untuk kemudian masuk waktu ashar), berarti ia wajib mengerjakan shalat dhuhur karena ia sempat mendapatinya dalam keadaan haidnya telah berhenti/selesai. Namun, ahlul ilmi ini berbeda pendapat tentang persyaratan mandi dan wudhu sebelum keluarnya waktu shalat tersebut. Mereka terbagi dalam dua pendapat:</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Pertama:</strong> shalat tersebut baru wajib ditunaikan dengan syarat telah selesai mandi suci.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Maka bila si wanita mendapati dirinya suci dari haid pada akhir waktu shalat dengan kadar waktu yang tidak memungkinkan baginya untuk menyelesaikan mandi dan wudhu<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn3" name="_ftnref3"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></span></a>, tanpa ia mengulur-ulur waktu dan bermalas-malasan tentunya, maka tidak wajib baginya mengerjakan shalat yang telah keluar waktunya tersebut dan tidak pula mengqadhanya. Demikian pendapat Al-Imam Malik (<strong>Al-Kafi</strong>, 1/162), Al-Auza'i dan madzhab Zhahiriyyah.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berkata Ibnu Hazm <span>t</span>, “Apabila seorang wanita telah suci pada akhir waktu shalat dengan kadar yang tidak memungkinkan baginya untuk mandi dan wudhu hingga habis waktu shalat, maka dia tidak wajib menunaikan shalat tersebut dan tidak pula mengqadhanya. Demikian pendapat Al-Auza'i dan teman-teman kami (madzhab Zhahiriyyah). Al-Imam Asy-Syafi'i dan Ahmad berkata, “Wajib bagi si wanita untuk mengerjakan shalat tersebut.” Abu Muhammad (kunyah Ibnu Hazm) berkata, “Bukti benarnya pendapat kami adalah Allah k tidak membolehkan seseorang mengerjakan shalat kecuali dengan <em>thaharah</em> (bersuci), sementara Allah telah menetapkan batasan waktu-waktu shalat. Maka, bila tidak memungkinkan bagi seorang wanita untuk berthaharah setelah suci dari haidnya dalam waktu shalat yang tersisa, kami di atas keyakinan bahwa si wanita tidak dibebani untuk mengerjakan shalat yang telah keluar waktunya tersebut. Karena saat ia mendapati sisa waktunya, ia belum berthaharah sehingga belum boleh menunaikannya." (<strong>Al-Muhalla</strong>, 1/395)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span> </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Kedua:</strong> Shalat yang masih didapati waktunya tersebut telah wajib ditunaikan si wanita sejak saat ia melihat dirinya telah suci<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn4" name="_ftnref4"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></span></a>, tanpa membedakan apakah ia bersegera mandi atau bermalas-malasan mandi hingga keluar waktu shalat tersebut. Demikian pendapat madzhab Hanabilah (<strong>Al-Mughni</strong>), satu pendapat dalam madzhab Syafi'iyyah (<strong>Al-Majmu'</strong>, 3/69), pendapat Ats-Tsauri dan Qatadah. (<strong>Al Ausath</strong>, 2/248)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Argumen mereka adalah:</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">1. Ketika suci, si wanita berarti termasuk orang-orang yang wajib menunaikan shalat fardhu, hanya saja yang tersisa adalah mandinya. Setelah mandi suci baru ia menunaikan shalat fardhu yang tadi sempat didapatinya, sama saja apakah masih tersisa waktu shalat tersebut atau telah habis/keluar waktunya. (<strong>Al-Ausath</strong>, 2/248)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">2. Mengamalkan zahir hadits Nabi n:</div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">مَن أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَة </span><em></em></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><em>"Siapa yang mendapati satu rakaat dari shalat subuh sebelum matahari terbit maka sungguh ia telah mendapati subuh tersebut<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn5" name="_ftnref5"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><strong><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></strong></span></span></span></a>, dan siapa yang mendapati satu rakaat dari shalat ashar sebelum matahari tenggelam maka sungguh ia telah mendapati shalat ashar tersebut<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn6" name="_ftnref6"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><strong><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></strong></span></span></span></a>."</em> (<strong>HR. Al-Bukhari </strong>no. 579 dan <strong>Muslim </strong>no. 1373)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Al-Imam An-Nawawi <span>t<strong> </strong><span>berkata,<strong> </strong></span>“Bila seseorang yang semula tidak wajib menunaikan shalat mendapati satu rakaat dari waktu shalat tersebut, maka wajib baginya menunaikan shalat tersebut. Hal ini berlaku pada anak kecil yang kemudian baligh, orang gila dan orang pingsan yang sadar dari gila atau pingsannya, wanita haid dan nifas yang telah suci, dan orang kafir yang masuk Islam. Siapa di antara mereka ini mendapati satu rakaat sebelum keluar/habis waktu shalat, wajib baginya mengerjakan shalat tersebut. Namun bila salah satu dari mereka mendapati kurang dari satu rakaat seperti hanya mendapati satu takbir, maka dalam hal ini ada dua pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i t</span><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn7" name="_ftnref7"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="AR-SA"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></span></span></a><span>. Pertama, tidak wajib mengerjakan shalat tersebut berdasarkan apa yang dipahami dari hadits di atas. Namun yang paling shahih dari dua pendapat yang ada menurut teman-teman kami (pengikut madzhab Syafi'iyyah) adalah tetap wajib menunaikan shalat tersebut, karena ia telah mendapati satu bagian dari shalat maka sama saja antara yang sedikitnya dengan yang banyaknya. Juga dipersyaratkan shalat itu dipandang dengan kesempurnaannya (dilihat secara utuh) menurut kesepakatan, maka sepantasnya tidak dibedakan antara satu takbir dengan satu rakaat.” (<strong>Al-Minhaj</strong>, 5/108)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span>Dari perbedaan pendapat yang ada, wallahu a'lam, kami lebih tenang kepada pendapat kedua, karena dalilnya lebih kuat dan lebih hati-hati. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin t. Beliau menyatakan, tidak wajib bagi wanita yang suci dari haid mengerjakan satu shalat fardhu terkecuali ia mendapati waktunya sekadar satu rakaat yang sempurna. Bila demikian, wajib baginya mengerjakan shalat fardhu tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span>Misalnya, seorang wanita suci dari haid sebelum terbit matahari<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn8" name="_ftnref8"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></span></a> sekadar satu rakaat. Maka, wajib baginya setelah mandi mengerjakan shalat subuh karena ia sempat mendapati satu bagian dari waktunya yang memungkinkan untuk mengerjakan satu rakaat. Namun bila ia mendapati sisa waktu shalat kurang dari satu rakaat (tidak memungkinkan untuk mengerjakan satu rakaat yang sempurna) seperti ia suci sesaat sebelum terbit matahari, maka shalat subuh tidak wajib ditunaikannya berdasarkan sabda Nabi n: </span></div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><em>"Siapa yang mendapati satu rakaat dari shalat maka sungguh ia telah mendapati shalat tersebut." </em>(<strong>Muttafaqun alaihi</strong>)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Yang dipahami dari hadits di atas adalah orang yang mendapati kurang dari satu rakaat, kemudian waktu shalat habis, berarti ia tidak mendapati shalat. (<strong>Majmu' Fatawa wa Rasa'il </strong>Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin, 11/309)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan <span>t ketika menjelaskan hadits Rasulullah n: </span></div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">مَن أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ </span><em></em></div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><em><span> </span></em></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Beliau berkata, "Hadits di atas menunjukkan penunaian shalat tidak tercapai kecuali bila mendapati satu rakaatnya sebelum keluar waktunya. Siapa yang mendapati kurang dari satu rakaat, berarti ia tidak mendapati shalat pada waktunya. Ini merupakan pendapat jumhur ahlul ilmi, dan pendapat Syafi'iyah dan Malikiyah sebagaimana dalam <strong>Al-Majmu' </strong><span>(</span>3/67) dan <strong>Mawahibul Jalil</strong> (1/407).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sekelompok ulama berpendapat, bila sempat didapatkan takbiratul ihram berarti didapatkan shalat tersebut. Dengan demikian, menurut pendapat ini, bila seseorang telah bertakbiratul ihram sebelum habis waktu shalat berarti ia mendapati shalat tersebut pada waktunya, karena ia masuk dalam amalan shalat masih dalam batasan waktunya. Ini merupakan pendapat Hanabilah dan Hanafiyah sebagaimana dalam <strong>Al-Inshaf</strong> (1/439) dan <strong>Hasyiyah Ibnu Abidin</strong> (2/63).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Akan tetapi yang rajih adalah pendapat yang mengatakan tidak didapatkan shalat pada waktunya terkecuali bila sempat didapatkan satu rakaat yang sempurna, karena pendapat inilah yang ditunjukkan oleh hadits-hadits.” (<strong>Tas-hilul Ilmam fi Fiqh lil Ahadits min Bulughil Maram</strong>, 2/31)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Apakah ada keharusan menjamak dengan shalat yang sebelumnya?</strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bila wanita haid telah suci pada waktu shalat ashar atau isya misalnya, apakah ia wajib mengerjakan shalat sebelum ashar yaitu dhuhur atau shalat sebelum isya yaitu maghrib?</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Pertama:</strong> selain wajib baginya mengerjakan shalat yang masih didapatkannya waktunya yaitu ashar atau isya, ia juga wajib mengerjakan shalat fardhu yang sebelumnya, yaitu dhuhur dijamak dengan ashar, atau maghrib dijamak dengan isya. Demikian pendapat yang dipegangi madzhab Malikiyah (<strong>Al-Kafi</strong>, 1/162) Syafi'iyah (<strong>Al-Majmu' </strong>3/69), Hanabilah (<strong>Al-Mughni</strong>,<em> Kitabush Shalah, fashl Man shalla qablal waqt</em>) dan pendapat Thawus, An-Nakha'i, Mujahid, Az-Zuhri, Rabi'ah, Al-Laits, Abu Tsaur, Ishaq, Al-Hakm dan Al-Auza'i. (<strong>Al-Mughni </strong><em>Kitabush Shalah, fashl Man shalla qablal waqt</em>, <strong>Al-Ausath </strong>2/244)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Namun kalau sucinya waktu subuh, atau dhuhur atau maghrib maka tidak ada kewajiban baginya menjamaknya dengan shalat fardhu sebelumnya, karena tidak ada jamak dalam penunaian shalat subuh dan tidak ada penjamakan dhuhur dengan shalat sebelumnya. Demikian pula maghrib dengan shalat sebelumnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Mereka berdalil dengan:</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">1. Atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas c dan Abdurrahman bin Auf z tentang wanita haid yang suci sebelum terbit fajar (sebelum masuk waktu subuh) dengan kadar satu rakaat (dia bisa mengerjakan shalat sebelumnya -pent.), maka ia menunaikan shalat maghrib dan isya. Bila sucinya sebelum matahari tenggelam, ia mengerjakan shalat ashar dan dhuhur bersama-sama (dijamak)<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn9" name="_ftnref9"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[9]</span></span></span></span></a>.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">2. Karena waktu shalat yang kedua (yaitu ashar bila dihadapkan dengan dhuhur, atau isya bila dihadapkan dengan maghrib) merupakan waktu shalat yang pertama tatkala ada uzur, seperti ketika dijamak dalam keadaan safar, atau <strong>saat hujan???</strong>, atau ketika di Muzdalifah. Misalnya ia menjamak shalat saat safar dengan jamak ta'khir, maka berarti ia mengerjakan shalat dhuhur di waktu ashar, atau shalat maghrib di waktu isya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Kedua: </strong>Tidak ada kewajiban bagi si wanita untuk mengerjakan shalat yang sebelumnya. Bila ia suci di waktu ashar berarti ia hanya mengerjakan shalat ashar dan tidak ada kewajiban mengerjakan shalat dhuhur. Demikian pula bila ia suci di waktu isya, berarti ia hanya mengerjakan isya. Demikian pendapat dalam madzhab Hanafiyah (<strong>Al-Mabsuth</strong>, 3/15), Zhahiriyah (<strong>Al-Muhalla</strong>), pendapat Al-Hasan, Qatadah, Hammad ibnu Abi Sulaiman, Sufyan Ats-Tsauri (<strong>Al-Ausath </strong>2/245, <strong>Al-Mughni</strong>, <em>Kitabush Shalah, fashl Man shalla qablal waqt</em><strong> </strong>) dan pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir (<strong>Al-Ausath</strong>, 2/245).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Argumen mereka sebagai berikut:</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">1. Waktu shalat yang pertama telah habis tatkala ia masih beruzur (belum suci dari haidnya) maka ia tidak wajib menunaikannya. Sebagaimana bila ia tidak mendapati waktu shalat kedua, ia pun tidak mengerjakannya. (<strong>Al-Mughni, </strong><em>Kitabush Shalah, fashl Man shalla qablal waqt</em>)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">2. Sabda Rasulullah n:</div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">merupakan dalil bahwa yang didapatinya adalah shalat ashar saja, bukan shalat dhuhur. (<strong>Al-Ausath</strong>, 2/245)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dari dua pendapat yang ada, yang lebih kuat dari sisi dalil adalah pendapat kedua. <span>Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin t menyatakan s</span>iapa yang mendapati satu rakaat shalat ashar maka tidak wajib baginya mengerjakan shalat dhuhur. Bila ada wanita yang suci dari haid sebelum tenggelam matahari dengan kadar ia bisa mendapati satu rakaat shalat ashar dengan sempurna atau bahkan dua atau tiga, maka wajib baginya mengerjakan shalat ashar tersebut, dan menurut pendapat yang rajih (kuat) tidak wajib baginya mengerjakan shalat dhuhur. Karena shalat dhuhur telah lewat dan telah habis waktunya pada saat si wanita belum termasuk orang yang wajib shalat (karena masih haid/belum suci). Seandainya shalat dhuhur tersebut wajib diqadha, niscaya akan diterangkan dalam Kitabullah atau Sunnah Rasulullah n. Rasulullah n dalam sabdanya:</div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">hanya menyebutkan shalat ashar, dan tidak memperingatkan tentang kewajiban shalat yang sebelumnya yaitu dhuhur.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kalau pun itu merupakan pendapat ulama, maka pendapat mereka bisa salah dan bisa benar. Dengan demikian, pendapat yang rajih adalah bila si wanita suci sebelum matahari tenggelam, tidak ada kewajiban baginya selain mengerjakan shalat ashar (dengan kadar bisa mendapati satu rakaat yang sempurna). Demikian pula bila ia suci sebelum berakhir waktu isya, tidak ada shalat yang wajib ditunaikannya selain shalat isya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Adapun alasan mereka yang berpendapat adanya jamak dengan shalat yang sebelumnya karena dua shalat yang dijamak itu berserikat dalam waktu (dhuhur dengan ashar, maghrib dengan isya) maka dijawab: Sungguh ucapan mereka itu bertentangan dengan pendapat mereka yang mengatakan, jika seorang wanita ditimpa haid setelah masuk waktu dhuhur misalnya padahal ia belum sempat mengerjakan shalat dhuhur, maka saat suci nanti si wanita tidak wajib mengqadha selain shalat dhuhur, adapun shalat setelahnya (ashar) tidak wajib ditunaikannya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Lalu apa bedanya hal ini?!</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bukankah mereka mengatakan dhuhur dan ashar berserikat dalam waktu saat ada uzur? (<strong>Fathur Dzil Jalali wal Ikram, </strong>2/71-72)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalil lain yang menunjukkan tidak wajibnya menunaikan shalat yang sebelumnya adalah sabda Rasulullah n:</div><div class="MsoNormal" style="direction: rtl; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT"; font-size: 13pt;">مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><em>"Siapa yang mendapati satu rakaat dari shalat maka sungguh ia telah mendapati shalat tersebut." </em><strong>(Muttafaqun alaihi) </strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Huruf <em>alif lam </em>pada kata <em>ash-shalah</em> adalah<em> lil 'ahd </em>(menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui/tertentu) yakni seseorang mendapati satu rakaat dari shalat tertentu, bukan shalat yang sebelumnya karena sama sekali ia tidak dapatkan waktunya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sementara atsar dari sahabat, kalau memang shahih, maka dibawa kepada makna kehati-hatian saja, karena khawatir penghalang untuk mengerjakan shalat telah hilang sebelum habis waktu shalat yang pertama. Terlebih lagi keadaan haid, terkadang si wanita tidak menyadari ia telah suci dari haidnya terkecuali setelah lewat beberapa waktu. (<strong>Asy-Syarhul Mumti'</strong>, 2/135-136)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span lang="IN"> </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Tertimpa haid ketika telah masuk waktu shalat</strong></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bila seorang wanita yang suci mendapati waktu shalat fardhu telah tiba, namun belum sempat mengerjakan shalat, ia ditimpa haid, apakah ada tuntutan baginya berkenaan dengan shalat tersebut saat suci nantinya? Ataukah ada uzur untuknya?</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;">Dalam hal ini ahlul ilmi juga berbeda pendapat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Pendapat pertama:</strong> ia wajib mengqadha shalat tersebut, tanpa membedakan apakah ia hanya sempat mendapati sesaat dari waktu shalat tersebut<span lang="IN">,</span> sekadar hanya bisa bertakbiratul<span> </span>ihram<span lang="IN">,</span> kemudian haid menimpanya ataukah lebih dari itu. Demikian pandangan dalam madzhab Hanabilah (<strong>Al-Mughni</strong>), pendapat Asy-Sya'bi, An-Nakha'i<span lang="IN">,</span><span lang="IN"> </span>Qatadah dan Ishaq (<strong>Al-Muhalla</strong> 1/394).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan dalil, si wanita telah mendapati bagian dari waktu shalat maka wajib baginya mengerjakannya saat telah hilang uzurnya, sebagaimana kalau ia suci dan sempat mendapati sisa waktu shalat walaupun sesaat, maka shalat tersebut wajib ditunaikannya. (<strong>Al-Mughni</strong>)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Pendapat kedua:</strong> bila ia mendapati waktu yang cukup untuk mengerjakan shalat tersebut maka wajib baginya qadha saat suci nanti. Namun kalau waktunya tidak memungkinkan untuk menyempurnakan shalat maka tidak ada qadha baginya. Demikian yang dipegangi madzhab Syafi'iyah. (<strong>Al-Majmu'</strong>,<span> </span>3/71)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>Pendapat ketiga:</strong> tidak ada qadha baginya. Ini pendapat Zhahiriyah (<strong>Al-Muhalla</strong>,<span> </span>1/394) dan pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (<strong>Majmu' Fatawa</strong>,<span> </span>23/335). Ini juga merupakan pendapat Hammad bin Abi Sulaiman, Ibnu Sirin dan Al-Auza'i (<strong>Al-Ausath</strong> 1/247, <strong>Al Muhalla</strong>).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalil mereka, Allah<span> <span lang="IN">k</span></span> menjadikan shalat itu memiliki waktu tertentu, ada awal dan ada akhirnya. Rasulullah n<span> </span>sendiri pernah mengerjakan shalat di awal waktu dan pernah pula di akhir waktu. Orang yang menunaikan shalat di akhir waktu tidaklah dianggap bermaksiat, karena Rasulullah n<span> </span>tidak mungkin melakukan maksiat. Bila demikian, ketika si wanita belum menunaikan shalat di awal waktunya, ia tidaklah disalahkan/dianggap berbuat maksiat. Bahkan hal itu boleh dilakukannya. Ketika ternyata sebelum shalat itu tertunaikan, haid menimpanya maka <span lang="IN">kewajiban </span>shalat tersebut gugur <span lang="IN">dari</span>nya. (<strong>Al-Muhalla</strong> 1/394-395,<span> </span><strong>Majmu' Fatawa</strong>,<span> </span>23/335)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kalau ada yang membandingkannya dengan orang yang lupa atau tertidur dari mengerjakan shalat hingga keluar waktunya</span><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn10" name="_ftnref10"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[10]</span></span></span></span></a><span lang="IN">, maka ini berbeda, kata Ibnu Taimiyah. Orang yang lupa atau ketiduran, bila memang ia tidak bersengaja menyia-nyiakan shalat, maka ia mengerjakan shalat tersebut saat ingat atau saat terbangun, sekalipun waktu shalat telah habis. Penunaian itu bukanlah teranggap qadha, tapi itulah waktu shalat baginya, sebagaimana sabda Rasulullah n, <em>“Siapa yang tertidur dari menunaikan shalat atau ia terlupakan maka hendaklah ia shalat saat ingat, karena itulah waktu shalat baginya.”</em> (<strong>HR. Al-Bukhari </strong>dan <strong>Muslim</strong>)</span><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn11" name="_ftnref11"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></span></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin </span><span lang="IN">t</span><span lang="IN"> menyatakan pendapat yang menetapkan tidak ada qadha bagi si wanita kuat sekali. Karena tidaklah ia bermaksud meremehkan shalat dengan sengaja mengulur-ulur pelaksanaannya hingga ia diharuskan mengqadha shalat yang sempat didapatinya tersebut. Bila si wanita tidak meremehkan shalat dan ia pun diizinkan menunda shalat selama masih dalam batasan waktunya, lalu bagaimana kita mengharuskannya melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak wajib baginya? </span>Akan tetapi bila shalat tersebut diqadha maka itu lebih hati-hati. (<strong>Fathu Dzil Jalali wal Ikram, </strong>hal. 71)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Beliau <span>t </span><span lang="IN">juga </span><span>mengata</span>kan, tidak didapatkan penukilan bahwa seorang wanita bila haid di tengah waktu shalat sementara ia belum sempat menunaikan shalat tersebut, ia diharuskan mengqadhanya. Hukum asal adalah <em>bara'ah dzimmah</em>. Ini merupakan alasan yang sangat kuat. Namun kalau toh si wanita mengqadhanya dalam rangka berhati-hati maka hal itu baik. Akan tetapi bila ia tidak mengqadhanya, ia tidak berdosa karena ia menunda shalat, tidak mengerjakannya di awal waktu dalam keadaan waktu shalat masih ada<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn12" name="_ftnref12"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[12]</span></span></span></span></a>. (<strong>Asy-Syarhul Mumti'</strong>, 2/131)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan <span>t </span>berkata, “Adapula satu masalah berkaitan dengan hadits ini<a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftn13" name="_ftnref13"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[13]</span></span></span></span></a> yaitu bila seseorang mendapati waktu shalat seperti shalat ashar misalnya atau waktu dhuhur kemudian dia terhalang oleh satu perkara yang membuatnya tidak bisa mengerjakan shalat tersebut seperti kematian atau seorang wanita haid sebelum sempat mengerjakan shalat, apakah si wanita harus mengqadha shalat yang sempat didapatinya di awal waktu sebelum akhirnya ia ditimpa haid?</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam hal ini ada dua pendapat ulama:</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><em>Pertama:</em></strong> ia tidak mengqadha karena diperkenankan baginya menunda pelaksanaan shalat dari awal waktunya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><em>Kedua:</em></strong> ia mengqadhanya karena ia sempat mendapati shalat tersebut di awal waktunya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah <span>t</span> dalam <strong>Majmu' Fatawa </strong><span>(</span>23/334-335) menukilkan pendapat pertama dari Abu Hanifah dan Malik. Pendapat kedua beliau nukilkan dari Ahmad dan Asy-Syafi'i. Akan tetapi pendapat pertama lebih rajih/kuat, dengan alasan si wanita mengakhirkan shalat yang memang boleh baginya menundanya. Karena waktunya lapang/masih ada, lalu terjadi suatu perkara yang menghalanginya untuk menunaikan shalat yaitu haid yang bukan kemauannya sendiri, maka tidak wajib baginya mengqadha shalat. Demikian pula orang yang meninggal sementara telah masuk waktu shalat dalam keadaan ia belum sempat shalat, maka orang ini tak berdosa karena ia mengakhirkan shalat yang memang pada waktu yang diperkenankan.” (<strong>Tashilul Ilmam fi Fiqh lil Ahadits min Bulughil Maram</strong>, 2/31-32)</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><em>Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab.</em></div><div><br />
<hr size="1" width="33%" /> <div id="ftn1"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref1" name="_ftn1"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[1]</span></span></span></span></a> Harura adalah sebuah negeri yang berjarak dua mil dari Kufah. Haruri/haruriyah merupakan sebutan bagi orang yang meyakini madzhab Khawarij, karena kelompok pertama dari mereka memberontak pada Ali bin Abi Thalib z di negeri Harura ini. Keyakinan mereka yang disepakati di antara mereka adalah mengambil apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan menolak secara mutlak tambahan yang disebutkan dalam hadits. Karena itulah Aisyah <span>x </span>bertanya kepada Mu'adzah dengan pertanyaan mengingkari. (<strong>Fathul Bari</strong>, 1/546)</div></div><div id="ftn2"> <div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref2" name="_ftn2"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[2]</span></span></span></span></a> Karena menginginkan ilmu, bukan ingin menentang. (<strong>Fathul Bari</strong>, 1/546)</div></div><div id="ftn3"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref3" name="_ftn3"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[3]</span></span></span></span></a> Ia mendapati dirinya telah suci dari haid dalam keadaan masih tersisa waktu shalat namun ketika selesai mandi suci ternyata waktu shalat telah habis.</div></div><div id="ftn4"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref4" name="_ftn4"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[4]</span></span></span></span></a> Tentunya shalat tersebut baru ditunaikan setelah mandi suci. Kalau toh, waktu shalat tersebut telah habis ketika ia selesai mandi maka ia tetap menunaikannya.</div></div><div id="ftn5"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref5" name="_ftn5"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[5]</span></span></span></span></a> Bukan maksudnya ia cukup mengerjakan shalat subuh satu rakaat atau shalat ashar satu rakaat. Namun maknanya sekalipun ia hanya sempat mendapati waktu shalat sekadar menyelesaikan satu rakaat yang sempurna maka ia terhitung telah mendapati shalat secara sempurna, walaupun rakaat-rakaat yang berikutnya ia selesaikan dalam keadaan waktu shalat telah habis.</div></div><div id="ftn6"> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref6" name="_ftn6"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[6]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt;"> Namun hadits ini jangan dipahami bahwa seseorang boleh menunda/mengakhirkan shalat ashar hingga tidak tersisa dari waktunya kecuali satu rakaat, atau boleh mengakhirkan shalat subuh hingga tidak tersisa dari waktunya kecuali satu rakaat. Yang semestinya dipahami dari hadits di atas adalah bila seseorang terhalang oleh suatu perkara, kelelahan yang sangat misalnya, hingga tidak mampu untuk segera mengerjakan shalat, atau merasa kesakitan dan menunggu sampai rasa sakit agak reda, atau uzur yang semisalnya –bukan karena malas, meremehkan dan sengaja mengulur-ulur waktu shalat sebagaimana perbuatan orang-orang munafik– hingga ketika tiba saatnya ia shalat, ia hanya mendapati kadar satu rakaat dari shalat tersebut setelah itu habis waktunya. Kami katakan kepada orang yang keadaannya demikian, “Engkau telah mendapati shalat tersebut sebagai keutamaan dari Allah k kepada hamba-hamba-Nya.” (<strong>Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi Syarhi Bulughil Maram</strong></span>, <span style="font-size: 10pt;">Ibnu Utsaimin,</span> <span style="font-size: 10pt;">hal. 71-72)</span></div></div><div id="ftn7"> <div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref7" name="_ftn7"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[7]</span></span></span></span></a> Perbedaan pendapat ini akan dibicarakan kemudian.</div></div><div id="ftn8"> <div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref8" name="_ftn8"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[8]</span></span></span></span></a> Sebagai tanda waktu subuh telah habis.</div></div><div id="ftn9"> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref9" name="_ftn9"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[9]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt;"> Atsar dari Ibnu Abbas z ini diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam<strong> Mushannaf</strong>nya (no. 7206) dan selainnya. Namun dilemahkan sanadnya oleh Ibnu At-Turkumani dalam <strong>Al-Jauhar An-Naqi</strong>, karena dhaifnya perawi yang bernama Yazid bin Abi Ziyad sebagaimana dalam <strong>At-Taqrib</strong>. Di samping itu, Yazid <em>mudhtharib</em> dalam atsar ini, terkadang ia meriwayatkan dari Miqsam dan terkadang dari Thawus. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Namun Yazid diikuti oleh Laits ibnu Abi Sulaim dari Thawus, dan Atha' dari Ibnu Abbas z, dalam riwayat Baihaqi dalam <strong>As-Sunan Al-Kurba</strong> (1/378). Akan tetapi Laits seorang rawi yang <em>mukhtalith</em>. Ibnu At-Turkumani juga mendhaifkan sanadnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Atsar yang kedua dari Abdurrahman bin Auf z, diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam <strong>Al-Mushannaf</strong> (no. 7204) dan selainnya. Atsar ini dari maula Abdurrahman bin Auf, dari Abdurrahman, sama dengan atsar Ibnu Abbas. Kata Ibnu At Turkumani, maula Abdurrahman ini <em>majhul</em>. Abdurrazzaq juga meriwayatkannya dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Telah disampaikan oleh seseorang dari Abdurrahman bin Auf...” </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt;">Dalam sanadnya kita lihat ada <em>jahalah</em> (hanya dikatakan seseorang tanpa dijelaskan siapa dia) sehingga sanadnya juga lemah. <em>Wallahu a'lam</em>. (catatan kaki<strong> Asy Syarhul Mumti'</strong>, hal. 133-134)</span></div><div class="MsoFootnoteText"><br />
</div></div><div id="ftn10"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref10" name="_ftn10"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[10]</span></span></span></span></a> <span lang="IN">Orang tersebut tetap wajib mengerjakan shalat yang luput darinya saat ia bangun atau saat ia ingat walaupun waktu shalat telah habis.</span></div></div><div id="ftn11"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref11" name="_ftn11"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[11]</span></span></span></span></a> <span lang="IN">Sehingga jelaslah perbedaan antara wanita yang tertimpa haid ketika waktu shalat telah masuk sementara ia belum sempat mengerjakan shalat tersebut, dengan orang yang ketiduran atau kelupaan dari mengerjakan shalat. </span></div></div><div id="ftn12"> <div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref12" name="_ftn12"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[12]</span></span></span></span></a> <span lang="IN">Beliau memilih pendapat yang mengqadha dalam rangka kehati-hatian, <em>wallahu a'lam</em>. Walaupun di sisi lain beliau menguatkan pendapat yang tidak mengqadha.</span></div></div><div id="ftn13"> <div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html#_ftnref13" name="_ftn13"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[13]</span></span></span></span></a> Yaitu hadits:</div><div class="MsoFootnoteText" style="direction: rtl; text-align: right; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arabic11 BT";">مَن أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصُّبْحِ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ، وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ</span></div></div></div><br />
Sumber: http://www.asysyariah.com/sakinah/niswah/39-haid-dan-shalat.html</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-37799115974600235952011-03-14T22:48:00.000-07:002011-03-14T22:48:20.685-07:00MAKSUD CALON YANG SEKUFU DALAM NIKAH : Apakah batasan kufu dalam pernikahan? Apakah adanya kecocokan hati, perasaan, cara berpikir, cara pandang dan kefaqihan dalam agama termasuk dalam kekufuan?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdx01z_5edxNouI6lEnD7MHPoT0X3cOdOAaQmhT3G9oarhL6dP8Fvru_WvxY6AeKX_FJJptpNnOPXA8-Jhy66SJiQCal8WQxUYvkFkv5S_ExS0nDmjede8d_acBKHcheg8Ar3QVxdLWwU/s1600/sekufu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdx01z_5edxNouI6lEnD7MHPoT0X3cOdOAaQmhT3G9oarhL6dP8Fvru_WvxY6AeKX_FJJptpNnOPXA8-Jhy66SJiQCal8WQxUYvkFkv5S_ExS0nDmjede8d_acBKHcheg8Ar3QVxdLWwU/s320/sekufu.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
<br />
<strong>Apakah batasan kufu dalam pernikahan? Apakah adanya kecocokan hati, perasaan, cara berpikir, cara pandang dan ke<em>faqih</em>an dalam agama termasuk dalam kekufuan? </strong><br />
Dianwati<br />
ummuyusufxx@myquran.com <br />
<strong>Jawaban :</strong><br />
Para ahli fiqih (fuqaha) berbeda pendapat tentang kafa’ah (kufu) dalam pernikahan, namun yang benar sebagaimana dijelaskan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma‘ad (4/22), <span style="text-decoration: underline;"><strong>yang teranggap dalam kafa’ah adalah perkara dien (agama). </strong></span>Beliau rahimahullah berkata tentang permasalahan ini diawali dengan menyebutkan beberapa ayat Al Qur’an, di antaranya :<br />
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al Hujurat: 13)<br />
“Orang-orang beriman itu adalah bersaudara.” (Al Hujurat: 10)<span id="more-3104"></span><br />
“Kaum mukminin dan kaum mukminat sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.” (At Taubah: 71)<br />
“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…” (An Nur: 26)<br />
Kemudian beliau lanjutkan dengan beberapa hadits, di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:<br />
“Tidak ada keutamaan orang Arab dibanding orang ajam (non Arab) dan tidak ada keutamaan orang ajam dibanding orang Arab. Tidak pula orang berkulit putih dibanding orang yang berkulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dibanding orang kulit putih, kecuali dengan takwa. Manusia itu dari turunan Adam dan Adam itu diciptakan dari tanah.”<br />
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Bani Bayadlah: “Nikahkanlah wanita kalian dengan Abu Hindun.” Maka merekapun menikahkannya sementara Abu Hindun ini profesinya sebagai tukang bekam.<br />
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah menikahkan Zainab bintu Jahsyin Al Qurasyiyyah, seorang wanita bangsawan, dengan Zaid bin Haritsah bekas budak beliau.<br />
Dan menikahkan Fathimah bintu Qais Al Fihriyyah dengan Usamah bin Zaid, juga menikahkan Bilal bin Rabah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin `Auf.<br />
Dari dalil yang ada dipahami bahwasanya penetapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masalah kufu adalah dilihat dari sisi agama.<br />
Sebagaimana tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir, tidak boleh pula menikahkan wanita yang menjaga kehormatan dirinya dengan laki-laki yang fajir (jahat/jelek).<br />
Al Qur’an dan As Sunnah tidak menganggap dalam kafa’ah kecuali perkara agama, adapun perkara nasab (keturunan), profesi dan kekayaan tidaklah teranggap. Karena itu boleh seorang budak menikahi wanita merdeka dari turunan bangsawan yang kaya raya apabila memang budak itu seorang yang ‘afif (menjaga kehormatan dirinya) dan muslim. Dan boleh pula wanita Quraisy menikah dengan laki-laki selain suku Quraisy, wanita dari Bani Hasyim boleh menikah dengan laki-laki selain dari Bani Hasyim. (Zaadul Ma‘ad, 4/22)<br />
Sumber: <a href="http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/munakahat-keluarga/batasan-kufu-dalam-pernikahan/" target="_blank">http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/munakahat-keluarga/batasan-kufu-dalam-pernikahan/</a>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-48017545279863573412011-03-14T22:37:00.000-07:002011-03-14T22:39:10.950-07:00Pendiri Wahabi adalah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum wafat 211 H. Bukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab wafat 1206 H<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2EAadSzn_9ZEGC2ImlzMErwndNM4YjTDXetJuatf4gM0jWbZRUERRGmNhk5O1DWQ9rJgV5ymvFK-SU6RkKmVLIpZVQlcH1XNgmVH7NpFpX-QPVmvF3Jvpj0D_Gduk0DEwVKl0Mx3SO3c/s1600/wahabi-myth2.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2EAadSzn_9ZEGC2ImlzMErwndNM4YjTDXetJuatf4gM0jWbZRUERRGmNhk5O1DWQ9rJgV5ymvFK-SU6RkKmVLIpZVQlcH1XNgmVH7NpFpX-QPVmvF3Jvpj0D_Gduk0DEwVKl0Mx3SO3c/s320/wahabi-myth2.gif" width="232" /></a></div><br />
Sebenarnya, Al-Wahabiyah merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad ke 2 (dua) Hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, sangat membenci syiah dan sangat jauh dari Islam.<br />
<br />
Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah beliau sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwah beliau dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam.<br />
<br />
Contohnya: <b>Inggris</b> mengulirkan isue wahabi di India,<b> Prancis</b> menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan <b>Mesir </b>menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, <b>Italia</b> juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan <b>Belanda</b> di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam.<br />
<br />
<b>Tuduhan buruk yang mereka lancarkan kepada dakwah beliau hanya didasari tiga faktor:</b><br />
<br />
1. Tuduhan itu berasal dari para tokoh agama yang memutarbalikkan kebenaran, yang hak dikatakan bathil dan sebaliknya, keyakinan mereka bahwa mendirikan bangunan dan masjid di atas kuburan, berdoa dan meminta bantuan kepada mayit dan semisalnya termasuk bagian dari ajaran Islam. Dan barangsiapa yang mengingkarinya dianggap membenci orang-orang shalih dan para wali.<br />
<br />
2. Mereka berasal dari kalangan ilmuwan namun tidak mengetahui secara benar tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya, bahkan mereka hanya mendengar tentang beliau dari pihak yang sentimen dan tidak senang Islam kembali jaya, sehingga mereka mencela beliau dan dakwahnya sehingga memberinya sebutan Wahabi.<br />
<br />
3. Ada sebagian dari mereka takut kehilangan posisi dan popularitas karena dakwah tauhid masuk wilayah mereka, yang akhirnya menumbangkan proyek raksasa yang mereka bangun siang malam.<br />
<br />
Dan barangsiapa ingin mengetahui secara utuh tentang pemikiran dan ajaran Syaikh Muhammad (Abdul Wahab) maka hendaklah membaca kitab-kitab beliau seperti Kitab Tauhid, Kasyfu as-Syubhat, Usul ats-Tsalatsah dan Rasail beliau yang sudah banyak beredar baik berbahasa arab atau Indonesia.<br />
<br />
<br />
<br />
<b>FATWA AL-LAKHMI DITUJUKAN KEPADA WAHABI (ABDUL WAHHAB BIN ABDURRAHMAN BIN RUSTUM) SANG TOKOH KHAWARIJ BUKAN KEPADA SYAIKH MUHAMMAD ABDUL WAHAB</b><br />
<br />
Mengenai fatwa Al-Imam Al-Lakhmi yang dia mengatakan bahwa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij. Maka yg dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafat Al-Lakhmi adalah 478 H sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yg telah wafat namun berfatwa tentang seseorang yg hidup berabad-abad setelahnya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikut Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi hubungan antara Najd dgn Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yg diperingatkan Al-Lakhmi adl Wahhabiyyah Rustumiyyah bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. [Lihat kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.]<br />
<br />
<b>Perbedaan Da’wah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum Dan Da’wah Syaikh Muhammad Abdul Wahhab</b><br />
<br />
<b>1.Da’wah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum (Khawarij)</b><br />
<br />
Khawarij adalah salah satu kelompok dari kaum muslimin yang mengkafirkan pelaku maksiat (dosa besar), membangkang dan memberontak terhadap pemerintah Islam, dan keluar dari jama’ah kaum muslimin.<br />
<br />
Termasuk dalam kategori Khawarij, adalah Khawarij generasi awal (<i>Muhakkimah Haruriyah</i>) dan sempalan-sempalannya, seperti al-Azariqah, ash-Shafariyyah, dan an-Najdat –ketiganya sudah lenyap– dan al-Ibadhiyah –masih ada hingga sekarang–. Termasuk pula dalam kategori Khawarij, adalah siapa saja yang dasar-dasar jalan hidupnya seperti mereka, seperti Jama’ah Takfir dan Hijrah. Atas dasar ini, maka bisa saja Khawarij muncul di sepanjang masa, bahkan betul-betul akan muncul pada akhir zaman, seperti telah diberitakan oleh Rasulullah.<br />
<i>“Pada akhir zaman akan muncul suatu kaum yang usianya rata-rata masih muda dan sedikit ilmunya. Perkataan mereka adalah sebaik-baik perkataan manusia, namun tidaklah keimanan mereka melampaui tenggorokan Maksudnya, mereka beriman hanya sebatas perkataan tidak sampai ke dalam hatinya – red. Mereka terlepas dari agama; maksudnya, keluar dari ketaatan – red sebagaimana terlepasnya anak panah dari busurnya. Maka di mana saja kalian menjumpai mereka, bunuhlah! Karena hal itu mendapat pahala di hari Kiamat.”</i> (HR. Al Bukhari no. 6930, Muslim no. 1066)<br />
<br />
<br />
<b>2. Da’wah Syaikh Muhammad Abdul Wahhab (Ahlussunnah Wal Jama'ah)</b><br />
<br />
Alangkah baiknya kami paparkan terlebih dahulu penjelasan singkat tentang hakikat dakwah yang beliau serukan. Karena hingga saat ini ‘para musuh’ dakwah beliau masih terus membangun dinding tebal di hadapan orang-orang awam, sehingga mereka terhalang untuk melihat hakikat dakwah sebenarnya yang diusung oleh beliau.<br />
<br />
<b>Syaikh berkata,</b><br />
“Segala puji dan karunia dari Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah <i>ta’ala</i> telah memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. <i>Alhamdulillah</i> aku bukanlah orang yang mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan atau ajaran orang filsafat.<br />
<br />
Akan tetapi aku mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada sunnah Rasul-Nya <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku berharap untuk tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan Allah, para malaikat-Nya serta seluruh makhluk-Nya sebagai saksi bahwa jika datang kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimanya dengan lapang dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisihinya walaupun itu perkataan Imamku, kecuali perkataan Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> karena beliau tidak pernah menyampaikan selain kebenaran.” (Kitab <i>ad-Durar as-Saniyyah</i>: I/37-38).<br />
<br />
<i>“Alhamdulillah</i>, aku termasuk orang yang senantiasa berusaha mengikuti dalil, bukan orang yang mengada-adakan hal yang baru dalam agama.” (Kitab <i>Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab</i>: V/36).Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-14664226480259269682011-03-14T22:27:00.000-07:002011-03-14T22:28:24.166-07:00ULANG TAHUN ada Dalam INJIL MATIUS 14 : 6 dan INJIL MARKUS 6 :21, Say No happy Birthday!!<div class="separator" style="clear: both; color: yellow; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpwzbfapysxSI3_3gU3_SJ-MUgZ_1tb0i8S2ZTyhmu-u6ejIVg9wEvudY-CU0aeSOAX3nDgau8utJh54q6SDigPwD1-FyXyvdpRm8Ie42ZE7quBeCxlsX3NPBilNtaPd4HiisQSRnwtSo/s1600/no+++hbd.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpwzbfapysxSI3_3gU3_SJ-MUgZ_1tb0i8S2ZTyhmu-u6ejIVg9wEvudY-CU0aeSOAX3nDgau8utJh54q6SDigPwD1-FyXyvdpRm8Ie42ZE7quBeCxlsX3NPBilNtaPd4HiisQSRnwtSo/s320/no+++hbd.jpg" width="256" /></a></div><div style="color: yellow;"><br />
</div><div style="color: yellow;"><br />
</div><div style="color: yellow;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: Arial,Tahoma,Helvetica,FreeSans,sans-serif; font-size: 16px; line-height: 22px;">Mungkin kurangnya pengetahuan mengenai "ke-Aqidah-an", masih banyak ummat Islam yang mengikuti ritual paganisme ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan para ustadz dan ustazdahpun ikut merayakannya dan terjebak di dalamnya. Apalagi gencarnya media televisi dan media massa lainnya mempublikasikan seremonialnya yang terkadang dilakukan oleh beberapa da'i muda atau yang bergelar ustadz [setengah artis, katanya sih !]. Ditambah lagi kebiasaan ini sudah jamak dan menjadi hal yang seakan-akan wajib apabila ada anggota keluarga, rekan atau sahabat yang memperingati hari lahirnya. Dan tak kurang kelirunya sejak di Taman Kanak-kanak dan SD sudah diajarkan secara praktek langsung bahkan ada termaktub dalam buku-buku kurikulum mereka . Wallahu a'lam. Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka.<br />
<br />
Pada masa-masa awal Nasrani generasi pertama (Ahlul Kitab / kaum khawariyyun / pengikut nabi Isa) mereka tidak merayakan Upacara UlangTahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu adalah pesta yang mungkar dan hanya pekerjaan orang kafir Paganisme.<br />
<br />
Pada masa Herodeslah acara ulang tahun dimeriahkan sebagaimana tertulis dalam Injil Matius 14:6;<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Tetapi pada HARI ULANG TAHUN Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodiaz, ditengah-tengah meraka akan menyukakan hati Herodes. (Matius14 : 6)</span><br />
Dalam Injil Markus 6:21<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada HARI ULANG TAHUNNYA mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. (Markus 6:21)</span><br />
<br />
-------------------------------------------------------------<br />
<br />
Look at the Bible, Matthew 14 : 6 and Mark 6:21;<br />
<br />
celebrating of birthday is Paganism, and Jesus (Isa, peace be upon him) doesn't to do it, but Herod.<br />
<br />
Matthew 14:6 :<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">"But when Herod's birthday was kept, the daughter of Herodias danced before them, and pleased Herod".</span><br />
<br />
<br />
Mark 6:21 :<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">And when a convenient day was come, that Herod on his birthday made a supper to his lords, and the high captains, and the chief men of Galilee.</span><br />
<br />
-------------------------------------------------------------<br />
<br />
Orang Nasrani yang pertama kali mengadakan pesta ulang tahun adalah orang Nasrani Romawi. Beberapa batang lilin dinyalakan sesuai dengan usia orang yang berulang tahun. Sebuah kue ulang tahun dibuatnya dan dalam pesta itu, kue besar dipotong dan lilinpun ditiup. (Baca buku :Parasit Aqidah. A.D. El. Marzdedeq, Penerbit Syaamil, hal. 298)<br />
<br />
Sudah menjadi kebiasaan kita mengucapkan selamat ulang tahun kepada keluarga maupun teman, sahabat pada hari ULTAHnya. Bahkan tidak sedikit yang aktif dakwah (ustadz dan ustadzah) pun turut larut dalam tradisi jahiliyah ini.<br />
<br />
Sedangkan kita sama-sama tahu bahwa tradisi ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi kita yang mulia MUHAMMAD Shalallah Alaihi Wasallam, dan kita ketahui Rasulullah adalah orang yang paling mengerti cara bermasyarakat, bersosialisasi, paling tahu bagaimana cara menggembirakan para sahabat-sahabatnya. Rasulullah paling mengerti bagaimana cara mensyukuri hidup dan kenikmatannya. Rasulullah paling mengerti bagaimana cara menghibur orang yang sedang bersedih. Rasulullah adalah orang yang paling mengerti CARA BERSYUKUR dalam setiap hal yang di dalamnya ada rasa kegembiraan. Adapun tradisi ULANG TAHUN ini merupakan tradisi orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum paganism, maka Rasulullah memerintahkan untuk menyelisihinya. Apakah Rasulullah pernah melakukannya ? Apakah para sahabat Rasululah pernah melakukannya ? Apakah para Tabi'in dan Tabiut tabi'in pernah melakukannya ? Padahal Herodes sudah hidup pada jaman Nabi Isa. Apakah Rasulullah mengikuti tradisi ini ? Apakah 3 generasi terbaik dalam Islam melakukan ritual paganisme ini ?<br />
<br />
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
<br />
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)<br />
<br />
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
<br />
“Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih)<br />
<br />
Rasulullah pernah bersabda:<br />
<br />
"Kamu akan mengkuti cara hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk kedalam lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga". Para sahabat bertanya,"Apakah yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?"Rasulullah menjawab:"Siapa lagi jika bukan mereka?!".<br />
<br />
Rasulullah bersabda:<br />
<br />
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ<br />
<br />
“ Man tasabbaha biqaumin fahua minhum” (Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."( HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar).<br />
<br />
Allah berfirman;<br />
<br />
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ<br />
<br />
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS. Al Baqarah : 120)<br />
<br />
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا<br />
<br />
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran , pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Isra’:36)<br />
<br />
"... dan kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar." (QS. an-Nuur: 15)<br />
<br />
Janganlah kita ikut-ikutan, karena tidak mengerti tentang sesuatu perkara. Latah ikut-ikutan memperingati Ulang Tahun, tanpa mengerti darimana asal perayaan tersebut.<br />
<br />
Ini penjelasan Nabi tentang sebagian umatnya yang akan meninggalkan tuntunan beliau dan lebih memilih tuntunan dan cara hidup diluar Islam. Termasuk juga diantaranya adalah peringatan perayaan ULTAH, meskipun ditutupi dengan label <span style="font-weight: bold;">SYUKURAN</span>, <span style="font-weight: bold;">SELAMATAN</span> atau ucapan selamat<span style="font-weight: bold;">MILAD</span> atau <span style="font-weight: bold;">Met MILAD</span> seakan-akan kelihatan lebih Islami.<br />
<br />
Ingatlah ! Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasul.<br />
<br />
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang "tidak ada perintah dari kami padanya" maka amalan tersebut TERTOLAK (yaitu tidak diterima oleh Allah).” [HR. Muslim]</span><br />
<br />
Rasulullah, para sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in adalah orang yang PALING MENGERTI AGAMA ISLAM. Mereka tidak mengucapkan dan tidak memperingati Ulang Tahun, walaupun mungkin sebagian manusia menganggapnya baik.<br />
<br />
Pahamilah "Kaidah" yang agung ini;<br />
<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">لو كان خيرا لسبقون اليه</span><br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-weight: bold;">"Lau Kaana Khairan Lasabaquuna ilaihi"</span><br />
<br />
SEANDAINYA PERBUATAN ITU BAIK, MAKA RASULULLAH, PARA SAHABAT, TABI'IN DAN TABIUT TABI'IN PASTI MEREKA LEBIH DAHULU MENGMALKANNYA DARIPADA KITA. Karena mereka paling tahu tentang nilai sebuah kebaikan daripada kita yang hidup di jaman sekarang ini.<br />
<br />
<br />
Jika kita mau merenung apa yang harus dirayakan atau disyukuri BERKURANGNYA usia kita? Semakin dekatnya kita dengan KUBUR? SUDAH SIAPKAH kita untuk itu? Akankah kita bisa merayakannya tahun depan?<br />
<br />
Allah berfirman :<br />
<br />
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ<br />
<br />
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri MEMPERHATIKAN apa yang telah diperbuatnya UNTUK HARI ESOK (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)<br />
<br />
Seorang muslim dia dituntut untuk MUHASABAH setiap hari, karena setiap detik yang dilaluinya TIDAK akan pernah kembali lagi sampai nanti dipertemukan oleh ALLAH pada hari penghisaban , yang tidak ada yang bermanfaat pada hari itu baik anak maupun harta kecuali orang yang menghadap ALLAH dengan membawa hati yang ikhlas dan amal yang soleh.<br />
<br />
Jadi, alangkah baiknya jika tradisi jahiliyah ini kita buang jauh-jauh dari diri kita, keluarga dan anak-anak kita dan menggantinya dengan tuntunan yg mulia yang diajarkan oleh Rasulullah.<br />
<br />
<br />
Sahabatmu <span style="font-weight: bold;">Anwar Baru Belajar</span><br />
<br />
______________________________<br />
Silahkan dibaca juga link ini :<br />
<br />
Siapa bilang kalau Ulang Tahun Tidak ada Kaitannya Dengan Perkara Ibadah ? Silahkan baca :<br />
<br />
Sejarah Dan Asal Usul Kue Ulang Tahun<br />
<br />
http://www.tokenz.com/history-of-birthday-cake.html<br />
<br />
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.tokenz.com/history-of-birthday-cake.html<br />
<br />
HUKUM PERAYAAN HARI ULANG TAHUN<br />
<br />
http://www.facebook.com/profile.php?id=100000109380446&ref=ts#!/note.php?note_id=104651970683&id=1275657261&ref=mf<br />
<br />
Islam Saya Islam Yang Mana ? [Hanya Renungan : Mode On]<br />
<br />
http://www.facebook.com/note.php?saved&&note_id=154654267911090#!/notes/anwar-baru-belajar/islam-saya-islam-yang-mana-hanya-renungan-mode-on/154654267911090<br />
<br />
Kitabullah (Al Qur'anul Karim) Adalah Kitab Terakhir Yang Diturunkan Oleh Allah, Rabb Semesta Alam. Al Qur'an Adalah Penghapus Kitab Taurat, Zabur, Injil dan Seluruh Kitab Yang Diturunkan Sebelumnya.</span></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-21682363103160082312011-03-14T22:01:00.000-07:002011-03-14T22:43:50.224-07:00GOLONGAN YANG SELAMAT<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzOd3oMEINnpui3nby9vWPYNlnHNoAQg5QsmDY-8xQvQ9l4oeZE-gYZ7ToOb79NlO9pfU4-KjkqzCiLfjloGEpnCt3RVQ2EIvroZdPMgt55Cx4yiBQc_wtfhrQAqElI6jO-NGOBiO9HC8/s1600/jalan-lurus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="209" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzOd3oMEINnpui3nby9vWPYNlnHNoAQg5QsmDY-8xQvQ9l4oeZE-gYZ7ToOb79NlO9pfU4-KjkqzCiLfjloGEpnCt3RVQ2EIvroZdPMgt55Cx4yiBQc_wtfhrQAqElI6jO-NGOBiO9HC8/s320/jalan-lurus.jpg" width="320" /></a></div><h6 class="uiStreamMessage" data-ft="{"type":"msg"}"><span class="messageBody">Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu<br />
<br />
<br />
1. Allah berfirman:<br />
<span class="text_exposed_hide">...</span><span class="text_exposed_show">"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (Ali Imran: 103)<br />
<br />
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memperse-kutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap go-longan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan me-reka." (Ar-Ruum: 31-32)<br />
<br />
2. Nabi bersabda: <br />
"Aku wasiatkan padamu agar engkau bertakwa kepada Allah, patuh dan ta'at, sekalipun yang memerintahmu seorang budak Habsyi. Sebab barangsiapa hidup (lama) di antara kamu tentu akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Karena itu, berpe-gang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin yang (mereka itu) mendapat petunjuk. Pegang teguhlah ia se-kuat-kuatnya. Dan hati-hatilah terhadap setiap perkara yang di-ada-adakan, karena semua perkara yang diada-adakan itu ada-lah bid'ah, sedang setiap bid'ah adalah sesat (dan setiap yang sesat tempatnya di dalam Neraka)." (HR. Nasa'i dan At-Tirmi-dzi, ia berkata hadits hasan shahih). <br />
<br />
3. Dalam hadits yang lain Nabi bersabda: <br />
"Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tem-patnya di dalam Neraka dan satu golongan di dalam Surga, yaitu al-jama'ah." (HR. Ahmad dan yang lain. Al-Hafidh menggo-longkannya hadits hasan) <br />
<br />
4. Dalam riwayat lain disebutkan: <br />
"Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya." (HR. At-Tirmidzi, dan di-hasan-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' 5219) <br />
<br />
5. Ibnu Mas'ud meriwayatkan: <br />
"Rasulullah membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, 'Ini jalan Allah yang lurus.' Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, 'Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya ter-dapat setan yang menyeru kepadanya. Selanjutnya beliau mem-baca firman Allah , 'Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah dia janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mence-raiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintah-kan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al-An'am: 153) (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa'i) <br />
<br />
6. Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitabnya Al-Ghunyah berkata, "... adapun Golongan Yang Selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dan Ahlus Sunnah, tidak ada nama lain bagi mereka kecuali satu nama, yaitu Ashhabul Hadits (para ahli hadits)."<br />
<br />
7. Allah memerintahkan agar kita berpegang teguh kepada Al-Qur'anul Karim. Tidak termasuk orang-orang musyrik yang memecah belah agama mereka menjadi beberapa golongan dan kelompok. Rasulullah mengabarkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani telah berpecah belah menjadi banyak golongan, sedang umat Islam akan berpecah lebih banyak lagi, golongan-golongan tersebut akan masuk Neraka karena mereka menyimpang dan jauh dari Kitabullah dan Sunnah NabiNya. Hanya satu Golongan Yang Selamat dan mereka akan masuk Surga. Yaitu Al-Jamaah , yang berpegang teguh kepada Kitab dan Sunnah yang shahih, di samping melakukan amalan para sahabat dan Rasulullah . <br />
<br />
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk dalam golongan yang selamat (Firqah Najiyah). Dan semoga segenap umat Islam termasuk di dalamnya. % <br />
<br />
MANHAJ (JALAN) GOLONGAN YANG SELAMAT<br />
<br />
1. Golongan Yang Selamat ialah golongan yang setia mengikuti manhaj Rasulullah dalam hidupnya, serta manhaj para sahabat sesudahnya.<br />
<br />
Yaitu Al-Qur'anul Karim yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih. Beliau memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepa-da keduanya:<br />
<br />
"Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan ter-sesat apabila (berpegang teguh) kepada keduanya, yaitu Kita-bullah dan Sunnahku. Tidak akan bercerai-berai sehingga kedua-nya menghantarku ke telaga (Surga)." (Di-shahih-kan Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami')<br />
<br />
2. Golongan Yang Selamat akan kembali (merujuk) kepada Kalamullah dan RasulNya tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan di antara mereka, sebagai realisasi dari firman Allah:<br />
<br />
"Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembali-kanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibat-nya." (An-Nisaa': 59)<br />
<br />
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisaa': 65)<br />
<br />
3. Golongan Yang Selamat tidak mendahulukan perkataan se-seorang atas Kalamullah dan RasulNya, realisasi dari firman Allah:<br />
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguh-nya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Hu-jurat: 1)<br />
<br />
Ibnu Abbas berkata:<br />
"Aku mengira mereka akan binasa. Aku mengatakan, 'Nabi r bersabda, sedang mereka mengatakan, 'Abu Bakar dan Umar berkata'." (HR. Ahmad dan Ibnu 'Abdil Barr)<br />
<br />
4. Golongan Yang Selamat senantiasa menjaga kemurnian tauhid. <br />
<br />
Mengesakan Allah dengan beribadah, berdo'a dan memohon per-tolongan –baik dalam masa sulit maupun lapang–, menyembelih kur-ban, bernadzar, tawakkal, berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan berbagai bentuk ibadah lain yang semuanya menjadi dasar bagi tegaknya Daulah Islamiyah yang benar. Menjauhi dan membas-mi berbagai bentuk syirik dengan segala simbol-simbolnya yang ba-nyak ditemui di negara-negara Islam, sebab hal itu merupakan kon-sekuensi tauhid. Dan sungguh, suatu golongan tidak mungkin menca-pai kemenangan jika ia meremehkan masalah tauhid, tidak memben-dung dan memerangi syirik dengan segala bentuknya. Hal-hal di atas merupakan teladan dari para rasul dan Rasul kita Muhammad .<br />
<br />
5. Golongan Yang Selamat senang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah, baik dalam ibadah, perilaku dan dalam segenap hidupnya.<br />
<br />
Karena itu mereka menjadi orang-orang asing di tengah kaum-nya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi :<br />
"Sesungguhnya Islam pada permulaannya adalah asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing." (HR. Muslim)<br />
<br />
Dalam riwayat lain disebutkan:<br />
"Dan keuntungan besar bagi orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang yang (tetap) berbuat baik ketika manusia sudah rusak." (Al-Albani berkata, "Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Amr Ad-Dani dengan sanad shahih")<br />
<br />
6. Golongan Yang Selamat tidak berpegang kecuali kepada Kalamullah dan Kalam RasulNya yang maksum, yang ber-bicara dengan tidak mengikuti hawa nafsu.<br />
<br />
Adapun manusia selainnya, betapapun tinggi derajatnya, terka-dang ia melakukan kesalahan, sebagaimana sabda Nabi :<br />
<br />
"Setiap bani Adam (pernah) melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang bertaubat." (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad)<br />
<br />
Imam Malik berkata, "Tak seorang pun sesudah Nabi r melain-kan ucapannya diambil atau ditinggalkan (ditolak) kecuali Nabi (yang ucapannya selalu diambil dan diterima)."<br />
<br />
7. Golongan Yang Selamat adalah para ahli hadits.<br />
<br />
Tentang mereka Rasulullah bersabda: <br />
<br />
"Senantiasa ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghina-kan mereka sehingga datang keputusan Allah." (HR. Muslim)<br />
<br />
Seorang penyair berkata, "Ahli hadits itu, mereka ahli (keluarga) Nabi, sekalipun mereka tidak bergaul dengan Nabi, tetapi jiwa mereka bergaul dengannya.<br />
<br />
8. Golongan Yang Selamat menghormati para imam mujtahidin, tidak fanatik terhadap salah seorang di antara mereka.<br />
<br />
Golongan Yang Selamat mengambil fiqih (pemahaman hukum-hukum Islam) dari Al-Qur'an, hadits-hadits yang shahih, dan pen-dapat-pendapat imam mujtahidin yang sejalan dengan hadits shahih. Hal ini sesuai dengan wasiat mereka, yang menganjurkan agar para pengikutnya mengambil hadits shahih, dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengannya.<br />
<br />
9. Golongan Yang Selamat menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar.<br />
<br />
Mereka melarang segala jalan bid'ah dan sekte-sekte yang meng-hancurkan serta memecah belah umat. Baik bid'ah dalam hal agama maupun dalam hal sunnah Rasul dan para sahabatnya.<br />
<br />
10. Golongan Yang Selamat mengajak seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada sunnah Rasul dan para sahabatnya.<br />
<br />
Sehingga mereka mendapatkan pertolongan dan masuk Surga atas anugerah Allah dan syafa'at Rasulullah –dengan izin Allah–.<br />
<br />
11. Golongan Yang Selamat mengingkari peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh manusia apabila undang-undang tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.<br />
<br />
Golongan Yang Selamat mengajak manusia berhukum kepada Kitabullah yang diturunkan Allah untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Allah Maha Mengetahui sesuatu yang lebih baik bagi mereka. Hukum-hukumNya abadi sepanjang masa, cocok dan relevan bagi penghuni bumi sepanjang zaman.<br />
<br />
Sungguh, sebab kesengsaraan dunia, kemerosotan, dan mundur-nya khususnya dunia Islam, adalah karena mereka meninggalkan hukum-hukum Kitabullah dan sunnah Rasulullah. Umat Islam tidak akan jaya dan mulia kecuali dengan kembali kepada ajaran-ajaran Islam, baik secara pribadi, kelompok maupun secara pemerintahan. Kembali kepada hukum-hukum Kitabullah, sebagai realisasi dari firmanNya:<br />
<br />
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Ar-Ra'ad: 11)<br />
<br />
12. Golongan Yang Selamat mengajak seluruh umat Islam ber-jihad di jalan Allah.<br />
<br />
Jihad adalah wajib bagi setiap Muslim sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya. Jihad dapat dilakukan dengan:<br />
<br />
Pertama, jihad dengan lisan dan tulisan: Mengajak umat Islam dan umat lainnya agar berpegang teguh dengan ajaran Islam yang shahih, tauhid yang murni dan bersih dari syirik yang ternyata banyak terdapat di negara-negara Islam. Rasu-lullah telah memberitakan tentang hal yang akan menimpa umat Islam ini. Beliau bersabda:<br />
<br />
"Hari Kiamat belum akan tiba, sehingga kelompok-kelompok da-ri umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sehingga kelom-pok-kelompok dari umatku menyembah berhala-berhala." (Ha-dits shahih , riwayat Abu Daud, hadits yang semakna ada dalam riwayat Muslim)<br />
<br />
Kedua, jihad dengan harta: Menginfakkan harta buat penyebaran dan peluasan ajaran Islam, mencetak buku-buku dakwah ke jalan yang benar, memberikan san-tunan kepada umat Islam yang masih lemah iman agar tetap memeluk agama Islam, memproduksi dan membeli senjata-senjata dan peralatan perang, memberikan bekal kepada para mujahidin, baik berupa ma-kanan, pakaian atau keperluan lain yang dibutuhkan.<br />
<br />
Ketiga , jihad dengan jiwa:Bertempur dan ikut berpartisipasi di medan peperangan untuk kemenangan Islam. Agar kalimat Allah ( Laa ilaaha illallah) tetap jaya sedang kalimat orang-orang kafir (syirik) menjadi hina. Dalam hu-bungannya dengan ketiga perincian jihad di atas, Rasulullah meng-isyaratkan dalam sabdanya:<br />
<br />
"Perangilah orang-orang musyrik itu dengan harta, jiwa dan lisanmu." (HR. Abu Daud, hadits shahih)<br />
<br />
Adapun hukum jihad di jalan Allah adalah:<br />
<br />
Pertama , fardhu 'ain:Berupa perlawanan terhadap musuh-musuh yang melakukan ag-resi ke beberapa negara Islam wajib dihalau. Agresor-Agresor Yahudi misalnya, yang merampas tanah umat Islam di Palestina. Umat Islam yang memiliki kemampuan dan kekuatan –jika berpangku tangan– ikut berdosa, sampai orang-orang Yahudi terkutuk itu enyah dari wilayah Palestina. Mereka harus berupaya mengembalikan Masjidil Aqsha ke pangkuan umat Islam dengan kemampuan yang ada, baik dengan harta maupun jiwa.<br />
<br />
Kedua, fardhu kifayah: Jika sebagian umat Islam telah ada yang melakukannya maka sebagian yang lain kewajibannya menjadi gugur. Seperti dakwah mengembangkan misi Islam ke negara-negara lain, sehingga berlaku hukum-hukum Islam di segenap penjuru dunia. Barangsiapa meng-halangi jalan dakwah ini, ia harus diperangi, sehingga dakwah Islam dapat berjalan lancar. <br />
<br />
TANDA TANDA GOLONGAN YANG SELAMAT <br />
<br />
1. Golongan Yang Selamat jumlahnya sangat sedikit di tengah banyaknya Umat Manusia . <br />
<br />
Tentang keadaan mereka, Rasulullah bersabda,<br />
<br />
"Keuntungan besar bagi orang-orang yang asing. Yaitu orang-orang shalih di lingkungan orang banyak yang berperangai buruk, orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang yang menta'atinya." (HR. Ahmad, hadits shahih) <br />
<br />
Dalam Al-Qur'anul Karim, Allah memuji mereka dengan firman-Nya,<br />
<br />
"Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur." (Saba': 13)<br />
<br />
2. Golongan Yang Selamat banyak dimusuhi oleh manusia, difitnah dan dilecehkan dengan gelar dan sebutan yang buruk. <br />
<br />
Nasib mereka seperti nasib para nabi yang dijelaskan dalam firman Allah,<br />
<br />
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am: 112)<br />
<br />
Rasulullah misalnya, ketika mengajak kepada tauhid, oleh kaumnya beliau dijuluki sebagai "tukang sihir lagi sombong". Padahal sebelumnya mereka memberi beliau julukan "ash-shadiqul amin", yang jujur dan dapat dipercaya.<br />
<br />
3. Syaikh Abdul Aziz bin Baz ketika ditanya tentang Golongan Yang Selamat, beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang salaf dan setiap orang yang mengikuti jalan para salafush shalih (Rasulullah, para sahabat dan setiap orang yang mengikuti jalan petunjuk mereka)."<br />
<br />
Hal-hal di atas adalah sebagian dari manhaj dan tanda-tanda Golongan Yang Selamat. Pada pasal-pasal berikut akan dibahas masalah akidah Golongan Yang Selamat yaitu golongan yang mendapat pertolongan. Semoga kita termasuk mereka yang berakidah Firqah Najiyah (Golongan Yang Selamat) ini, Amin.<br />
<br />
THA'IFAH MANSHURAH <br />
(KELOMPOK YANG MENDAPAT PERTOLONGAN) <br />
<br />
Untuk mendapat jawaban, siapakah Tha'ifah Manshurah yang bakal mendapat pertolongan Allah, marilah kita ikuti uraian berikut: <br />
<br />
1. Rasulullah bersabda,<br />
<br />
"Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghina-kan mereka, sehingga datang keputusan Allah." (HR. Muslim)<br />
<br />
2. Rasulullah bersabda,<br />
<br />
"Jika penduduk Syam telah rusak, maka tak ada lagi kebaikan di antara kalian. Dan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang mendapat pertolongan, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka, sehingga datang hari Kiamat." (HR. Ah-mad, hadits shahih)<br />
<br />
3. Ibnu Mubarak berkata, "Menurutku, mereka adalah ashha-bul hadits (para ahli hadits)."<br />
<br />
4. Imam Al-Bukhari menjelaskan, "Menurut Ali bin Madini mereka adalah ashhabul hadits."<br />
<br />
5. Imam Ahmad bin Hambal berkata, "Jika kelompok yang mendapat pertolongan itu bukan ashhabul hadits maka aku tidak mengetahui lagi siapa sebenarnya mereka."<br />
<br />
6. Imam Syafi'i berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, "Engkau lebih tahu tentang hadits daripada aku. Bila sampai kepadamu hadits yang shahih maka beritahukanlah padaku, sehingga aku bermadzhab dengannya, baik ia (madzhab) Hejaz, Kufah maupun Bashrah."<br />
<br />
7. Dengan spesialisasi studi dan pendalamannya di bidang sunnah serta hal-hal yang berkaitan dengannya, menjadikan para ahli hadits sebagai orang yang paling memahami tentang sunnah Nabi r, petunjuk, akhlak, peperangannya dan berbagai hal yang berkaitan dengan sunnah. <br />
<br />
Para ahli hadits –semoga Allah mengumpulkan kita bersama mereka– tidak fanatik terhadap pendapat orang tertentu, betapa pun tinggi derajat orang. tersebut. Mereka hanya fanatik kepada Rasulullah . <br />
<br />
Berbeda halnya dengan mereka yang tidak tergolong ahli hadits dan mengamalkan kandungan hadits. Mereka fanatik terhadap pendapat imam-imam mereka –padahal para imam itu melarang hal tersebut– sebagaimana para ahli hadits fanatik terhadap sabda-sabda Rasulullah. Karenanya, tidaklah mengherankan jika ahli hadits adalah kelompok yang mendapat pertolongan dan Golongan Yang Selamat. <br />
<br />
Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Syarafu Ashhabil Hadits menulis, "Jika shahibur ra'yi disibukkan dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya, lalu dia mempelajari sunnah-sunnah Rasulullah , niscaya dia akan mendapatkan sesuatu yang membuatnya tidak membutuhkan lagi selain sunnah. <br />
<br />
Sebab sunnah Rasulullah mengandung pengetahuan tentang dasar-dasar tauhid, menjelaskan tentang janji dan ancaman Allah, sifat-sifat Tuhan semesta alam, mengabarkan perihal sifat Surga dan Neraka, apa yang disediakan Allah di dalamnya buat orang-orang yang bertaqwa dan yang ingkar, ciptaan Allah yang ada di langit dan di bumi. <br />
<br />
Di dalam hadits terdapat kisah-kisah para nabi dan berita-berita orang-orang zuhud, para kekasih Allah, nasihat-nasihat yang menge-na, pendapat-pendapat para ahli fiqih, khutbah-khutbah Rasulullah dan mukjizat-mukjizatnya... <br />
<br />
Di dalam hadits terdapat tafsir Al-Qur'anul 'Azhim kabar dan peringatan yang penuh bijaksana, pendapat-pendapat sahabat tentang berbagai hukum yang terpelihara … <br />
<br />
Allah menjadikan ahli hadits sebagai tiang pancang syari'at. Dengan mereka, setiap bid'ah yang keji dihancurkan. Mereka adalah pemegang amanat Allah di tengah para makhlukNya, perantara antara nabi dan umatnya, orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam me-melihara kandungan (matan) hadits, cahaya mereka berkilau dan ke-utamaan mereka senantiasa hidup. <br />
<br />
Setiap golongan yang cenderung kepada nafsu –jika sadar– pasti kembali kepada hadits. Tidak ada pendapat yang lebih baik selain pendapat ahli hadits. Bekal mereka Kitabullah, dan Sunnah Rasulullah r adalah hujjah (argumentasi) mereka. Rasulullah kelompok mereka, dan kepada beliau nisbat mereka, mereka tidak mengindahkan berbagai pendapat, selain merujuk kepada Rasulullah. Barangsiapa menyusahkan mereka, niscaya akan dibinasakan oleh Allah, dan barangsiapa memusuhi mereka, niscaya akan dihinakan oleh Allah." <br />
<br />
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk kelompok ahli hadits. Beri-lah kami rizki untuk bisa mengamalkannya, cinta kepada para ahli hadits dan bisa membantu orang-orang yang mengamalkan hadits. <br />
<br />
(Dikutip dari terjemah kitab Jalan Golongan Yang Selamat, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)</span></span></h6>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-64308456401631146222011-03-14T21:52:00.000-07:002011-03-14T21:52:39.549-07:00Shifat Al Ghuraba’dalam Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma'tsur (BAB 26)<span data-jsid="text"><br />
232. Al Fudlail bin Iyyadl berkata :<br />
“Ikutilah jalan-jalan petunjuk! Dan tidak akan merugikanmu meskipun sedikit orang yang menempuhnya. Sebaliknya jauhilah jalan-jalan kesesatan! Dan jangan tertipu dengan banyaknya orang-orang yang celaka di dalamnya.” (Al I’tisham 1/112)<br />
<br />
• 233. Al Hasan Al Bashry berkata :<br />
“Amal yang sedikit dalam Sunnah lebih baik daripada amalan yang banyak di dalam bid’ah.” (Tahdzibut Tahdzib 10/180)<br />
<br />
• 234. Beliau juga berkata :<br />
“Wahai Ahlus Sunnah, berteman baiklah kalian! --Semoga Allah merahmati kamu-- sesungguhnya kalian adalah kelompok manusia yang sangat sedikit jumlahnya.” (Al Lalikai 1/57 nomor 19)<br />
<br />
• 235. Dari Yunus bin Ubaid ia berkata :<br />
“Seorang yang disampaikan kepadanya As Sunnah kemudian menerimanya akhirnya menjadi orang yang asing namun lebih asing lagi adalah yang menyampaikannya. (Beruntunglah orang-orang yang asing, pent.).” (Al Lalikai 1/58 nomor 21 dan Al Hilyah Abu Nu’aim 3/12)<br />
<br />
• 236. Abu Idris Al Khulaniy berkata :<br />
“Saya mendengar bahwa dalam Islam ini terdapat tali tempat bergantung manusia dan tali itu akan terurai seutas demi seutas tali maka yang pertama terlepas dari tali itu adalah sifat halim (lemah-lembut) dan yang paling akhir adalah shalat.” (Ibnu Wudldlah 73)<br />
<br />
• 237. Dari Ibnul Mubarak dari Sufyan Ats Tsauri ia berkata :<br />
“Berwasiatlah kamu terhadap Ahlis Sunnah dengan kebaikan karena sesungguhnya mereka adalah Ghuraba’ (orang-orang yang asing).” (Al Lalikai 1/644 nomor 49-50)<br />
<br />
• 238. Dari Yusuf bin Asbath ia berkata, saya mendengar Sufyan Ats Tsauri berkata :<br />
“Jika kamu mendengar berita bahwa di belahan bumi timur ada seorang Ahli Sunnah dan di barat ada seorang Ahli Sunnah, kirimkanlah salam buat keduanya dan doakan kebaikan untuk mereka! Sungguh alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jamaah itu.” (Ibid) Allahu a'lam</span>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-82872279703327307972011-03-09T19:46:00.000-08:002011-03-09T19:51:48.641-08:00Bagaikan Diantara Segitiga Bermuda......<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKbyEqZ9klWaID2rbN8vSMdfXZCUh8-LNUQ66AwpWH85bHPZdLBtoGQvTbOjZ_FEeSdoM2A_WqN3t4ABB3vFpMInKi9dOaYNOe0g3heGTEEPAJlB-kjev2rebBp3V3lotFC5okEl8FyKM/s1600/ISNA.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="220" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKbyEqZ9klWaID2rbN8vSMdfXZCUh8-LNUQ66AwpWH85bHPZdLBtoGQvTbOjZ_FEeSdoM2A_WqN3t4ABB3vFpMInKi9dOaYNOe0g3heGTEEPAJlB-kjev2rebBp3V3lotFC5okEl8FyKM/s320/ISNA.jpg" width="320" /></a></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Bismillaahirrahmaanirrahiim.......</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Aku adalah aku.......</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Kamu belum tentu tahu siapa aku...</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Dan dia juga belum mengerti aku.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Tapi hanya Dia lah yang benar-benar mengertiku...karena aku adalah kehendak-Nya.......</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Kisahku ini benar-benar memusingkanku.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">mendebarkan jantungku.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">menguras air mataku.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">dan menghabiskan peluhku....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Aku pun tak tahu...</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Bagai dimabuk arak namun pula tersambar api....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Layaknya sebuah kolosal drama yang menjadikan semua mata terpaku dan saling meratapi...</span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Pertemuanku denganmu adalah kehendak-Nya.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Dan aku pun tak pernah menduga.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Sekilas melihat bayangmu membuatku menangis.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Namun tak jera membuatku bertanya-tanya akan samudera ilmu-Nya.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Dunia fana seakan berubah menjadi kejutan tragis.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">karena pandanganku kini telah berbeda tentang dunia....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Kau membuatku tersenyum manis....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Kau pula yang membuatku menangis sadis.....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Ilmumu mematahkan egoku....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Menepis amarahku....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">dan menundukkan jiwaku...</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Namun semua begitu rumit...... </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Sebuah jalan syar'i yang terlihat begitu sempit....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Hanya untuk mengikat suatu tali yang berkelit.... </span></span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Waktu telah berlalu...</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">dan kesenduan terus membayangiku....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">tertinggal tangis dan juga pilu... </span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Saat ini do'alah senjata....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">yang dapat mempertemukan kita disurga-Nya..</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">dan berharap meperoleh ridho-Nya....</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Semoga semua ini tak sia-sia..........</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Baarokallohufiikum</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</span></span><br />
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> </span></span>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-55691709033399054142010-10-12T02:35:00.000-07:002010-10-12T02:35:06.978-07:00Di Manakah Allah ?, Empat Imam Mahdzab Sepakat Bahwa Allah Berada di atas Langit (Arsy)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgLTMD4dWhmNNS7_WDyzZpFBe1DrmrEcArJ63GnLifzMSprrxXPnEdgZtlahzOq2GIw86m2qQXb-FEpGcI1uCG19gEHkwwm3w3VMhVPHhVHJ0zN3Oqsgzv-mGeUBGumLChgF7csFokMBc/s1600/bumi.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="309" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgLTMD4dWhmNNS7_WDyzZpFBe1DrmrEcArJ63GnLifzMSprrxXPnEdgZtlahzOq2GIw86m2qQXb-FEpGcI1uCG19gEHkwwm3w3VMhVPHhVHJ0zN3Oqsgzv-mGeUBGumLChgF7csFokMBc/s320/bumi.gif" width="320" /></a></div><br />
<br />
Bismillahirrahmaanirrahiim.........<br />
<br />
<div class="mbl notesBlogText clearfix"><div>Apakah Allah Subhanawata'ala itu tidak memiliki tempat (singgasa)?? Padahal Allah adalah Yang Paling Mulia, yang paling tinggi kedudukannya dari seluruh isi langit dan bumi? Mengapa masihkah hamba-Nya menyebutkan bahwa Allah ada dimana-mana??Allah tidak memiliki tempat???Adanya arsy Allah, Allah sendirilah yang menghendakinya..bagaimana tidak??Itu hal mudah bagi Allah,Allah dapat membuat seluruh isi langit dan bumi sesuai kehendaknya. Tentulah Allah BERBEDA dengan makhluknya. Bagaimana mungkin Tuhan sama seperti makhluknya? Naudzubillahimindzalik!! Allah Maha Maha Mendengar apakah lantas disifati Allah memiliki alat pendengaran seperti manusia???TIDAK!!! Allah berbeda dengan makhluknya.<br />
<br />
Imam Ahmad rahimahullah berkata, <strong>Allah</strong> tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang disifati oleh-Nya (Allah) untuk Diri-Nya (Allah) atau apa yang sifatkan melalui Rasul-Nya, serta tidak boleh melampaui al-Qur’an dan al-Hadis. Jalan yang ditempuh para salafushalih menyifati <strong>Allah</strong> dengan apa yang Dia sifatkan untuk Diri-Nya(Allah) dan dengan apa yang disifatkan melalui Rasul-Nya, tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamtsil.<br />
<br />
Beriman kepada nama-nama <strong>Allah</strong> Subhanawata'ala dan <strong>sifat</strong>-<strong>sifat</strong>-Nya, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya Subhanawata'ala., menurut apa yang layak bagi <strong>Allah</strong> Subhanawata'ala, tanpa ta’wil dan ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil, berdasarkan firman <strong>Allah</strong> Subhanawata'ala.:<br />
<strong>لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ</strong><br />
<br />
<br />
Tiada sesuatupun yang serupa dengan (ZatNya, <strong>sifat</strong>-sifatNya, dan pentadbiranNya) dan Dia lah yang Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. (asy-Syura 42: 11)<br />
<br />
<em><strong>Ta’thil –</strong> adalah menghilangkan makna atau <strong>sifat</strong> <strong>Allah</strong>.<br />
<strong>Takyif -</strong> adalah mempersoalkan hakikat <strong>asma</strong>’ dan <strong>sifat</strong> <strong>Allah</strong> dengan bertanya “bagaimana”.</em><br />
<strong>Tamtsil -</strong> adalah menyerupakan <strong>Allah</strong> dengan makhluk-Nya.<br />
<br />
Ini sebagai wujud ketaatan seorang mukmin kepada Tuhannya, tidak diliputi hawa nafsu dan kesetan dalam mentakwil nama-nama baik sesuai kehendak mereka. Belajarlah pada ulama-ulama yang rajih pemahamanya bukan ulama-ulama yang menafsirkan sesuai kehendaknya tanpa ada maslahatnya (mencerca bukan menegakkan hujjah dan menempatkan dalil bukan pada tempatnya), dan berani mengadakan kebohongan untuk membenarkan fatwanya! Merujuklah pada jumhur (mayoritas) ulama yang shohih periwayatannya bukan pada ulama yang mengada-ada dan berani mengadakan kebohongan dengan mengambil bukti-bukti yang ditafsirkan serampangan.<br />
<br />
<strong>Allah</strong> Subhanawata'ala berfirman:<br />
<strong>هَؤُلاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا</strong><br />
Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap <strong>Allah</strong>? (al-Kahfi 18: 15)<br />
<br />
<strong>Sikap Keras Abu Hanifah Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah</strong><br />
<strong>Imam</strong><br />
Abu Hanifah mengatakan dalam <em>Fiqhul Akbar</em>,<br />
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر<br />
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”<br />
<br />
Ini berbeda dengan orang yang benar-benar tidak tahu (tidak berilmu) dengan orang yang benar-benar MENGINGKARI.<br />
<br />
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab <em>Al Fiqhul Akbar</em>-, beliau berkata,<br />
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق<br />
بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم<br />
<br />
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” <strong>Imam</strong> Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,<br />
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى<br />
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir”<br />
<br />
<strong><strong>Imam</strong> Malik bin Anas, <strong>Imam</strong> Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit</strong><br />
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa <strong>Imam</strong> Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa <strong>Imam</strong> Malik bin Anas mengatakan,<br />
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء<br />
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”<br />
<br />
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,<br />
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج<br />
“Suatu saat ada yang mendatangi <strong>Imam</strong> Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (<strong>Imam</strong> Malik), Allah Ta’ala berfirman,<br />
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى<br />
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat <strong>Imam</strong> Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,<br />
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ<br />
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]<br />
<br />
Inilah perkataan yang shahih dari <strong>Imam</strong> Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.<br />
<br />
<strong><strong>Imam</strong> Asy Syafi’i-yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit</strong><br />
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan <strong>Imam</strong> Syafi’i), beliau berkata,<br />
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد<br />
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu <strong>Imam</strong> Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.<br />
<strong><strong>Imam</strong> Ahmad bin Hambal Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya</strong><br />
<br />
Adz Dzahabiy <em>rahimahullah</em> mengatakan, “Pembahasan dari <strong>Imam</strong> Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. <strong>Imam</strong> Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”<br />
<strong>Imam</strong> Ahmad bin Hambal pernah ditanya,<br />
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض<br />
“<em>Apa makna firman Allah,</em><br />
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ<br />
“<em>Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.</em>”<br />
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ<br />
“<em>Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.</em>”<br />
<em>Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”</em><br />
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,<br />
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان<br />
<br />
<strong>Imam</strong> Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” <strong>Imam</strong> Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”<br />
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa <strong>Imam</strong> Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,<br />
كيف نعرف ربنا<br />
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,<br />
في السماء السابعة على عرشه<br />
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” <strong>Imam</strong> Ahmad lantas mengatakan,<br />
هكذا هو عندنا<br />
“Begitu juga keyakinan kami.”<br />
<br />
<strong>Tidak Perlu Disangsikan Lagi</strong><br />
Itulah perkataan empat <strong>Imam</strong> Madzhab yang jelas-jelas perkataan mereka meyakini bahwa Allah berada di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Bahkan sebenarnya ini adalah ijma’ yaitu kesepakatan atau konsensus seluruh ulama Ahlus Sunnah. Lantas mengapa aqidah ini perlu diragukan oleh orang yang jauh dari kebenaran?<br />
Ini bukti ijma’ ulama yang dibawakan oleh Ishaq bin Rohuwyah.<br />
قال أبو بكر الخلال أنبأنا المروذي حدثنا محمد بن الصباح النيسابوري حدثنا أبو داود الخفاف سليمان بن داود قال قال إسحاق بن راهويه قال الله تعالى الرحمن على العرش استوى إجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة<br />
“Abu Bakr Al Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al Maruzi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman,<br />
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى<br />
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Para ulama sepakat (berijma’) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh.<br />
Adz Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah mengatakan,<br />
اسمع ويحك إلى هذا الإمام كيف نقل الإجماع على هذه المسألة كما نقله في زمانه قتيبة المذكور<br />
“Dengarkanlah perkataan <strong>Imam</strong> yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijma’ ini dinukil oleh Qutaibah di masanya.”<br />
<strong>Sanggahan: Abu <strong>Salafy</strong> Cuma Asal Nuduh</strong><br />
Kami sedikit mencuplik ucapan beliau dalam postingan di blognya dengan judul “Kaum Mujassimah Berbohong Atas Nama <strong>Imam</strong> Malik”. Beliau membawakan nukilan berikut ini ketika menerangkan ucapan <strong>Imam</strong> Malik di atas.<br />
Ibnu Lubbân dalam menafsirkan ucapan <strong>Imam</strong> Maliki di atas mengatakan, seperti disebutkan dalam Ithâf as Sâdah al Muttaqîn,2/82:<br />
كيف غير معقول أي كيف من صفات الحوادث وكل ما كان من صفات الحوادث فإثباته في صفات الله تعالى ينافي ما يقتضيه العقل فيجزم بنفيه عن الله تعالى ، قوله : والاستواء غير مجهول أي أنه معلوم المعنى عند أهل اللغة ، والإيمان به على الوجه اللائق به تعالى واجب ؛ لأنه من الإيمان بالله وبكتبه ، والسؤال عنه بدعة ؛ أي حادث لأن الصحابة كانوا عالمين بمعناه اللائق بحسب وضع اللغة فلم يحتاجوا للسؤال عنه ، فلما جاء من لم يحط بأوضاع لغتهم ولا له نور كنورهم يهديه لصفات ربه يسأل عن ذلك، فكان سؤاله سببا لاشتباهه على الناس وزيغهم عن المراد.<br />
“Kaif tidak masuk akal, sebab ia termasuk sifat makhluk. Dan setiap sifat makhluk maka jika ditetapkan menjadi sifat –ta’ala- pasti menyalai apa yang wajib bagi-Nya berdasarkan hukum akal sehat, maka ia harus dipastikan untuk ditiadaakan dari Allah –ta’ala-. Ucapan beliau, “Istiwâ’ tidak majhûl” yaitu ia telah diketahui oleh ahli bahasa apa maknanya. Beriman sesuai dengan makna yang layak bagi Allah adalah wajib hukumnya, sebab ia termasuk beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya. Dan “bertanya tentangnya adalah bid’ah” yaitu sesuatu yang dahulu tidak pernah muncul, sebab di masa sahabat, mereka sudah mengetahui maknanya yang layak sesuai dengan pemaknaan bahasa. Karenanya mereka tidak butuh untuk menanyakannya. Dan ketika datang orang yang tidak menguasai penggunaan bahasa mereka dan tidak memiliki cahaya seperti cahaya para sahabat yang akan membimbing mereka untuk mengenali sifat-sifat Tuhan mereka, muncullah pertanyaan tentangnya. Dan pertanyaan itu menjadi sebab kekaburan atas manusia dan penyimpangan mereka dari yang apa yang dimaksud.”<br />
Diriwayatkan juga bahwa <strong>Imam</strong> Malik berkata:<br />
الرحمن على العرش استوى كما وصف به نفسه ولا يقال كيف ، وكيف عنه مرفوع…<br />
“Ar Rahmân di atas Arys beristiwâ’ sebagaimana Dia mensifati Diri-Nya. Dan tidak boleh dikatakan: Bagaimana? Dan bagaimana itu terangkat dari-Nya… “ (Lebih lanjut baca: Ithâf as Sâdah,2/82, Daf’u Syubah at Tasybîh; Ibnu al Jawzi: 71-72)<br />
Pernyataan di atas benar-benar tamparan keras ke atas wajah-wajah kaum Mujassimah!<br />
Penulis berkata, “Perkataan <strong>Imam</strong> Malik itu benar adanya. Begitu pula penjelasan dari Ibnu Lubban itu benar. Maksud perkataan mereka berdua adalah bahwa makna Istiwa’ itu sudah diketahui, sedangkan bagaimana dan hakekat Allah itu beristiwa’ itu tidak diketahui karena memang kita tidak diberitahu tentang hal tersebut. Kami khawatir abusalafy sendiri sebenarnya tidak memahami apa yang dimaksudkan oleh <strong>Imam</strong> Malik dan Ibnu Libban. Sampai-sampai dalam tulisan lain abusalafy menuduh yang bukan-bukan. Dalam tulisan lain yang abusalafy berkata:<br />
Itulah yang benar-benar terjadi! Mazhab Wahhabi/<strong>Salafy</strong> “ngotot” menyebarkan dan meyakinkan kaum Muslimin bahwa Allah itu berbentuk… bersemayam, duduk di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh delapan kambing hutan atau dipikul empat malaikat yang rupa dan bentuk mereka beragam, ada yang menyerupai seekor singa dan yang lainnya menyerupai bentuk binatang lain… dan lain sebagainya dari akidah ketuhanan yang menggambarkan Allah itu berbentuk dan menyandang sifat-sifat makhluk-Nya..<br />
Penulis menjawab, “Siapa yang katakan bahwa sifat Allah itu dapat digambarkan bentuknya? Mana buktinya?” Beliau juga menuduh kami, “Allah duduk di atas Arsy-Nya yang dipikul oleh delapan kambing hutan atau dipikul empat malaikat yang rupa dan bentuk mereka beragam, ada yang menyerupai seekor singa dan yang lainnya menyerupai bentuk binatang lain”. Penulis menjawab, “Mana buktinya kami pernah menyatakan demikian? Dalam kitab mana? Ini sungguh tuduhan dan klaim dusta yang mengada-ada. Beliau pun tidak berani menunjukkan bukti dari tuduhan yang beliau bawakan.”<br />
Semoga beliau bisa membedakan menetapkan sifat Allah dan menyebutkan bagaimana hakekat sifat tersebut. Coba renungkan dengan baik-baik perkataan Ishaq bin Rohuwyah yang pernah kami bawakan di postingan pertama serial ini. Beliau<em>rahimahullah</em> mengatakan, “Yang disebut tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), jika kita mengatakan, ‘<em>Tangan Allah sama dengan tanganku atau pendengaran-Nya sama dengan pendengaranku</em>.’ Inilah yang disebut <em>tasybih</em>. Namun jika kita mengatakan sebagaimana yang Allah katakan yaitu mengatakan bahwa Allah memiliki tangan, pendengaran dan penglihatan; dan kita tidak sebut, ‘<em>Bagaimana hakikat tangan Allah, dsb?</em>’ dan tidak pula kita katakan, ‘<em>Sifat Allah itu sama dengan sifat kita (yaitu tangan Allah sama dengan tangan kita)</em>’; seperti ini tidaklah disebut <em>tasybih</em>. Karena ingatlah Allah Ta’ala berfirman,<br />
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ<br />
“<em>Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat</em>.” (QS. Asy Syuro: 11)<br />
Jadi ingatlah bahwa menyatakan Allah beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy, di atas langit ketujuh bukan berarti kita menyerupakan Allah dengan makhluk. Namun kita yakini sifat Allah itu jauh berbeda dengan makhluk-Nya, karena itulah perbedaan Allah yang memiliki sifat kemuliaan dan makhluk yang selalu dipenuhi kehinaan. Itulah memang karakter busuk dari Jahmiyah, asal menuduh yang bukan-bukan. Bagi setiap orang yang menetapkan sifat Allah, maka dituduhlah Mujassimah. Jauh-jauh hari, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni telah mengisyaratkan,<br />
فالمعتزلة والجهمية ونحوهم من نفاة الصفات يجعلون كل من أثبتها مجسما مشبها ومن هؤلاء من يعد من المجسمة والمشبهة من الأئمة المشهورين كمالك والشافعي وأحمد وأصحابهم كما ذكر ذلك أبو حاتم صاحب كتاب الزينة وغيره<br />
“Mu’tazilah, Jahmiyah dan semacamnya yang menolak sifat Allah, mereka menyebut setiap orang yang menetapkan sifat bagi Allah sebagai mujassimah atau musyabbihah. Bahkan di antara mereka menyebut para <strong>Imam</strong> besar yang telah masyhur (seperti <strong>Imam</strong> Malik, <strong>Imam</strong> Asy Syafi’i, <strong>Imam</strong> Ahmad dan pengikut setia mereka) sebagai mujassimah atau musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk). Sebagaimana hal ini disebutkan oleh Abu Hatim, penulis kitab Az Zinah dan ulama lainnya.”<br />
Itulah tuduhan Jahmiyah. Kami tutup tulisan berikut ini dengan menyampaikan perkataan Abu Nu’aim Al Ash-bahani, penulis kitab <em>Al Hilyah</em>. Beliau rahimahullah, “Metode kami (dalam menetapkan sifat Allah) adalah jalan hidup orang yang mengikuti Al Kitab, As Sunnah dan ijma’ (konsensus para ulama). Di antara i’tiqod (keyakinan) yang dipegang oleh mereka (para ulama) bahwasanya hadits-hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Allah berada di atas ‘Arsy dan mereka meyakini bahwa Allah beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy-Nya. Mereka menetapkan hal ini tanpa melakukan takyif (menyatakan hakekat sifat tersebut), tanpa tamtsil (memisalkannya dengan makhluk) dan tanpa tasybih (menyerupakannya dengan makhluk). Allah sendiri terpisah dari makhluk dan makhluk pun terpisah dari Allah. Allah tidak mungkin menyatu dan bercampur dengan makhluk-Nya. Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya di langit sana dan bukan menetap di bumi ini bersama makhluk-Nya.”<br />
</div></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-81438749871895373352010-10-12T02:26:00.000-07:002010-10-12T02:26:22.985-07:00WALI SONGO-MISTERI ISLAMISASI JAWA<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CADMINI%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgep49yXKy4Gg8QCjvCdkeFCxVv_3yNeUBqJfw2x3seaz1BZF_wS7NF_yq8G9nKMj9-fjhscpXH8ZZ4x-SZ3zTvDRrY07ZEnLvF4lpL0vCV0-DBCS2IHkThvXIokgFGApyJWuroM88msa8/s1600/wali.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgep49yXKy4Gg8QCjvCdkeFCxVv_3yNeUBqJfw2x3seaz1BZF_wS7NF_yq8G9nKMj9-fjhscpXH8ZZ4x-SZ3zTvDRrY07ZEnLvF4lpL0vCV0-DBCS2IHkThvXIokgFGApyJWuroM88msa8/s1600/wali.jpeg" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Oleh Prof. Hasanu Simon :<br />
<br />
BAB I<br />
<br />
Sebelum saya sampaikan tanggapan dan komentar saya terhadap buku berjudul "Syekh Siti Jenar, Ajaran dan Jalan Kematian", karya Dr Abdul Munir Mulkhan, saya sampaikan dulu mengapa saya bersedia ikut menjadi pembahas buku tersebut. Tentu saja saya mengucapkan terima kasih kepada panitia atas kepercayaan yang diberikan kepada saya di dalam acara launching buku yang katanya sangat laris ini.<br />
<br />
Saya masuk Fakultas Kehutanan UGM tahun 1965, memilih Jurusan Manajemen Hutan. Sebelum lulus saya diangkat menjadi asisten, setelah lulus mengajar Perencanaan dan Pengelolaan Hutan. Pada waktu ada Kongres Kehutanan Dunia VIII di Jakarta tahun 1978, orientasi sistem pengelolaan hutan mengalami perubahan secara fundamental. Kehutanan tidak lagi hanya dirancang berdasarkan ilmu teknik kehutanan konvensional, melainkan harus melibatkan ilmu sosial ekonomi masyarakat. Sebagai dosen di bidang itu saya lalu banyak mempelajari hubungan hutan dengan masyarakat mulai jaman kuno dulu. Di situ saya banyak berkenalan dengan sosiologi dan antropologi. Khusus dalam mempelajari sejarah hutan di Jawa, banyak masalah sosiologi dan antropologi yang amat menarik.<br />
<br />
Kehutanan di Jawa telah menyajikan sejarah yang amat panjang dan menarik untuk menjadi acuan pengembangan strategi kehutanan sosial (social forestry strategy) yang sekarang sedang dan masih dicari oleh para ilmuwan. Belajar sejarah kehutanan Jawa tidak dapat melepaskan diri dengan sejarah bangsa Belanda. Dalam mempelajari sejarah Belanda itu, penulis sangat tertarik dengan kisah dibawanya buku-buku dan Sunan Mbonang di Tuban ke negeri Belanda. Peristiwa itu sudah terjadi hanya dua tahun setelah bangsa Belanda mendarat di Banten. Sampai sekarang buku tersebut masih tersimpan rapi di Leiden, diberi nama "Het Book van Mbonang", yang menjadi sumber acuan bagi para peneliti sosiologi dan antropologi.<br />
<br />
Buku serupa tidak dijumpai sama sekali di Indonesia. Kolektor buku serupa juga tidak dijumpai yang berkebangsaan Indonesia. Jadi seandainya tidak ada "Het Book van Mbonang", kita tidak mengenal sama sekali sejarah abad ke-16 yang dilandasi dengan data obyektif. Kenyataan sampai kita tidak memiliki data obyektif tentang Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijogo, dan juga tentang Syekh Siti Jenar. Oleh karena itu yang berkembang lalu kisah-kisah mistik bercampur takhayul, termasuk misteri Syekh Siti Jenar yang hari ini akan kita bicarakan. Kisah Walisongo yang penuh dengan mistik dan takhayul itu amat ironis, karena kisah tentang awal perkembangan Islam di Indonesia, sebuah agama yang sangat keras anti kemusyrikan.<br />
<br />
Pembawa risalah Islam, Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam yang lahir 9 abad sebelum era Wallsongo tidak mengenal mistik. Beliau terluka ketika berdakwah di Tho'if, beliau juga terluka dan hampir terbunuh ketika perang Uhud. Tidak seperti kisah Sunan Giri, yang ketika diserang pasukan Majapahit hanya melawan tentara yang jumlahnya lebih banyak itu dengan melemparkan sebuah bollpoint ke pasukan Majapahit. Begitu dilemparkan bollpoint tersebut segera berubah menjadi keris sakti, lalu berputar-putar menyerang pasukan Majapahit dan bubar serta kalahlah mereka. Keris itu kemudian diberi nama Keris Kolomunyeng, yang oleh Kyai Langitan diberikan kepada Presiden Gus Dur beberapa bulan lalu yang antara lain untuk menghadapi Sidang Istimewa MPR yang sekarang sedang digelar, dan ternyata tidak ampuh.<br />
<br />
Kisah Sunan Kalijogo yang paling terkenal adalah kemampuannya untuk membuat tiang masjid dari tatal dan sebagai penjual rumput di Semarang yang diambil dari Gunung Jabalkat. Kisah Sunan Ampel lebih hebat lagi; salah seorang pembantunya mampu melihat Masjidil Haram dari Surabaya untuk menentukan arah kiblat. Pembuat ceritera ini jelas belum tahu kalau bumi berbentuk bulat sehingga permukaan bumi ini melengkung. Oleh karena itu tidak mungkin dapat melihat Masjidil Haram dari Surabaya.<br />
<br />
Islam juga mengajarkan bahwa Nabi lbrahim AS, yang hidup sekitar 45 abad sebelum era Walisongo, yang lahir dari keluarga pembuat dan penyembah berhala, sepanjang hidupnya berdakwah untuk anti berhala. Ini menunjukkan bahwa kisah para wali di Jawa sangat ketinggalan jaman dibanding dengan kisah yang dialami oleh orang-orang yang menjadi panutannya, pada hal selisih waktu hidup mereka sangat jauh. "Het Book van Mbonang" yang telah melahirkan dua orang doktor dan belasan master bangsa Belanda itu memberi petunjuk kepada saya, pentingnya menulis sejarah berdasarkan fakta yang obyektif. "Het Book van Bonang" tidak menghasilkan kisah Keris Kolomunyeng, kisah cagak dan tatal, kisah orang berubah menjadi cacing, dan sebagainya.<br />
Itulah ketertarikan saya dengan Syekh Siti Jenar sebagai bagian dari sejarah Islam di Indonesia. Saya tertarik untuk ikut menulis tentang Syekh Siti Jenar dan Walisongo. Tulisan saya belum selesai, tapi niat saya untuk terlibat adalah untuk membersihkan sejarah Islam di Jawa ini dari takhayul, mistik, khurofat dan kemusyrikan. Itulah sebabnya saya terima tawaran panitia untuk ikut membahas buku Syekh Siti Jenar karya Dr Abdul Munir Mulkhan ini. Saya ingin ikut mengajak masyarakat untuk segera meninggalkan dunia mitos dan memasuki dunia ilmu.<br />
<br />
Dunia mitos tidak saja bertentangan dengan akidah Islamiyah, tetapi juga sudah ketinggalan jaman ditinjau dari aspek perkembangan ilmu pengetahuan. Secara umum dunia mitos telah ditinggalkan akhir abad ke-19 yang lalu, atau setidak-tidaknya awal abad ke-20. Apakah kita justru ingin kembali ke belakang? Kalau kita masih berkutat dengan dunia mitos, masyarakat kita juga hanya akan menghasilkan pemimpin mitos yang selalu membingungkan dan tidak menghasilkan sesuatu.<br />
<br />
BAB II<br />
<br />
Siapa Syekh Siti Jenar ? Kalau seseorang menulis buku, tentu para pembaca berusaha untuk mengenal jatidiri penulis tersebut, minimal bidang keilmuannya. Oleh karena itu isi buku dapat dijadikan tolok ukur tentang kadar keilmuan dan identitas penulisnya. Kalau ternyata buku itu berwarna kuning, penulisnya juga berwarna kuning. Sedikit sekali terjadi seorang yang berfaham atheis dapat menulis buku yang bersifat relijius karena dua hal itu sangat bertentangan. Seorang sarjana pertanian dapat saja menulis buku tentang sosiologi, karena antara pertanian dan sosiologi sering bersinggungan. Jadi tidak mustahil kalau Isi sebuah buku tentu telah digambarkan secara singkat oleh judulnya. Buku tentang Berternak Kambing Ettawa menerangkan seluk-beluk binatang tersebut, manfaatnya, jenis pakan, dan sebagainya yang mempunyai kaitan erat dengan kambing Ettawa.<br />
<br />
Judul buku karya Dr Abdul Munir Mulkhan ini adalah: "Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar". Pembaca tentu sudah membayangkan akan memperoleh informasi tentang kedua hal itu, yaitu ajaran Syekh Siti Jenar dan bagaimana dia mati. Penulis buku juga setia dengan ketentuan seperti itu.<br />
<br />
Bertitik-tolak dari ketentuan umum itu, paragraf 3 sampai dengan 6, Bab Satu tidak relevan.. Bab Satu diberi judul: Melongok Jalan Sufi: Humanisasi Islam Bagi Semua. Mungkin penulis ingin mengaktualisasikan ajaran Syekh Siti Jenar dengan situasi kini, tetapi apa yang ditulis tidak mengena sama sekali. Bahkan di dalam paragraf 3-6 itu banyak pernyataan (statements) yang mencengangkan saya sebagai seorang muslim.<br />
<br />
Pernyataan di dalam sebuah tulisan, termasuk buku, dapat berasal dari diri sendiri atau dari orang lain. Pernyataan orang lain mesti disebutkan sumbernya; oleh karena itu pernyataan yang tidak ada sumbernya dianggap oleh pembaca sebagai pernyataan dari penulis. Pernyataan orang lain dapat berbeda dengan sikap, watak dan pendapat penulis, tetapi pernyataan penulis jelas menentukan sikap, watak dan pendapatnya. Pernyataan-pernyataan di dalam sebuah buku tidak lepas satu dengan yang lain. Rangkaiannya, sistematika penyajiannya, merupakan sebuah bangunan yang menentukan kadar ilmu dan kualitas buku tersebut. Rangkaian dan sistematika pernyataan musti disusun menurut logika keilmuan yang dapat diterima dan dibenarkan oleh masyarakat ilmu.<br />
Untuk mengenal atau menguraikan ajaran Syekh Siti Jenar, adalah logis kalau didahului dengan uraian tentang asal-usul yang empunya ajaran. Ini juga dilakukan oleh Dr Abdul Munir Mulkhan (Paragraf I Bab Satu, halaman 3-10). Di dalam paragraf tersebut diterangkan asal-usul Syekh Siti Jenar tidak jelas. Seperti telah diterangkan, karena tidak ada sumber obyektif maka kisah asal-usul ini juga penuh dengan versi-versi. Di halaman 3, dengan mengutip penelitian Dalhar Shofiq untuk skripsi S-1 Fakultas Filsafat UGM, diterangkan bahwa Syekh Siti Jenar adalah putera seorang raja pendeta dari Cirebon bernama Resi Bungsu. Nama asli Syekh Siti Jenar adalah Hasan Ali alias Abdul Jalil.<br />
<br />
Kalau seseorang menulis buku, apalagi ada hubungannya dengan hasil penelitian, pembahasan secara ilmiah dengan menyandarkan pada logika amat penting. Tidak semua berita dikutip begitu saja tanpa analisis. Di dalam uraian tentang asal-usul Syekh Siti Jenar di halaman 3-10 ini jelas sekali penuh dengan kejanggalan, tanpa secuil analisis pun untuk memvalidasi berita tersebut. Kejanggalan-kejanggalan itu adalah :<br />
<br />
1. Ayah Syekh Siti Jenar adalah seorang raja pendeta benama Resi Bungsu. Istilah raja pendeta ini kan tidak jelas. Apakah dia seorang raja, atau pendeta. Jadi beritanya saja sudah tidak jelas sehingga meragukan.<br />
<br />
2. Di halaman 62, dengan mengutip sumber Serat Syekh Siti Jenar, diterangkan bahwa ayah Syekh Siti Jenar adalah seorang elite agama Hindu-Budha. Agama yang disebutkan ini juga tidak jelas. Agama Hindu tidak sama dengan agama Budha. Setelah Islam muncul menjadi agama mayoritas penduduk pulau Jawa, persepsi umum masyarakat memang menganggap agama Hindu dan Budha sama. Pada hal ajaran kedua agama itu sangat berbeda, dan antara keduanya pernah terjadi perseteruan akut selama berabad-abad. Runtuhnya Mataram Hindu pada abad ke-10 disebabkan oleh perseteruan akut tersebut. Runtuhnya Mataram Hindu berakibat sangat fatal bagi perkembangan Indonesia. Setelah itu kerajaan-kerajaan Jawa terus menerus terlibat dengan pertikaian yang membuat kemunduran. Kemajuan teknologi bangsa Jawa yang pada abad ke-10 sudah di atas Eropa, pada abad ke-20 ini jauh di bawahnya. Tidak hanya itu, bahkan selama beberapa abad Indonesia (termasuk Jawa) ada di bawah bayang-bayang bangsa Eropa.<br />
<br />
3. Kalau ayah Syekh Siti Jenar beragama Hindu atau Budha, mengapa anaknya diberi nama Arab, Hasan Ali alias Abdul Jalil. Apalagi seorang "raja pendeta" yang hidup di era pergeseran mayoritas agama rakyat menuju agama Islam, tentu hal itu janggal terjadi.<br />
<br />
4. Atas kesalahan yang dilakukan anaknya, sang ayah menyihir sang anak menjadi seekor cacing lalu dibuang ke sungai. Di sini tidak disebut apa kesalahan tersebut, sehingga sang ayah sampai tega menyihir anaknya menjadi cacing. Masuk akalkah seorang ayah yang "raja pendeta" menyihir anaknya menjadi cacing. Ilmu apakah yang dimiliki "raja pendeta" Resi Bungsu untuk merubah seseorang menjadi cacing? Kalau begitu, mengapa Resi Bungsu tidak menyihir para penyebar Islam yang pada waktu itu mendepak pengaruh dan ketenteraman batinnya? Ceritera seseorang mampu merubah orang menjadi binatang ceritera kuno yang mungkin tidak pernah ada orang yang melihat buktinya. Ini hanya terjadi di dunia pewayangan yang latar belakang agamanya Hindu (Mahabarata) dan Budha (Ramayana).<br />
<br />
5. Cacing Hasan Ali yang dibuang di sungai di Cirebon tersebut, suatu ketika terbawa pada tanah yang digunakan untuk menembel perahu Sunan Mbonang yang bocor.. Sunan Mbonang berada di atas perahu sedang mengajar ilmu gaib kepada Sunan Kalijogo. Betapa luar biasa kejanggalan pada kalimat tersebut. Sunan Mbonang tinggal di Tuban, sedang cacing Syekh Siti Jenar dibuang di sungai daerah Cirebon. Di tempat lain dikatakan bahwa Sunan Mbonang mengajar Sunan Kalijogo di perahu yang sedang terapung di sebuah rawa. Adakah orang menembel perahu bocor dengan tanah? Kalau toh menggunakan tanah, tentu dipilih dan disortir tanah tersebut, termasuk tidak boleh katutan (membawa) cacing.<br />
<br />
6. Masih di halaman 4 diterangkan, suatu saat Hasan Ali dilarang Sunan Giri mengikuti pelajaran ilmu gaib kepada para muridnya. Tidak pernah diterangkan, bagaimana hubungan Hasan Ali dengan Sunan Giri yang tinggal di dekat Gresik. Karena tidak boleh, Hasan Ali lalu merubah dirinya menjadi seekor burung sehingga berhasil mendengarkan kuliah Sunan Giri tadi dan memperoleh ilmu gaib. Setelah itu Hasan Ali lalu mendirikan perguruan yang ajarannya dianggap sesat oleh para wali. Untuk apa Hasan Ali belajar ilmu gaib dari Sunan Giri, padahal dia sudah mampu merubah dirinya menjadi seekor burung.<br />
<br />
Al hasil, seperti dikatakan oleh Dr Abdul Munis Mulkhan sendiri dan banyak penulis yang lain, asal-usul Syekh Siti Jenar memang tidak jelas. Karena itu banyak pula orang yang meragukan, sebenarnya Syekh Siti Jenar itu pernah ada atau tidak. Pertanyaan ini akan saya jawab di belakang. Keraguan tersebut juga berkaitan dengan, di samping tempat lahirnya, di mana sebenarnya tempat tinggal Syekh Siti Jenar. Banyak penulis selalu menerangkan bahwa nama lain Syekh Siti Jenar adalah: Sitibrit, Lemahbang, Lemah Abang. Kebiasaan waktu, nama sering dikaitkan dengan tempat tinggal. Di mana letak Siti Jenar atau Lemah Abang itu sampai sekarang tidak pernah jelas; padahal tokoh terkenal yang hidup pada jaman itu semuanya diketahui tempat tinggalnya. Syekh Siti Jenar tidak meninggalkan satupun petilasan.<br />
<br />
Karena keraguan dan ketidak-jelasan itu, saya setuju dengan pendapat bahwa Syekh Siti Jenar memang tidak pernah ada. Lalu apa sebenarnya Syekh Siti Jenar itu? Sekali lagi pertanyaan ini akan saya jawab di belakang nanti. Kalau Syekh Siti Jenar tidak pernah ada, mengapa kita ber-tele-tele membicarakan ajarannya. Untuk apa kita berdiskusi tentang sesuatu yang tidak pernah ada. Apalagi diskusi itu dalam rangka memperbandingkan dengan Al Qur'an dan Hadits yang amat jelas asal-usulnya, mulia kandungannya, jauh ke depan jangkauannya, tinggi muatan ipteknya, sakral dan dihormati oleh masyarakat dunia.<br />
Sebaliknya, Syekh Siti Jenar hanya menjadi pembicaraan sangat terbatas di kalangan orang Jawa. Tetapi karena begitu sinis dan menusuk perasaan orang Islam yang telah kaffah bertauhid, maka mau tidak mau lalu sebagian orang Islam harus melayaninya. Oleh karena itu sebagai orang Islam yang tidak lagi ragu terhadap kebenaran Al Qur'an dan kerosulan Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, saya akan berkali-kali mengajak saudara-saudaraku orang Islam untuk berhati-hati dan jangan terlalu banyak membuang waktu untuk mendiskusikan ceritera fiktif yang berusaha untuk merusak akidah Islamiyah ini.<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
<br />
Sunan Kalijogo<br />
Semua orang di Indonesia, apalagi orang Islam, kenal dengan nama Sunan Kalijogo yang kecilnya bernama Raden Mas Said ini. Dikatakan dia adalah putera Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur yang beragama Islam.<br />
Silsilah Raden Sahur ke atas adalah putera Ario Tejo III (Islam), putera Ario Tejo II, putera Ario Tejo II (Hindu), putera Ario Tejo I, putera Ronggolawe, putera Ario Banyak Wide alias Ario Wiraraja, putera Adipati Ponorogo. Itulah asal usul Sunan Kalijogo yang banyak ditulis dan diyakini orang, yang sebenarnya merupakan versi Jawa. Dua versi lainnya tidak pernah ditulis atau tidak dijumpai dalam media cetak sehingga tidak diketahui masyarakat luas (Imron Abu Ammar, 1992).<br />
<br />
Di depan telah saya singgung bahwa kisah Sunan Kalijogo versi Jawa ini penuh dengan ceritera mistik. Sumber yang orisinil tentang kisah tersebut tidak tersedia. Ricklefs, sejarawan Inggris yang banyak meneliti sejarah Jawa, menyebutkan bahwa sebelum ada catatan bangsa Belanda memang tidak tersedia data yang dapat dipercaya tentang sejarah Jawa. Sejarah Jawa banyak bersumber dari cerita rakyat yang versinya banyak sekali.. Mungkin cerita rakyat itu bersumber dari catatan atau cerita orang-orang yang pernah menjabat sebagai Juru Pamekas, lalu sedikit demi sedikit mengalami distorsi setelah melewati para pengagum atau penentangnya.<br />
Namun demikian sebenarnya Sunan Kalijogo meninggalkan dua buah karya tulis, yang satu sudah lama beredar sehingga dikenal luas oleh masyarakat, yaitu Serat Dewo Ruci, sedang yang satu lagi belum dikenal luas, yaitu Suluk Linglung. Serat Dewo Ruci telah terkenal sebagai salah satu lakon wayang. Saya pertama kali melihat wayang dengan lakon Dewo Ruci pada waktu saya masih duduk di kelas 5 SR, di desa kelahiran ibu saya Pelempayung (Madiun) yang dimainkan oleh Ki dalang Marijan. Sunan Kalijogo sendiri sudah sering menggelar lakon yang sebenarnya merupakan kisah hidup yang diangan-angankan sendiri, setelah kurang puas dengan jawaban Sunan Mbonang atas pertanyaan yang diajukan. Sampai sekarang Serat Dewo Ruci merupakan kitab suci para penganut Kejawen, yang sebagian besar merupakan pengagum ajaran Syekh Siti Jenar yang fiktif tadi.<br />
<br />
Kalau Serat Dewo Ruci diperbandingkan dengan Suluk Linglung, mungkin para penganut Serat Dewo Ruci akan kecelek. Mengapa demikian? Isi Suluk Linglung ternyata hampir sama dengan isi Serat Dewo Ruci, dengan perbedaan sedikit namun fundamental. Di dalam Suluk Linglung Sunan Kalijogo telah menyinggung pentingnya orang untuk melakukan sholat dan puasa, sedang hal itu tidak ada sama sekali di dalam Serat Dewo Ruci. Kalau Serat Dewo Ruci telah lama beredar, Suluk Linglung baru mulai dikenal akhir-akhir ini saja. Naskah Suluk Linglung disimpan dalam bungkusan rapi oleh keturunan Sunan Kalijogo.. Seorang pegawai Departemen Agama Kudus, Drs Chafid mendapat petunjuk untuk mencari buku tersebut, dan ternyata disimpan oleh Ny Mursidi, keturunan Sunan Kalijogo ke-14. Buku tersebut ditulis di atas kulit kambing, oleh tangan Sunan Kalijogo sendiri menggunakan huruf Arab pegon berbahasa Jawa. Tahun 1992 buku diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.<br />
<br />
Saat ini saya sedang membahas kedua buku itu, dan untuk sementara saya sangat bergembira karena menurut kesimpulan saya, menjelang wafat ternyata Sunan Kalijogo menjadi kaffah mengimani Islam. Sebelumnya Sunan Kalijogo tidak setia menjalankan syariat Islam, sehingga orang Jawa hanya meyakini bahwa yang dilakukan oleh Sunan terkenal ini bukan sholat lima waktu melain sholat da'im. Menurut Ustadz Mustafa Ismail LC, da'im berarti terus-menerus. Jadi Sunan Kalijogo tidak sholat lima waktu melainkan sholat da'im dengan membaca Laa illaha ilalloh kapan saja dan di mana saja tanpa harus wudhu dan rukuk-sujud. Atas dasar itu untuk sementara saya membuat hipotesis bahwa Syekh Jenar sebenarnya adalah Sunan Kalijogo. Hipotesis inilah yang akan saya tulis dan sekaligus saya gunakan untuk mengajak kaum muslimin Indonesia untuk tidak bertele-tele menyesatkan diri dalam ajaran Syekh Siti Jenar. Sayang, waktu saya masih banyak terampas untuk menyelesaikan buku-buku saya tentang kehutanan sehingga upaya saya untuk mengkaji dua buku tersebut tidak dapat berjalan lancar. Atas dasar itu pula saya menganggap bahwa diskusi tentang Syekh Siti Jenar, seperti yang dilakukan oleh Dr Abdul Munir Mulkhan ini, menjadi tidak mempunyai landasan yang kuat kalau tidak mengacu kedua buku karya Sunan Kalijogo tersebut.<br />
<br />
Sebagai tambahan, pada waktu Sunan Kalijogo masih berjatidiri seperti tertulis di dalam Serat Dewo Ruci, murid-murid kinasih-nya berfaham manunggaling kawulo Gusti (seperti Sultan Hadiwidjojo, Pemanahan, Sunan Pandanaran, dan sebagainya), sedang setelah kaffah murid dengan tauhid murni, yaitu Joko Katong yang ditugaskan untuk mengislamkan Ponorogo. Joko Katong sendiri menurunkan tokoh-tokoh Islam daerah tersebut yang pengaruhnya amat luas sampai sekarang, termasuk Kyai Kasan Bestari (guru R Ng Ronggowarsito), Kyai Zarkasi (pendiri PS Gontor), dan mantan Presiden BJ Habibie termasuk Ny Ainun Habibie.<br />
<br />
BAB IV<br />
<br />
Walisongo<br />
Sekali lagi kisah Walisongo penuh dengan cerita-cerita yang sarat dengan mistik. Namun Widji Saksono dalam bukunya "Mengislamkan Tanah Jawa" telah menyajikan analisis yang memenuhi syarat keilmuan. Widji Saksono tidak terlarut dalam cerita mistik itu, memberi bahasan yang memadai tentang hal-hal yang tidak masuk akal atau yang bertentangan dengan akidah Islamiyah.<br />
<br />
Widji Saksono cukup menonjolkan apa yang dialami oleh Raden Rachmat dengan dua temannya ketika dijamu oleh Prabu Brawidjaja dengan tarian oleh penan putri yang tidak menutup aurat. Melihat itu Raden Rachmat selalu komat-kamit, tansah ta'awudz. Yang dimaksudkan pemuda tampan terus istighfar melihat putri-putri cantik menari dengan sebagian auratnya terbuka. Namun para pengagum Walisongo akan "kecelek" (merasa tertipu, red) kalau membaca tulisan Asnan Wahyudi dan Abu Khalid. Kedua penulis menemukan sebuah naskah yang mengambil informasi dari sumber orisinil yang tersimpan di musium Istana Istambul, Turki. Menurut sumber tersebut, ternyata organisasi Walisongo dibentuk oleh Sultan Muhammad I. Berdasarkan laporan para saudagar Gujarat itu, Sultan Muhammad I lalu ingin mengirim tim yang beranggotakan sembilan orang, yang memiliki kemampuan di berbagai bidang, tidak hanya bidang ilmu agama saja.. Untuk itu Sultan Muhammad I mengirim surat kepada pembesar di Afrika Utara dan Timur Tengah, yang isinya minta dikirim beberapa ulama yang mempunyai karomah.<br />
<br />
Berdasarkan perintah Sultan Muhammad I itu lalu dibentuk tim beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa pada tahun 1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli mengatur negara dari Turki. Berita ini tertulis di dalam kitab Kanzul 'Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al Maghribi. Secara lengkap, nama, asal dan keahlian 9 orang tersebut adalah sebagai berikut:<br />
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.<br />
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.<br />
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.<br />
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.<br />
5. Maulana Malik Isro'il, dari Turki, ahli mengatur negara.<br />
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.<br />
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.<br />
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.<br />
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang dihuni jin jahat (??).<br />
<br />
Dengan informasi baru itu terjungkir-baliklah sejarah Walisongo versi Jawa. Ternyata memang sejarah Walisongo versi non-Jawa, seperti telah disebutkan di muka, tidak pernah diekspos, entah oleh Belanda atau oleh siapa, agar orang Jawa, termasuk yang memeluk agama Islam, selamanya terus dan semakin tersesat dari kenyataan yang sebenarnya. Dengan informasi baru itu menjadi jelaslah apa sebenarnya Walisongo itu. Walisongo adalah gerakan berdakwah untuk menyebarkan Islam. Oleh karena gerakan ini mendapat perlawanan dengan gerakan yang lain, termasuk gerakan Syekh Siti Jenar.<br />
<br />
Latar Belakang Gerakan Syekh Siti Jenar<br />
Tulisan tentang Syekh Siti Jenar sebenarnya hanya bersumber pada satu tulisan saja, yang mula-mula tanpa pengarang. Tulisan yang ada pengarangnya juga ada, misalnya Serat Sastro Gendhing oleh Sultan Agung. Buku berjudul Ajaran Syekh Siti Jenar karya Raden Sosrowardojo yang menjadi buku induk karya Dr Abdul Munir Mulkhan itu sebenarnya merupakan gubahan atau tulisan ulang dari buku dengan judul yang sama karya Ki Panji Notoroto. Nama Panji Notoroto adalah samaran mantan Adipati Mataram penganut berat ajaran Syekh Siti Jenar. Ki Panji Notoro memberi informasi menarik, bahwa rekan-rekan Adipati seangkatannya ternyata tidak ada yang dapat membaca dan menulis. Ini menunjukkan bahwa setelah era Demak Bintoro, nampaknya pendidikan klasikal di masyarakat tidak berkembang sama sekali.<br />
<br />
Memahami Al Qur'an dan Hadits tidak mungkin kalau tidak disadari dengan ilmu. Penafsiran Al Qur'an tanpa ilmu akan menghasilkan hukum-hukum yang sesat belaka. Itulah nampaknya yang terjadi pada era pasca Demak, yang kebetulan sejak Sultan Hadiwidjojo agama yang dianut kerajaan adalah agama manunggaling kawulo Gusti. Di samping masalah pendidikan, sejak masuknya agama Hindu di Jawa ternyata pertentangan antar agama tidak pernah reda. Hal ini dengan jelas ditulis di dalam Babad Demak. Karena pertentangan antar agama itulah Mataram Hindu runtuh (telah diterangkan sebelumnya). Sampai dengan era Singasari, masih ada tiga agama besar di Jawa yaitu Hindu, Budha dan Animisme yang juga sering disebut Agama Jawa. Untuk mencoba meredam pertentangan agama itu, Prabu Kertonegoro, raja besar dan terakhir Singasari, mencoba untuk menyatukannya dengan membuat agama baru disebut agama Syiwa-Boja. Syiwa mewakili agama Hindu, Bo singkat Buda dan Ja mewakili agama Jawa.<br />
<br />
Nampaknya sintesa itulah yang, ditiru oleh politik besar di Indonesa akhir decade 1950-an dulu, Nasakom. Dengan munculnya Islam sebagai agama mayoritas baru, banyak pengikut agama Hindu, Budha dan Animisme yang melakukan perlawanan secara tidak terang-terangan. Mereka lalu membuat berbagai cerita, misalnya Gatholoco, Darmogandhul, Wali Wolu Wolak-walik, Syekh Bela Belu, dan yang paling terkenal Syekh Siti Jenar. Untuk yang terakhir itu kebetulan dapat di-dhompleng-kan kepada salah satu anggota Walisongo yang terkenal, yaitu Sunan Kalijogo seperti telah disebutkan di muka.<br />
<br />
Jadi Syekh Siti Jenar sebenarnya hanya sebuah gerakan anti reformasi, anti perubahan dari Hindu-Budha-Jawa ke Islam. Oleh karena itu isi gerakan itu selalu sinis terhadap ajaran Islam, dan hanya diambil potongan-potongannya yang secara sepintas nampak tidak masuk akal. Potongan-potongan ini banyak sekali disitir oleh Dr Abdul Munir Mulkhan tanpa telaah yang didasarkan pada dua hal, yaltu logika dan aqidah.<br />
<br />
Pernyataan-pernyataan<br />
Masalah pernyataan yang dibuat oleh penulis buku ini telah saya singgung di muka. Banyak sekali pernyataan yang saya sebagai muslim ngeri membacanya, karena buku ini ditulis juga oleh seorang muslim, malah Ketua sebuah organisasi Islam besar. Misalnya pernyataan yang menyebutkan: "ngurusi" Tuhan, semakin dekat dengan Tuhan semakin tidak manusiawi, kelompok syariah yang dibenturkan dengan kelompok sufi, orang beragama yang mengutamakan formalitas, dan sebagainya.<br />
<br />
Setahu saya dulu pernyataan seperti itu memang banyak diucapkan oleh orang-orang dari gerakan anti Islam, termasuk orang-orang dari Partai Komunis Indonesia yang pernah menggelar kethoprak dengan lakon "Patine Gusti Allah" (matinya Allah,red) di daerah Magelang tahun 1965-an awal. Bahkan ada pernyataan yang menyebutkan bahwa syahadat, sholat, puasa, membayar zakat dan menunaikan ibadah haji itu tidak perlu. Yang penting berbuat baik untuk kemanusiaan.<br />
Ini jelas pendapat para penganut agama Jawa yang sedih karena pengaruhnya terdesak oleh Islam. Rosululloh juga tidak mengajarkan pelaksanaan ibadah hanya secara formalistik, secara ritual saja. Dengan Islam mengajarkan kepada penganutnya untuk berbuat baik, karena kehidupan muslimin harus memenuhi dua aspek, yaitu hablum minannaas wa hablum minalloh.<br />
<br />
Di dalam buku, seperti saya sebutkan, hendaknya pernyataan disusun sedemikian rupa untuk membangun sebuah misi atau pengertian. Apa sebenarnya misi yang akan dilakukan oleh Dr Abdul Munir Mulkhan dengan menulis buku Syekh Siti Jenar itu. Buku ini juga dengan jelas menyiratkan kepada pembaca bahwa mempelajari ajaran Syekh Siti Jenar itu lebih baik dibanding dengan mempelajari fikih atau syariat. Islam tidak mengkotak-kotakkan antara fikih, sufi dan sebagainya. Islam adalah satu, yang karena begitu kompleksnya maka orang harus belajar secara bertahap. Belajar syariah merupakan tahap awal untuk mengenal Islam.<br />
Penulis juga membuat pernyataan tentang mengkaji Al Qur'an. Bukan hanya orang Islam dan orang yang tahu bahasa Arab saja yang boleh belajar Qur'an. Di sini nampaknya penulis lupa bahwa untuk belajar Al Qur'an, ada dua syarat yang harus dipenuhl, yaitu muttaqien (Al Baqoroh ayat 2) dan tahu penjelasannya, yang sebagian telah dicontohkan oleh Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Jadi sebenarnya boleh saja siapapun mengkaji Al Qur'an, tetapi tentu tidak boleh semaunya sendiri, tanpa melewati dua rambu penting itu. Oleh karena itu saya mengajak kepada siapapun, apalagi yang beragama Islam, untuk belajar Al Qur'an yang memenuhi kedua syarat itu, misalnya kepada Ustadz UB, ustadz MIl, dan banyak lagi, khususnya alumni universitas Timur Tengah. Jangan belajar Al Qur'an dari pengikut ajaran Syekh Siti Jenar karena pasti akan tersesat sebab Syekh Siti Jenar adalah gerakan untuk melawan Islam.<br />
<br />
Catatan Kecil<br />
Untuk mengakhiri tanggapan saya, saya sampaikan beberapa catatan kecil pada buku Syekh Siti Jenar karya Dr Abdul Munis Mulkhan ini :<br />
<br />
1. Banyak kalimat yang tidak sempurna, tidak mempunyai subyek misalnya. Juga banyak kalimat yang didahului dengan kata sambung.<br />
2. Banyak pernyataan yang terlalu sering diulang-ulang sehingga terkesan mengacaukan sistematika penulisan.<br />
3. Bab Satu diakhiri dengan Daftar Kepustakaan, Bab lain tidak, dan buku ini ditutup dengan Sumber Pustaka. Yang tercantum didalam Daftar kepustakaan Bab Satu hampir sama dengan yang tercantum dalam Sumber Pustaka.<br />
4. Cara mensitir penulis tidak konsisten, contoh dapat dilihat pada halaman II yang menyebut: ....... sejarah Islam (Madjld, Khazanah, 1984), dan di alinea berikutnya tertulis:... .... Menurut Nurcholish Madjld (Khazanas, 1984, hlm 33).<br />
5. Bab Keempat, seperti diakui oleh penulis, merupakan terjemahan buka karya Raden Sosrowardoyo yang pernah ditulis di dalam buku dengan judul hampir sama oleh penulis. Di dalam buku ini bab tersebut mengambil hampir separoh buku (halaman 179 -310). Karena pernah ditulis, sebenarnya di sini tidak perlu ditulis lagi melainkan cukup mensitir saja. Beberapa catatan ini memang kecil, tetapi patut disayangkan untuk sebuah karya dari seorang pemegang gelar akademik tertinggi, Doktor.<br />
<br />
Demikianlah tanggapan saya, kurang lebihnya mohon dima'afkan. Semoga yang saya lakukan berguna untuk berwasiat-wasitan (saling menasehati,red) didalam kebenaran sesuai dengan amanat Alloh Subhanahu Wa Ta'ala di dalam surat Al-'Ashr<br />
Amien.<br />
<br />
<br />
Wassalaamu 'alaikum warokhwatulloohi wabarokaatuh. </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 18pt;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal;"><br />
</div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-77384681160534558082010-08-22T23:40:00.001-07:002010-08-22T23:40:25.608-07:00Kajian Ramadhan 1431H Masjid Pogung Raya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEuiA9rggGt3wMasZgt4XE5c33ZMHWRualxQsx3ffCFQ_dzG9hHdI2DcnfjCmnHIZYAePgXkM7NtTmTFm1OJjKhK-yb-7-npy1TQ670zOKkrljRdSRfBBglREXF8sgJAqsKQF7oEm4E70/s1600/kajian.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEuiA9rggGt3wMasZgt4XE5c33ZMHWRualxQsx3ffCFQ_dzG9hHdI2DcnfjCmnHIZYAePgXkM7NtTmTFm1OJjKhK-yb-7-npy1TQ670zOKkrljRdSRfBBglREXF8sgJAqsKQF7oEm4E70/s320/kajian.jpg" /></a></div>Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5566855991111702047.post-69067201347480878592010-08-19T23:23:00.001-07:002010-08-19T23:23:30.336-07:00Beberapa Kesalahan dalam Bulan RamadhanDikirim oleh webmaster, Jum'at 23 Juli 2010, kategori Fiqh<br />
Penulis: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.<br />
.: :.<br />
Islam, dalam banyak ayat dan hadits, senantiasa mengumandangkan pentingnya ilmu sebagai landasan berucap dan beramal. Maka bisa dibayangkan, amal tanpa ilmu hanya akan berbuah penyimpangan. Kajian berikut berupaya menguraikan beberapa kesalahan berkait amalan di bulan Ramadhan. Kesalahan yang dipaparkan di sini memang cukup ‘fatal’. Jika didiamkan terlebih ditumbuhsuburkan, sangat mungkin akan mencabik-cabik kemurnian Islam, lebih-lebih jika itu kemudian disirami semangat fanatisme golongan.<br />
<br />
Penggunaan Hisab Dalam Menentukan Awal Hijriyyah<br />
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan bimbingan dalam menentukan awal bulan Hijriyyah dalam hadits-haditsnya, di antaranya:<br />
<br />
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: لاَ تَصُوْمُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ<br />
<br />
“Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan Ramadhan, maka beliau mengatakan: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka (berhenti puasa dengan masuknya syawwal, -pent.) sehingga kalian melihatnya. Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)<br />
Dan hadits yang semacam ini cukup banyak, baik dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim maupun yang lain.<br />
Kata-kata فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah) menurut mayoritas ulama bermadzhab Hanbali, ini dimaksudkan untuk membedakan antara kondisi cerah dengan berawan. Sehingga didasarkannya hukum pada penglihatan hilal adalah ketika cuaca cerah, adapun mendung maka memiliki hukum yang lain.<br />
Menurut jumhur (mayoritas) ulama, artinya: “Lihatlah awal bulan dan genapkanlah menjadi 30 (hari).”<br />
Adapun yang menguatkan penafsiran semacam ini adalah riwayat lain yang menegaskan apa yang sesungguhnya dimaksud. Yaitu sabda Nabi yang telah lalu (maka sempurnakan jumlah menjadi 30) dan riwayat yang semakna. Yang paling utama untuk menafsirkan hadits adalah dengan hadits juga. Bahkan Ad-Daruquthni meriwayatkan (hadits) serta menshahihkannya, juga Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dari hadits Aisyah:<br />
<br />
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لاَ يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُوْمُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ<br />
<br />
“Dahulu Rasulullah sangat menjaga Sya’ban, tidak sebagaimana pada bulan lainnya. Kemudian beliau puasa karena ru`yah bulan Ramadhan. Jika tertutup awan, beliau menghitung (menggenapkan) 30 hari untuk selanjutnya berpuasa.” (Dinukil dari Fathul Bari karya Ibnu Hajar)<br />
Oleh karenanya, penggunaan hisab bertentangan dengan Sunnah Nabi dan bertolak belakang dengan kemudahan yang diberikan oleh Islam.<br />
<br />
أَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ<br />
<br />
“Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Al-Baqarah: 61)<br />
<br />
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِيْنُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ<br />
<br />
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ia berkata: ‘Sesungguhnya agama ini adalah mudah. Dan tidak seorangpun memberat-beratkan dalam agama ini kecuali ia yang akan terkalahkan olehnya. Maka berusahalah untuk benar, mendekatlah, gembiralah dan gunakanlah pagi dan petang serta sedikit dari waktu malam’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitabul Iman Bab Ad-Dinu Yusrun)<br />
Sebuah pertanyaan diajukan kepada Al-Lajnah Ad-Da`imah atau Dewan Fatwa dan Riset Ilmiah Saudi Arabia:<br />
Apakah boleh bagi seorang muslim untuk mendasarkan penentuan awal dan akhir puasa pada hisab ilmu falak, ataukah harus dengan ru`yah (melihat) hilal?<br />
Jawab: …Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membebani kita dalam menentukan awal bulan Qomariyah dengan sesuatu yang hanya diketahui segelintir orang, yaitu ilmu perbintangan atau hisab falak. Padahal nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah yang ada telah menjelaskan, yaitu menjadikan ru`yah hilal dan menyaksikannya sebagai tanda awal puasa kaum muslimin di bulan Ramadhan dan berbuka dengan melihat hilal Syawwal. Demikian juga dalam menetapkan Iedul Adha dan hari Arafah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:<br />
<br />
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ<br />
<br />
“…Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan hendaknya berpuasa.” (Al-Baqarah: 185)<br />
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:<br />
<br />
يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قٌلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ<br />
<br />
“Mereka bertanya tentang hilal-hilal. Katakanlah, itu adalah waktu-waktu untuk manusia dan untuk haji.” (Al-Baqarah: 189)<br />
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br />
<br />
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ<br />
<br />
“Jika kalian melihatnya, maka puasalah kalian. Jika kalian melihatnya maka berbukalah kalian. Namun jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah menjadi 30.”<br />
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan tetapnya (awal) puasa dengan melihat hilal bulan Ramadhan dan berbuka (mengakihiri Ramadhan) dengan melihat hilal Syawwal. Sama sekali Nabi tidak mengaitkannya dengan hisab bintang-bintang dan orbitnya (termasuk rembulan, -pent.). Yang demikian ini diamalkan sejak zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, para Khulafa` Ar-Rasyidin, empat imam, dan tiga kurun yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam persaksikan keutamaan dan kebaikannya.<br />
<br />
Oleh karena itu, menetapkan bulan-bulan Qomariyyah dengan merujuk ilmu bintang dalam memulai awal dan akhir ibadah tanpa ru`yah adalah bid’ah, yang tidak mengandung kebaikan serta tidak ada landasannya dalam syariat….” (Fatwa ini ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Mani’, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan. Lihat Fatawa Ramadhan, 1/61)<br />
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Tentang hisab, tidak boleh beramal dengannya dan bersandar padanya.” (Fatawa Ramadhan, 1/62)<br />
<br />
Tanya: Sebagian kaum muslimin di sejumlah negara, sengaja berpuasa tanpa menyandarkan pada ru`yah hilal dan merasa cukup dengan kalender. Apa hukumnya?<br />
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menjawab: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk (mereka berpuasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal maka jika mereka tertutup olah awan hendaknya menyempurnakan jumlahnya menjadi 30) -Muttafaqun alaihi-<br />
Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):<br />
“Kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Bulan itu adalah demikian, demikian, dan demikian.” –beliau menggenggam ibu jarinya pada ketiga kalinya dan mengatakan–: “Bulan itu begini, begini, dan begini –serta mengisyaratkan dengan seluruh jemarinya–.”<br />
Beliau maksudkan dengan itu bahwa bulan itu bisa 29 atau 30 (hari). Dan telah disebutkan pula dalam Shahih Al-Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):<br />
“Puasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah karena melihatnya. Jika kalian tertutupi awan hendaknya menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 (hari).”<br />
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya):<br />
“Jangan kalian berpuasa sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah. Dan jangan kalian berbuka sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah.”<br />
<br />
Masih banyak hadits-hadits dalam bab ini. Semuanya menunjukkan wajibnya beramal dengan ru`yah, atau menggenapkannya jika tidak memungkinkan ru`yah. Ini sekaligus menjelaskan tidak bolehnya bertumpu pada hisab dalam masalah tersebut.<br />
Ibnu Taimiyyah1 telah menyebutkan ijma’ para ulama tentang larangan bersandar pada hisab dalam menentukan hilal-hilal. Dan inilah yang benar, tidak diragukan lagi. Allah Subhanahu wa Ta'ala-lah yang memberi taufiq. (Fatawa Shiyam, hal. 5-6)<br />
Pembahasan lebih rinci tentang hisab bisa dilihat kembali dalam Asy-Syariah edisi khusus Ramadhan tahun 2004.<br />
<br />
Imsak sebelum Waktunya<br />
Imsak artinya menahan. Yang dimaksud di sini adalah berhenti dari makan dan minum dan segala pembatal saat sahur. Kapankah sebetulnya disyariatkan berhenti, ketika adzan tanda masuknya subuh atau sebelumnya, yakni adzan pertama sebelum masuknya subuh? Karena dalam banyak hadits menunjukkan bahwa subuh memiliki dua adzan, beberapa saat sebelum masuk dan setelahnya.<br />
<br />
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Masalah ini, di mana banyak orang (meyakini) bahwa makan di malam hari pada saat puasa diharamkan sejak adzan pertama2 (yakni sebelum masuknya waktu subuh), yang adzan ini mereka sebut dengan adzan imsak, tidak ada dasarnya dalam Al-Qur`an, As-Sunnah dan dalam satu madzhabpun dari madzhab para imam yang empat. Mereka semua justru sepakat bahwa adzan untuk imsak (menahan dari pembatal puasa) adalah adzan yang kedua yakni adzan yang dengannya masuk waktu subuh. Dengan adzan inilah diharamkan makan dan minum serta melakukan segala hal yang membatalkan puasa. Adapun adzan pertama yang kemudian disebut adzan imsak, pengistilahan semacam ini bertentangan dengan dalil Al-Qur`an dan Hadits. Adapun Al-Qur`an, maka Rabb kita berfirman –dan kalian telah dengar ayat tersebut berulang-ulang–…<br />
<br />
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مَنَ الْفَجْرِ<br />
<br />
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Al-Baqarah: 187)<br />
Ini merupakan nash yang tegas di mana Allah Subhanahu wa Ta'ala membolehkan bagi orang-orang yang berpuasa yang bangun di malam hari untuk melakukan sahur. Artinya, Rabb kita membolehkan untuk makan dan mengakhirkannya hingga ada adzan yang secara syar’i dijadikan pijakan untuk bersiap-siap karena masuk waktu fajar shadiq (yakni masuknya waktu subuh, -pent.). Demikian Rabb kita menerangkan.<br />
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan makna ayat yang jelas ini dengan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi mengatakan:<br />
<br />
لاَ يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ فَإِنَّمَا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ<br />
<br />
“Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, karena Bilal adzan di waktu malam.”3<br />
Dalam hadits yang lain selain riwayat Al-Bukhari dan Muslim:<br />
<br />
لاَ يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ فَإِنَّمَا يُؤَذِّنُ لِيَقُوْمَ النَّائِمُ وَيَتَسَحَّرُ الْمَتَسَحِّرُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ<br />
<br />
“Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, karena Bilal adzan untuk membangunkan yang tidur dan untuk menunaikan sahur bagi yang sahur. Maka makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum melantunkan adzan4….” (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 344-345)<br />
Ibnu Hajar (salah satu ulama besar madzhab Syafi’i) dalam Fathul Bari syarah Shahih Al-Bukhari (4/199) juga mengingkari perbuatan semacam ini. Bahkan beliau menganggapnya termasuk bid’ah yang mungkar.<br />
<br />
Oleh karenanya, wahai kaum muslimin, mari kita bersihkan amalan kita, selaraskan dengan ajaran Nabi kita, kapan lagi kita memulainya (jika tidak sekarang)? (Lihat pula Mu’jamul Bida’ hal. 57)<br />
Di sisi lain, adapula yang melakukan sahur di tengah malam. Ini juga tidak sesuai dengan Sunnah Nabi, sekaligus bertentangan dengan maksud dari sahur itu sendiri yaitu untuk membantu orang yang berpuasa dalam menunaikannya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:<br />
<br />
بَكِّرُوا بِاْلإِفْطَارِ، وَأَخِّرُوا السَّحُوْرَ<br />
<br />
“Segeralah berbuka dan akhirkan sahur.” (Shahih, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1773)<br />
<br />
عَنْ أَبِي عَطِيَّةَ قَالَ: قُلْتُ لِعَائِشَةَ: فِيْنَا رَجُلاَنِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَحَدُهُمَا يُعَجِّلُ اْلإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ السُّحُوْرَ، وَاْلآخَرُ يُؤَخِّرُ اْلإِفْطَارَ وَيُعَجِّلُ السُّحُوْرَ. قَالَتْ: أَيُّهُمَا الَّذِي يُعَجِّلُ اْلإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ السُّحُوْرَ؟ قُلْتُ: عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ. قَالَتْ: هَكَذَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ<br />
<br />
Dari Abu ‘Athiyyah ia mengatakan: Aku katakan kepada ‘Aisyah: Ada dua orang di antara kami, salah satunya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, sedangkan yang lain menunda berbuka dan mempercepat sahur. ‘Aisyah mengatakan: “Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?” Aku menjawab: “Abdullah bin Mas’ud.” ‘Aisyah lalu mengatakan: “Demikianlah dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.” (HR. At-Tirmidzi, Kitabush Shiyam Bab Ma Ja`a fi Ta’jilil Ifthar, 3/82, no. 702. Beliau menyatakan: “Hadits hasan shahih.”)<br />
At-Tirmidzi mengatakan: Hadits Zaid bin Tsabit (tentang mengakhirkan sahur, -pent.) derajatnya hasan shahih. Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq berpendapat dengannya. Mereka menyunnahkan untuk mengakhirkan sahur.” (Bab Ma Ja`a fi Ta`khiri Sahur)<br />
<br />
Diantara kesalahan yang lain adalah:<br />
- Mengakhirkan adzan Maghrib dengan alasan kehati-hatian/ihtiyath (Mu’jamul Bida’, hal. 268)<br />
- Membunyikan meriam untuk memberitahukan masuknya waktu shalat, sahur, atau berbuka. Al-Imam Asy-Syathibi menganggapnya bid’ah. (Al-I’tisham, 2/103; Mu’jamul Bida’, hal. 268)<br />
- Bersedekah atas nama roh dari orang yang telah meninggal pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan. (Ahkamul Jana`iz, hal. 257, Mu’jamul Bida’, hal. 269)<br />
Dan masih banyak lagi kesalahan lain, yang Insya Allah akan dibahas pada kesempatan yang lain.<br />
Wallahu a’lam bish-shawab.<br />
<br />
Footnote :<br />
1 Lihat pula Majmu’ Fatawa (25/179)<br />
2 Bila di masyarakat kita tandanya adalah dengan selain adzan, seperti sirine, petasan, atau yang lain yang tidak ada dasar syar’inya sama sekali.<br />
3 Yakni sebelum masuk waktu subuh.<br />
4 Karena Ibnu Ummi Maktum adzan setelah masuk waktu subuh.<br />
<br />
(Dikutip dari <a href="http://asysyariah.com/print.php?id_online=371" onmousedown="UntrustedLink.bootstrap($(this), "3b7d0", event);" rel="nofollow" target="_blank">http://asysyariah.com/print.php?id_online=371</a>)Penuntut Ilmu (ام عبد الر حمن)http://www.blogger.com/profile/13296781807521002883noreply@blogger.com0